13; Sepanjang Masa

3.7K 538 224
                                    

“Aku minta kalian semua keluar dulu ... Mas Jaka butuh ruang.” Intonasi suara sang mesa dingin dan ngga acuh. Ketika dia sepatutnya sopan bicara ke yang lebih tua, tapi kini malah seolah usir mereka. Jelas aja orang tuanya dan juga Mbak Dara enggan untuk menuruti, “Kamu juga butuh tenang, Rad.” Sebuah tatap tajam hadir menghiasi netra berlian si aries, sesuatu yang dia hadiahkan untuk semua orang di sana, terutama sang ayah mertua.

“Keluar, aku bilang.”

Dilema menguasai, mana mungkin para orang tua tega meninggalkan anak mereka di situasi genting begini. Bahkan Dara yang biasa main-main tanpa pikir panjang pun tau situasi kali ini bukan sesuatu untuk dibuat candaan. Baik Jaka sama Radi, keduanya sama-sama ngga stabil ... kalau mereka ditinggal cuma berdua dalam satu ruangan penuh barang yang sanggup menoreh luka gini, mana bisa tenang mau keluar?

Bunda coba merayu pelan-pelan, beliau hampiri putra kecilnya yang masih setia merengkuh tubuh suaminya. “Saga, tolong dengerin Bunda, kamu harus tenang.” Ayah sama Bunda ngga punya salah, mestinya Radi bisa memilah pada siapa dia marah, tapi ngga ... Ayah dan Bundanya pun ngga sepenuhnya innocent. Toh dari awal dia bisa menikah sama Jaka juga hasil rencana mereka. Orang tuanya tau Jaka menderita sebatas di permukaan, dan dengan entengnya malah ngide; “Oh, pasti anak kita bisa bantu dia!”

Di titik tertentu, Ayah sama Bunda juga pernah ngga peduli sama perasaannya dan mengorbankan dia. Belum lagi tentang kebohongan yang mereka sembunyikan belasan tahun kalau dia itu adalah seorang laki-laki istimewa. Soal itu udah bukan masalah lagi, dipikir memang Radi terlalu gampang memaafkan. Padahal dulu dia juga sama tertekannya ketika tau pertama kali.

Kenapa semua ini baru masuk di otaknya sekarang? Bisa-bisanya dia merasa baik aja sampai sekarang meski banyak hal udah dipaksakan dan dia korbankan. Jangan-jangan dia memang sekuat itu ... atau cuma menyisihkan rasa sakit dan belajar mati rasa tanpa disadari.

Numbing yourself is a form of coping mechanism, right?

“Saga–”

“Tolong, kalian semua ... keluar.” Bunda kelihatan kaget banget afeksinya ditolak. Beliau mungkin ngga pernah tau anaknya bisa marah sehebat ini, dan bersikap dingin sama orang tua serta keluarga suaminya. “Sementara aku masih minta baik-baik, tolong tinggalin aku sama Mas Jaka.”

Ngga ada yang bicara maupun gerak barang satu senti setelah ultimatum sang mesa terlontar. Baru beberapa detik kemudian, suara Ayah mengisi keheningan, “Baik kalau memang itu yang kalian berdua butuhkan, tapi tolong jangan kunci pintunya, ya? Ayah mohon.” Radi terhenyak, telapak tangannya setia membelai rambut gelap sang suami, dan kali ini anggukan darinya datang dengan amat pelan.

Satu per satu individu meninggalkan ruangan, menyisakan Jaka dan dia cuma berdua saling peluk dengan apa pun yang diucap bisa didengar sama mereka di luar. Ya, karena pintunya dibiarkan punya celah terbuka, tujuannya pasti supaya orang tua mereka bisa langsung masuk kalau terjadi apa-apa.

Apa pun alasannya, Radi cuma mau fokus sama Jaka.

Isak tangis yang semula lirih, kini justru bertambah nyaring. Radi merasa pedih, tapi Jaka jelas lebih dari itu. “Maaf ... maaf,” racau sang wrisaba berkali-kali di tengah derai air mata yang ngga kunjung kering. Jaka merasa berdosa dan bersalah penuh atas dirinya sendiri. Dia bodoh banget sampai bisa berpikiran pendek, ngga sadar kalau itu juga akan pengaruh ke istri dan calon anaknya. “Maaf, Sayang ... andai aku bukan orang seperti ini, kamu sama Adek pasti lebih bahagia dan tenang hidupnya ... maaf, maaf aku udah buat kalian kecewa.”

Radi bekap mulutnya sebagai respon rasa kejut kala sang suami mundur, sujud minta ampunan sampai mencium lantai di hadapannya.

“Maaf ... maaf, Sayang ... aku memang kacau, kamu ngga pantas ikut menanggung ini. You deserve the world and all I give you is pain and sorrows.” Buru-buru Radi ajak suaminya angkat muka, dia beri gelengan ribut tanda ngga setuju. Perih banget lihat Jaka kayak gini lagi setelah mereka harusnya memulai hidup tenang bersama buah hati. “Ngga, Mas ... ngga apa, ya? Semuanya baik-baik aja.” Rahang tegas Jaka dirangkumnya, sang mesa hapus jejak air mata yang masih terus mengaliri pipi suaminya walau dia sendiri juga nangis.

[3] The Mahadhi's | ft. NoRen - NaHyuck (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang