Chapter 9

79 9 0
                                    


Suasana canggung terus melekat diantara kedua manusia yang tengah berhadapan satu sama lain. Mereka sengaja memilih untuk bertemu di sebuah cafe yang tidak terlalu ramai pengunjung.

Keduanya menepati tempat duduk yang berada di pojok ruangan, untuk menyelesaikan permasalahan mereka.

Si manis hanya terdiam tak berani membuka suara. Yang satu lainnya, juga masih belum bisa membuka suara. Dalam hati nya masih berusaha merangkai kata maaf yang tepat atas kesalahan nya yang cukup terbilang fatal bagi persahabatan mereka.

Sebenarnya pertemuan ini dirancang oleh Por dan Gun sedemikian rupa. Mereka yang menentukan tempat, waktu, bahkan mereka juga yang menghubungi kedua pihak terkait, berharap apapun keputusan yang Dunk ambil nanti tidak membuat mereka sampai putus persahabatan dengan Win.

"Kami mendukung apapun pilihan mu nanti." Kata-kata Por dan Gun itu terngiang ditelinga nya.

Dunk mengambil nafas secara perlahan.

"Dunk..." Suara itu berasal dari Win.

"Aku... Aku sungguh minta maaf." Win akhir nya mengangkat kepalanya, dan berusaha menatap ke arah Dunk.

Di sisi lain, Dunk hanya diam dengan tatapan yang terfokus ke arah meja, sambil memainkan jari-jari tangannya. Dia sengaja tak membuka suara, membiarkan Win menjelaskan secara detail apa yang hendak dia sampaikan.

"Dunk.. aku tau, kejadian waktu itu aku sudah terlalu berlebihan. Aku sudah menyakitimu." Win terdiam sejenak, kembali mengumpulkan keberanian dibalik rasa bersalah nya saat ini.

"Malam itu aku terlalu kalut. Aku tak tahan melihat banyak orang yang menggodamu secara terang-terangan di depan ku. Aku cemburu, dan kecemburuan itulah yang membuatku kehilangan akal ku."

"Aku memang bodoh. Aku terbakar oleh ego ku sendiri dan malah menyakiti mu. Maaf kan aku. Meski aku tau kesalahan ku ini mungkin sulit dimaafkan. Aku tak apa. Jika kau butuh waktu, aku bisa memberi mu sebanyak apapun itu. Tapi ku mohon. Jangan pergi dariku. Ini benar-benar terdengar egois dan tak tau diri." Kata Win, dengan kalimat terakhir yang diucapkan untuk dirinya sendiri sehingga kalimat terakhir itu terdengar seperti berbisik.

"Win. Aku ingin bertanya satu hal." Yang ditanya mengangguk pelan.

"Sejak kapan kau menyimpan perasaan padaku?" Win sangat tau, jika Dunk akan mempertanyakan hal itu.

"Jujur, aku sudah menyukai mu sejak kita masih SMA. Perasaan itu muncul begitu saja. Rasa nyaman dan berdebar setiap aku bersama mu. Aku juga tak pandai menyampaikan perasaan ku. Aku seringkali cemburu pada orang yang lain yang dekat dengan mu. Atau bahkan menyukai mu secara gamblang di depan mataku. Hanya saja aku hanya mampu menyimpan semua itu sendiri.."

"Apa Por tau soal perasaan mu ini?" Tanya Dunk lagi.

"Entahlah, aku pun tak tau. Tapi seingat ku, aku tidak pernah memberitahu nya."

Dalam beberapa saat keduanya hening. Dunk sedang memikirkan keputusan nya. Sebenarnya dia cukup kaget mendengar kalau Win sudah memendam perasaan selama itu.

Dia tak pernah menyukai Win dengan perasaan yang sama.

"Win.. maaf. Tapi aku tidak mempunyai perasaan yang sama." Terlihat ekspresi Win berubah. Tapi dia berusaha menutupi nya.

"Aku tak bisa menerima atau memberi mu kesempatan untuk hal itu. Tapi.. aku juga tak ingin kau menjauh."

Egois. Satu kata yang mendeskripsikan keduanya. Mereka sama-sama memiliki keinginan untuk diri mereka sendiri.

"Aku akan memaafkan mu. Tapi ku mohon kita harus tetap bisa menjadi sahabat. Aku tak mau kehilangan sahabat ku yang berharga."

"Apa menurutmu kita bisa kembali seperti dulu lagi, setelah kita sama-sama tau soal perasaan ku?"

Under the Moonlight [GeminiFourth]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang