Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kalau udah sampai di Jakarta, nanti Kakak hubungi kamu."
***
Ini adalah hari terakhirku berada di kampung halaman. Rencana menetap seminggu harus dipangkas, karena urusan di kota ini sudah selesai. Sebelum kembali, aku akan menemui Sahla untuk yang terakhir kali. Kesempatan ini harus kugunakan dengan berpamitan sebaik mungkin, karena potensi kami untuk berjumpa lagi persentasenya sangat kecil. Setelah check out, sekolah tempat Sahla menimba ilmu menjadi tujuan. Aku menunggu di depan gerbang, dengan sepasang netra tidak berhenti memperhatikan siswi-siswi yang baru saja meninggalkan kelas. Dari sekian banyak siswi yang berhamburan, tidak ada sosok Sahla di antara mereka.
Keadaan sekolah sudah mulai sepi, hanya ada satu dua siswa dan siswi yang keluar dari gerbang. Satpam yang tadi sempat membantu para siswa dan siswi untuk menyeberang pun kini sudah tidak kelihatan batang hidungnya.
Apa Sahla nggak masuk sekolah hari ini? Pertanyaan tersebut berputar di dalam kepala. Setelah mengantarnya kembali semalam pascamakan makan di luar, tidak ada komunikasi di antara kami. Entahlah, mungkin gadis itu masih memikirkan tentang pertengkaran orang tuanya. Bahkan, pesan yang kukirim sejam lalu, jangankan mendapatkan balasan, dibaca saja belum. Riwayat online akun gadis itu menunjukkan terakhir dilihat pukul 21.55.
Untuk menuntaskan rasa penasaran, kuhampiri seorang siswi yang baru saja keluar dari gerbang guna menanyakan, "Dek, udah bubar semua?"
Gadis tersebut tersenyum ramah, sebelum menjawab, "Kayaknya belum, deh, Kak. Masih ada beberapa orang yang piket di kelas. Hari ini agak sepi, karena kebetulan nggak ada jadwal kumpulan organisasi. Kalau ada, jam segini pasti masih rame."
"Oke, deh. Makasih, ya."
Gadis itu pun kembali tersenyum, sebelum benar-benar pergi.
Kembali menunggu, untuk membunuh kebosanan kumainkan ponsel. Saat membuka aplikasi WhatsApp, terdapat voice note dari sebuah nomor yang tidak kusimpan. Dengan tanpa minat, kuputar voice note tersebut, lalu menempelkan speaker ponsel di depan telinga.
"Damian, aku denger kamu lagi di luar kota dan bakal balik hari ini. Kabarin aja, ya, jam berapa sampe di Jakarta. Entar aku jemput."
Aku menyeringai sambil mengetik balasan.
[Nggak perlu.
Tidak sampai satu menit setelah terkirim, pesan terbaru kembali masuk ke aplikasi.
[Kenapa? Aku khawatir sama kamu. Harusnya kamu kabarin aku kalau mau pergi.
Malas menanggapi, kupilih untuk mengabaikan pesan tersebut. Berbicara soal keberadaan, siapa lagi pelakunya kalau bukan Mbak Fara, wanita itu pasti membocorkan posisiku saat ini pada Brisha. Padahal, sebelum pergi aku sudah mewanti-wanti pada teman kantor agar tidak mengatakan keberadaanku pada siapa pun. Sial memang. Ingin menegur, Mbak Fara pasti akan menanggapi dengan kata maaf sambil menangis, sama seperti kasus sebelumnya. Sudahlah, lebih baik tidak usah memperpanjang masalah ini.