Sejak pulang sekolah Nevara selalu merasa resah mengingat kejadian di sekolah. Bagaimana tidak, Niskala menyebut nama 'Vanilla' yang merupakan nama panggilannya Niskala.
Tangannya terasa dingin dan timbul getaran di sekujur tubuhnya. Apakah selama ini instingnya berkata benar bahwa Niskala masih hidup.
Tetapi terkadang ia berpikir, pengguna nama Niskala bukan hanya pemuda itu. Namun bagaimana jika dia benar benar Niskala nya yang selama ini ia cari.
"Pusing" katanya sambil memegang kepalanya.
"Gimana kalau dia bener Kala yang dulu. Ck, telfon Neta aja deh pasti Neta tau banyak tentang dia" Nevara mengeluarkan alat komunikasinya dari saku roknya dan menekan tombol hijau pada kontak Neta.
"Halo Net, gue mau nanya nih—"
"Var tolongin gue, Kala kecelakaan dan sekarang gue nggak tau harus gimana disini nggak ada orang" katanya dengan nada yang bergetar akibat menangis.
"Oke sekarang lo dimana, kasi tau gue"
"——"
Tut
Gadis berambut panjang itu dengan cepat berlari mengambil mobil milik pamannya yang terparkir indah di halaman rumah lalu melaju ke tempat yang disebut Neta tadi. Tak hentinya ia berdecak akibat terjadi kemacetan.
Sesampainya disana ia dapat melihat Neta yang menangis tersedu-sedu dengan kepala Niskala yang berada di pangkuannya.
Tak lupa stir sepeda pemuda itu sudah terbagi dengan tubuhnya. Dan memang sangat sepi tak ada orang. Disana hanya ada Neta dan Zidan yang juga baru tiba di tempat.
"Sahabatku!!" Histeris Zidan.
"Dan, Net, ayo bawa ke mobil" titah Nevara
"Buset makan apa nih anak berat banget" cibir Zidan mengangkat tubuh Niskala diekori oleh Neta di belakangnya.
Sebuah gelang hitam berliontin bintang yang tergeletak di jalan mengalihkan perhatian gadis itu. Nevara mengambil gelang tersebut dan menyimpannya di saku.
"Var ayo cepet"
"Eh iya—"
"Sabar Net, gue yakin Kala bakal baik baik aja kok" kata Nevara meletakkan kepala Neta di bahunya untuk dijadikan sandaran.
"Gue takut dia kenapa napa Var—" lirihnya.
Secinta itukah Neta pada Niskala hingga sampai saat ini gadis berambut sebahu itu belum berhenti menangis.
Meskipun beberapa kali selalu ditolak namun Nevara mengakui gadis itu sangatlah setia.
Nevara yang bukan siapa siapa pemuda itu juga seperti merasa gelisah saat mendengar berita menyedihkan lelaki itu. Namun ia tak ingin memperlihatkannya kepada semua orang termasuk Neta.
Namun jika memang benar dia Niskala nya yang hilang, entah bagaimana ia menceritakannya pada Neta yang beberapa hari ini keduanya sangat dekat padahal mereka baru kenal. Entah Neta yang anaknya mudah bergaul atau Nevara yang mudah nyaman.
Diam-diam ia menatap gelang yang tadi ia temukan di tempat dimana Niskala terbaring di jalanan. Ia menyamakan gelang yang saat ini ia gunakan. Seketika ia tersenyum manis dengan mata yang mengeluarkan bulir air mata, ia mengingat gelang ini dimana saat Niskala mengambil tangannya dan memakaikannya gelang liontin bulan dan Niskala memiliki gelang liontin bintang yang kini ia pegang.
"Dimana Niskala"
Seorang pria yang berlari tergesa-gesa menghampiri kedua perempuan itu.
"Kala nya sementara di periksa om" ucap Neta.
"Om Dewa"
Sadewa menoleh kearah gadis yang baru saja memanggilnya, menatap lamat lamat wajah gadis itu.
"Om, ini Vara" dengan raut berbinar gadis itu sangat berharap Sadewa bisa mengenalinya.
"Vara?"
"Keluarga pasien—"
Raut wajah gadis itu seketika memudar menjadi sedih, tiba-tiba saja seorang suster keluar dari ruang rawat Niskala. Mungkin belum saatnya.
"Saya papanya"
"Jadi pasien pernah mengalami amnesia akibat bencana Tsunami 5 tahun yang lalu?"
"Betul dok, tapi tidak lama putra saya bisa kembali mengingat memorinya"
"Seperti ini pak, kecelakaan yang dialami pasien sangat berdampak pada saraf kepalanya, menurut hasil pemeriksaan kami, kami menduga kepala pasien terbentur pada benda yang keras seperti batu. Hal ini karena ketika kepala terbentur sesuatu dengan sangat keras, maka ada kemungkinan dinding otak mengalami cedera berupa retak, maka pasien di diagnosa mengalami amnesia sementara"
"Amnesia lagi dok?" Tanya Dewa
"Betul pak, namun beruntungnya amnesia yang terjadi pada pasien tidak terlalu buruk sehingga mudah bagi kami untuk membantu pasien kembali mengingat ingatannya. Karena semakin ringan amnesia yang dialami, maka kemungkinan untuk sembuh juga akan semakin tinggi"
"Saya serahin semuanya sama dokter mau lakuin terapi apapun itu yang penting putra saya sembuh dok"
"Baik pak, terima kasih atas dukungan dan kepercayaan yang telah bapak berikan kepada kami, saya permisi"
Sadewa keluar dari ruangan dokter dengan raut wajah yang lesu.
"Kala sakit apa om?" Tanya Neta.
"Kala amnesia"
"Amnesia!" Beo Nevara dan Neta secara bersamaan.
"Hah amnesia om!" Kaget Zidan.
~~~
"Semoga kamu nggak lupa ya sama aku Kal" perempuan itu memainkan jari jemari milik Niskala yang masih belum sadar.
Sesekali ia mengusap rambut lelaki itu menggunakan tangannya dan membelai wajah pemuda itu.
Dari luar jendela Nevara melihat itu semua dengan tatapan sendu, lalu ia beralih menatap Sadewa yang berada di depannya.
"Saya nggak nyangka kamu masih hidup Vara, tapi saya minta jangan mencoba untuk mengingatkan Niskala tentang kamu di masalalunya, saya takut dia kenapa-napa"
"Tapi saya masih bisa memiliki Kala kan om?"
Sadewa terdiam.
"Kalau dia masih bisa mengingat kamu"
"Semangat" sambungnya seraya menepuk pelan pundak gadis itu yang melemas.