44; Coba-coba

3.4K 283 111
                                    

Detikan jam jadi satu-satunya suara yang mengisi keheningan kamar itu. Tempat Jaka kini duduk diam di ujung kasur, memikirkan harus apa dia setelah ini ketika nanti Radi keluar dari kamar mandi. Sang wrisaba hela napas, rebahkan punggung sebentar sambil tatap plafon langit-langit. Kalau boleh jujur, habis serangkaian kejadian hari ini, dia lagi capek banget dan nggak ada keinginan buat berhubungan intim sama sekali. Masalahnya, Radi itu jarang minta duluan, terlebih belakangan anaknya juga jadi makin rewel gara-gara hamil, gimana coba cara Jaka mau nolaknya?

“Nanti gue salah omong, dikira selingkuh lagi kayak tadi.” Desah napasnya berat, Jaka tutupi mata pakai satu lengan. Istrinya lama juga nggak selesai-selesai, dia malah kepikiran. Mana Radi perutnya udah gede, kalau ngapa-ngapain jadi butuh dibantu, bahkan sekadar ngiket tali sepatu aja tangannya nggak bakal sampai tanpa harus ngos-ngosan dulu.

Dengan kondisi kayak gitu, hebat juga si aries berani ngajak intercourse duluan. Biasanya pas Jaka needy terus minta jatah bakal diomelin dulu; dikatain nggak kasian sama dia yang napas aja susah, dan gimana bayi-bayi mereka bikin beban tambahan ke tulang, jadi buat gerak terlalu capek.

Mikirin ini semua berujung pada Jaka yang balik duduk, udah mau nyusulin sang istri karena overthinking buruknya kembali hadir. Tapi syukurlah nggak perlu begitu, soalnya Radi muncul dari ambang pintu sebelum Jaka sempat berdiri. Anak itu lagi-lagi keluar cuma kenakan kemeja longgar dan celana pendek yang tingginya udah kayak harapan orang tua—ketutupan kemeja jadi kayak nggak pakai apa-apa.

Jaka nggak ingat rambut istrinya diikat pakai jepitan, soalnya dia sendiri yang kuncirin bermodal karet tadi. Kapan gantinya, deh? Yah, apa pun itu, Radi tetep kelihatan cantik. Padahal banyak orang bilang kalau lagi hamil bakal susah merawat diri, malah ada yang bilang juga bisa jadi burik, tapi istrinya ini jauh dari kata itu ... Radi indah banget. Auranya beda, cerah dan fresh terus.

Tapi tetep aja, malam ini Jaka lagi nggak minat buat gituan. Dia sebatas ekori pandang langkah sang istri yang mendekat, “Mas,” dan senyum waktu Radi panggil. Nggak terlalu jauh jaraknya pintu ke kasur mereka, jadi sekarang sang tali jantung udah tepat berdiri di hadapannya. Dominan ini biarin si cantik tangkup rahangnya, sementara dia juga merengkuh pinggang Radi mendekat. Kedua pasang mata saling tatap, Jaka dapat belaian halus di rambutnya dari ruas jemari lentik sang istri.

“Kamu udah mau jadi bapak, Mas.” Lisan sang mesa, ada syukur yang kentara dari nada di tiap kata-kata maupun tatapannya ke Jaka. Hal itu mengundang senyum di bibir si dominan, “Dan kamu udah jadi ibu, Dek.” Tuturannya bikin Radi bingung. Anak itu taut alis penuh tanya, tapi Jaka lekas bawa kedua tangan si cantik untuk sentuh perut buncitnya. “Si kembar memang belum lahir, tapi peranmu sebagai ibu dimulai sejak mereka hadir di sini, Sayang.”

Radi diam, ngebiarin suaminya lanjut bicara. “Lebih dari aku yang belum banyak bisa mengisi peran bapak, kamu ibu yang tumbuh bersama mereka sejak hari pertama.” Jaka kembali raih dan satukan telapak Radi dalam genggam, lantas diciumnya punggung tangan halus itu.

“Aku tau kelak mereka pasti sayang banget sama kamu, Ra.” Senyum tipis terulas, Radi angkat dagu suaminya supaya berhadap. “Sayang kamu juga, Mas. Mereka anak-anak kita, bukan cuma anakku.” Jaka ketawa, mengangguki ucapan istrinya. Sebuah tawa tulus sampai kedua mata tenggelam dalam sabit. Tepat di detik keempat gelak bahagia itu mengudara, Jaka terima paut bibir yang istrinya mulai.

“Beruntungnya aku,” Tutur sang mesa di sela ciuman yang masih terus berlanjut, “... jadi seseorang yang kamu pilih untuk melahirkan anak-anakmu.” Tangan Radi nggak lagi diam di rahang Jaka, melainkan naik main-main ke cuping telinga. Anak itu berusaha maju, agak susah karena ketahan perut, tapi cukup buat mendorong suaminya mundur.

[3] The Mahadhi's | ft. NoRen - NaHyuck (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang