Sepanjang jalan itu, Kiara merenung, Ia pikir ia benar-benar bahagia saat seharian bersama Satria, namun nyatanya ia tak merasakan perasaan itu lagi. Justru kini, Kiara merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya yang membuat ia merasa tak nyaman.
Begitu ia membuka pintu besar rumahnya—sepi menyapa, membuat ia menghela nafasnya pelan.
"Kok gue ngerasa aneh banget ya?" Gumam Kiara begitu ia kembali menutup pintu dan melangkah menuju kamar tidurnya.
Kiara melirik ke seluruh penjuru ruangan, tak biasanya rumah sesepi ini, meskipun hanya ada ia, Andreas dan bi dyah namun setiap harinya akan selalu ada aktifitas yang membuat rumah itu lumayan terdengar bising.
Pandangan Kiara kini tertuju pada pintu kamar Andreas yang tertutup rapat, ia sungguh penasaran di mana lelaki itu sekarang. Biasanya jika Andreas memiliki urusan penting di luar rumah, ia akan menghubungi Kiara terlebih dahulu. Namun dari semua pesan-pesan yang lelaki itu kirim, tak ada kalimat meminta izin untuk pergi.
Maka dengan ragu, ia mendekati pintu itu. Ia tak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat ini, hanya saja ia merasa begitu penasaran akan keberadaan pria itu.
Dengan perlahan Kiara mulai mengetuk pintu tersebut, namun nihil. Tak ada sahutan dari dalam sana.
"Mungkin dia pergi kali ya?" Monolognya.
"Ah udah lah, bodo amat!" Ia berbalik, bersiap melangkah menuju kamarnya namun lagi-lagi tertahan.
Disini Kiara merasa bimbang, setelah berpikir cukup lama, ia memberanikan diri untuk menarik gagang pintu itu dan rupanya tak terkunci. Ruangan itu nampak begitu gelap, membuat Kiara harus mencari sakelar lampu untuk memberikan penerangan.
Alis Kiara mengkerut saat ia berhasil melihat satu sosok yang tengah terbaring lemah di atas kasur itu. "M-mas!" Panggilnya dengan terbata, ia meletakkan tasnya di atas nakas tepat di sebelah tempat tidur Andreas.
Tak ada sahutan, sepertinya pria itu sedang tertidur. Perlahan langkah Kiara mendekat, ia memandangi wajah Andreas yang sudah di penuhi oleh peluh.
"Dia kenapa sih?" Merasa ada yang aneh, Kiara mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Andreas.
"Sshh, panas banget." Benar dugaan Kiara, tubuh lelaki itu terasa sangat panas—lelaki itu sedang sakit.
"Mas." Panggilnya lagi, membuat kedua mata yang semula terpejam itu perlahan-lahan terbuka.
Andreas tersenyum lembut saat mendapati Kiara yang tengah duduk di tepi ranjangnya. "Hm? Udah pulang?" Tanyanya dengan suara yang begitu parau sekaligus terdengar lemah.
Gadis itu mengangguk menanggapi, "kamu sakit?"
"Kayaknya sih, tapi gak apa-apa. Saya cuman butuh istirahat aja."
"Gak apa-apa apaan?! Itu badan kamu panas banget. Udah minum obat?"
Andreas menggeleng lemah, membuat Kiara mendesah pelan.
"Udah makan belum?"
"Belum, Ra."
"Kenapa belum makan sih? Terus bi Dyah kemana?"
"Bi Dyah pulang ke rumahnya, anaknya lagi sakit."
Kiara menghela nafasnya pelan. "Ya udah, kamu bisa nunggu gak? Aku mau mandi dulu, terus buatin kamu makanan."
Lelaki itu mengangguk, "Aku gak apa-apa, kamu bisa selesain urusanmu dulu."
Kiara beranjak dari sana, "Aku gak bakalan lama, kalau mau tidur, tidur aja. Nanti di bangunin kalau makanannya udah ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Jatuh Cinta| Mark Lee
RomancePeraturan-peraturan setelah kita nikah 1. Gak ada kontak fisik berlebihan 2. Gak boleh tidur sekamar 3. Gak boleh minta anak "Iyaa, kamu udah kasih tau saya sepuluh kali tentang ini" "Biar kamu gak lupa." ~~~ "Hati kamu keras, apa kamu sudah benar-b...