04

491 52 4
                                    

Siswi berkucir kuda yang menggendong tas dominan pink itu menghentikan motor Gita di gerbang masuk sekolah.

Tanpa mengucap apapun, siswi tersebut mengambil helm hijau tosca yang tergantung di setang kiri.

 "Antar aku pulang kak"

"Bukannya kamu bareng kakak kamu?"

"Kak Oniel aku suruh pulang duluan"

Gita menepuk jidatnya. Ada gitu orang semacam Kathrin begini? Udah bagus di jemput malah nebeng orang lain. Emang agak lain.

"Aku naik ya kak" izin Kathrin menyincing rok biru dongker-nya.

"Pegangan" ucap Gita tepat setelah Kathrin mendudukkan dirinya di jok belakang motor Gita.

Sejujurnya, tanpa perlu di suruh pun Kathrin sudah secara mandiri melingkarkan tangannya pada perut Gita. Si pengendara santai. Selagi Kathrin nyaman, Gita tak masalah.

Semilir angin dari balkon menenangkan Oniel. Menerbangkan anak rambutnya kesana-kemari. Lamunan membawanya pergi pada berbagai macam pertanyaan yang Oniel sendiri masih mencari jawabannya. Seperti desiran aneh tiap kali berdekatan dengan Gita atau mungkin perasaan tak suka setiap Kathrin bercerita betapa bahagianya dia bertemu dan berinteraksi dengan kakak pembimbingnya itu.

Deru motor terasa asing di kedua telinga Oniel. Kathrin memang belum pulang dan kemungkinan besar motor itulah yang mengantar adiknya.

 "Makasih ya kak" ucap Kathrin mengulurkan helm ke pemiliknya. Senyuman manis juga terukir di wajah itu. "Hati-hati pulangnya kak. Kalau udah sampai rumah kabarin aku-"

"... boleh kan?"

Gita mengangguk. Gerakan kepala Gita itu menumbuhkan harapan Kathrin. Harapan memiliki hati seorang Gita Sekar Kirania.

 Menghidupkan mesin motor, ujung mata Gita mendapati Oniel berdiri di balkon. Sejenak, Gita memfokuskan pandangannya pada Oniel, menikmati pahatan sempurna ciptaan Tuhan. Cantik dan selalu begitu. Puji Gita dalam batin.

***

"Kak"

Gita yang baru saja menyelesaikan game-nya berdehem berlanjut membuka aplikasi chat. Disambut kontak bernama Kathrina Irene yang berada di posisi paling atas dengan tiga pesan belum dibaca.

"Lo beneran naksir Kathrin, kak?"

"Kenapa? Lo naksir juga?" Muthe menggeleng. Bisa gila dia kalau beneran naksir teman barunya itu.

"Kathrin pernah cerita soal kakaknya gak?"

 Muthe menopang dagu di atas paha sambil mengingat-ingat apa saja yang sudah mereka obrolkan selama tiga hari menjalani masa orientasi sekolah bersama.

 "Pernah. Waktu nemenin Kathrin ke UKS hari pertama mos itu dia cerita dikit tentang kak Oniel"

 "Kathrin cerita apa aja?"

Tanpa sadar alis Muthe terangkat satu. Sedikit membingungkan. Kenapa kakaknya malah penasaran dengan Oniel? Seharusnya kan kakaknya ini penasaran soal Kathrin.

"Banyak sih kak"

"Salah satunya?"

 Muthe menatap Gita penuh selidik. Kakaknya ini apa ya? Kok makin mencurigakan. "Jangan bilang kakak suka kak Oniel"

"Dia bukan tipe gue"

"Kenapa? Karena kak Oniel gak sempurna kayak Kahtrin? Ingat kak, di dunia ini ada yang namanya hukum karma, awalnya bilang enggak ujung-ujungnya jatuh cinta. Saran gue ati-ati aja kak"

***

"Kak, tadi aku diantar pulang kak Gita loh"

Oniel memberi anggukan kepala, meski hatinya nyeri. Perasaan apa ini? Mengapa tindakan dan perasaannya bertolak belakang?

"Kathrin" panggil Oniel saat derit kursi kitchen bar menyapa telinga.

 "Bentar kak. Kamar mandi"

Drrtt

Tangan Oniel meraba meja. Mencari dimana getaran berasal. Berhasil menemukan sumber suara, Oniel mengambil benda tersebut. Di luar kesadaran Oniel, ibu jarinya mengusap ke atas simbol telepon berwarna hijau.

"Halo"

Oniel kaget. Tak tau jika panggilan tersambung. Lebih mengagetkannya lagi Oniel mengenali pemilik suara itu.

"Kathrin?"

 "Gue Oniel. Kathrin baru di kamar mandi"

Hening sesaat. Tampaknya si penelepon sama kagetnya.

"Git?"

"Ya?"

"Ada sesuatu yang mau lo omongin ke Kathrin? Kalau ada, bilang aja. Nanti gue kasih tau dia" ucap Oniel enggan berlama-lama mengobrol dengan Gita. Oniel hanya takut. Takut perasaannya jatuh semakin dalam pada sosok di seberang sana.

"Besok makan siang bareng gue di taman-"

"... Lo mau kan, Niel?"

"Kak Oniel"

Oniel tersentak sampai-sampai ponsel Kathrin di tangan kanannya terjun bebas ke lantai.

"Maaf dek, kakak gak sengaja"

Kathrin membungkuk, mengambil ponselnya. "Tenang aja kak, handphone aku tahan banting kok"

"Eh? Kak Gita telfon?" tanya Kathrin menemukan kontak Gita di riwayat panggilan aplikasi chat.

 "Iya. Maaf kakak gak sengaja angkat telfonnya"

Kathrin mengangguk. "Gak papa kak. Terus kak Gita ngomong sesuatu?"

"Dia nyariin kamu"

Ting

Calon Pacar
Besok aku jemput
Mau call bentar?

"Aku ke kamar ya kak, mau sleepcall sama kak Gita" Kathrin senyum malu-malu. Dia yang ngomong, dia juga yang salah tingkah. "Good night kak"

Kecupan singkat dari Kathrin mendarat di kedua pipi kakaknya. Oniel tersenyum, meski hatinya merasa bersalah telah membohongi adik satu-satunya itu.

Oniel tahu tindakannya salah. Ia hanya khawatir jika ia mengatakan yang sebenarnya, Kathrin akan berpikir bahwa ia ingin merebut Gita darinya.

***

"Bunda, aku berangkat duluan ya" pamit Kathrin mengambil selembar roti kemudian mengoleskan selai cokelat di atasnya.

"Eit bentar" cegah Chika menahan bahu kiri Kathrin. "Kamu berangkat sendirian? Naik apa? Jalan kaki?"

"Aku di jemput kak Gita"

"Ohhh di jemput pacar" goda Chika.

"Masih calon bunda, belum resmi" sanggah Kathrin.

"Iya, calon otw pacar kan"

Di goda bundanya lagi, pipi Kathrin berubah merah merona. Berbeda dengan Oniel yang duduk menikmati roti selai cokelat sambil mempertanyakan sebenarnya hati Gita untuk siapa?







To be continued







Dua RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang