FRAGMEN 2

209 24 2
                                    

Hari yang baru di kota masa lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari yang baru di kota masa lalu. Lebih seru lagi karena negosiasi dengan klien berjalan lancar. Kami mencapai kesepakatan, setelah melalui serangkaian revisi proposal yang cukup melelahkan. Public relation, bidang ini cukup menantang, karena kita harus berurusan dengan banyak orang. Selain itu, orang yang bergelut dalam bidang ini tidak hanya dituntut untuk berkomunikasi secara verbal (presentasi, negosiasi, public speaking) dan nonverbal; tapi juga harus berpikir cepat cermat, mengikuti tren bermedia sosial, serta mahir menerjemahkan lisan ke dalam tulisan, begitu pun sebaliknya.

Kedengarannya memang agak merepotkan, tapi bila kita sudah menjalani, rasanya cukup mengasyikkan. Dari sini kita bisa belajar banyak hal, salah satunya menangani banyak orang dengan beragam watak serta karakter.

"Kalau begitu, kami permisi. Semoga kerja sama ini membawa dampak positif untuk kedua belah pihak," ucap klien yang kutemui sambil berdiri. Kedua orang tersebut mengulurkan lengan, kemudian kami berjabat tangan secara bergantian.

"Saya pun berharap demikian. Terima kasih atas ketersediaan Bapak menjalin kerja sama dengan perusahaan kami." Aku tersenyum lebar, lalu mengiringi langkah keduanya menuju pintu restoran. Selang berapa lama, sebuah mobil berhenti di pelataran. Asisten klien membukakan pintu, sebelum dirinya ikut memasuki mobil tersebut. Tidak berapa lama, mobil yang mereka tumpangi menghilang dari pandangan.

Ternyata negosiasi kali ini berjalan lebih cepat daripada perkiraan. Dengan begitu, aku bisa kembali lebih awal. Kabar bahagia ini tentunya harus segera dibagi dengan rekan kerja serta atasan, tapi sebelumnya aku harus mengecek website serta media sosial perusahaan guna menganalisis algoritmanya. Seperti biasa, setelah proses analisa selesai, strategi harus disiapkan sebelum benar-benar dijalankan dan masuk dalam tahap evaluasi. Perjalanan yang cukup panjang.

"Kalau nggak bisa bayar, jangan makan di sini!" teriak seseorang membuatku yang berada di luar menatap pintu restoran yang terbuka.

Di dalam, beberapa pasang mata menatap salah satu meja yang terletak di samping jendela. Aku bisa menangkap seorang gadis yang mengenakan ransel abu-abu tengah menunduk. Rasanya, ransel tersebut terasa sangat familier. Guna memastikan, aku kembali memasuki restoran dan menghampiri meja tersebut. Benar saja, salah satu dari beberapa gadis yang berada di sana ternyata adalah Sahla.

"Ada apa ini?" tanyaku pada beberapa pelayan yang berkerumun di meja tersebut.

Mereka saling tatap, sebelum dengan ketus salah satu di antaranya menjawab, "Anak-anak ini pesan banyak makanan, Mas. Sudah habis dimakan, tapi nggak punya uang buat bayar."

Aku menunduk, menatap deretan piring dan gelas yang berserakan di atas meja. "Biar saya yang bayar."

"Mari, Mas. Ke sini." Salah satu di antara mereka menuntunku menuju meja kasir. Dengan ramah, seorang gadis menyebutkan jumlah yang harus kubayar.

Proses pembayaran selesai. Kulihat, Sahla masih berdiri di samping meja yang sama, dengan posisi menunduk. Dia sendirian. Sepasang jari gadis itu saling memilin.

CherishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang