Chapter 24: Dan Seandainya

55 11 1
                                    

"Lalu kita harus jadi manusia yang bagaimana agar bisa dihargai?"

🕛🕐🕒

"Hal bodoh apa yang lo lakuin di sini, Delima?"

Delima tersenyum kecil menatap Renjana.

"Kayak gak tau aja," tukasnya enteng. Menerawang jauh ke tengah danau luas, cahaya jingga mulai menerpa pemurkaan air, menimpa setiap detik demi detik berlalu menjelang malam.

Renjana mengernyit tak puas, siap-siap beranjak hendak menyeret 'Delima yang lain' dari masa lalu.

"Tenang aja, gak jadi kok," ujar si gadis santai bersandar pada batas rumah kecil danau.

"Gak akan berhasil, nanti pulang sendiri. Gak usah dicari, gak akan mati."

Embus angin menyerbu tiap helai lepek rambut berpeluh, Renjana mendengus, bersilang tangan memilih ikut terlena terhadap sekitar yang sejuk. Seragam pramuka milik Delima luar biasa berantakan, belum lagi penampilan si pemuda sudah tak karuan.

"Kau pernah gak kepikiran, kalau kita bukan kita, apa kita bakal bahagia?"

"Omongan lo gajelas."

"Kau bodoh sih."

"Lo dongo."

Delima mendesis tak suka, ia menjatuhkan diri pada lantai berdebu, bersila membiarkan rok pramukanya kian bersatu dengan abu, keningnya melekat pada besi pembatas. Tarikan napas panjang dengan iris hampa menatap riak air perlahan. Delima menyerah menjeskan pada seorang Renjana, mengenai perasaannya sekarang.

"Gue gak mau mati."

Renjana kemudian terdiam, sedikit terkejut juga dengan kalimat yang keluar dari mulutnya sendiri.

Pemuda itu mendengus, mencari cara menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan terpendam selama ini, kepada siapa pun yang pernah singgah dalam hidupnya.
Rambut dengan poni panjang acak-acakan berterbangan terbawa desir. Ia bergumam pelan bersama sapuan angin lewat.

"Gue pengen hidup."

"Hidup yang kayak gimana?" tanya Delima.

"Yang gak seburuk ini."

Kemudian Delima tertawa remeh, menyebalkan di pendengaran Renjana.
Sebab itulah yang ingin si gadis katakan pada Renjana, tapi sayangnya tak dipahami dengan baik.

"Yang gak seburuk ini. Ya?"

Yah, yang tidak seburuk ini, bayangkan jika Delima punya keluarga utuh, apakah ia akan tetap terlihat remeh oleh keluarga besarnya?
Atau andaikan Delima tinggal pada keluarga kaya raya, apakah hidup akan tetap sesusah ini?

Bayangkan jika Renjana menjadi seorang anak laki-laki dalam keluarga harmonis, apakah ia akan tetap hidup urak-urakan? Atau andai Renjana dapat menjalani kehidupan sekolahnya dengan baik, apakah ia akan tetap menjadi berandalan menyebalkan?

Lalu kata andai-andai yang lain terdengar manis serta menyenangkan untuk dibayangkan.

Atau barangkali, "Kalau seandainya aku bukan aku, apa hidup gak akan semenyeramkan ini? Kalau seandainya aku anak tukang ojek, atau anak pengusaha, atau anak orang lain di keluarga orang, apa hidup bakal lebih baik?"

Delima melirik Renjana dari ujung mata, sedang Renjana bungkam.

"Kalau seandainya waktu bisa diulang, apa bener kita bisa memperbaiki banyak hal?"

Tidak ada. Pengulangan waktu membuatnya jauh lebih buruk, trauma-trauma membuatnya tak bisa beranjak, meski berusaha memperbaiki, apa benar memang sudah menjadi lebih baik? Bagaimana jika akan menjadi lebih buruk? Bagaimana jika akan terjadi lagi dan lagi. Kembali ke masa lalu membuatnya berpikir mati lagi dan lagi. Menghilang dari garis takdir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Monster Ruang 00;00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang