1. Lara Dalam Aksara

176 15 3
                                    

Happy reading!


Pagi itu, suasana hening melingkupi ruang makan. Yah sebenarnya tidak ada perbedaan dengan hari-hari kemarin. Pagi-pagi buta begini hanya ada dentingan piring dan sendok yang beradu mengalunkan nada tidak padu yang sesekali terdengar.

"Marko, nanti setelah kuliah kamu papa jemput. Nanti temani papa dan mama untuk pergi ke pernikahan kolega papa." Ajak Jayantaka sepihak tanpa menunggu jawaban Marko.

Sedangkan yang diajak hanya bisa mengangguk pasrah. Sang kepala keluarga tidak suka ditolak.

"Janggala nggak diajak?" Tanya Marko.

"Oh bo-"

"Tidak perlu. Biar dia diam dirumah dan belajar. Nanti jika dia ikut nilainya pasti turun karena melewatkan belajar." Belum sempat Jayantaka menyelesaikan ucapannya, Isabella sudah memotong omongan sang suami.

Janggala, yang menjadi objek pembicaraan hanya diam sembari melanjutkan sarapannya. Ia sudah terbiasa diperlukan seperti ini. Ia sudah tidak lagi iri dengan sang kakak yang selalu diajak kemanapun bunda dan suaminya pergi.

Marko merotasikan bola matanya malas.

Plakk

"Akh!"

"Sesekali ngelak dong kalau disuruh! Nurut terus kaya orang tolol!" Sentak Marko setelah memukul kepala bagian belakang Janggala. Sedangkan yang menjadi korban hanya bisa meringis merasakan kepalanya berdenyut karena tamparan Marko tidak main-main.

"MARKO! Kamu ini bukannya mengajari adikmu menjadi anak baik-baik malah justru mengajari yang sebaliknya." Bentak Isabella. Wajah wanita 45 tahun itu memerah karena menahan emosi.

Tranggg

Suara sendok yang dilempar terdengar menggema memenuhi ruangan yang sebelumnya sunyi. Marko baru saja membuang sendok yang ia gunakan untuk melampiaskan emosinya.

"KURANG BAIK APA JANGGALA SELAMA INI? Semuanya udah dia lakuin cuma untuk memenuhi ambisi tante yang nggak pernah ada habisnya!" Jawab Marko sinis.

Isabella tersentak, air mata mulai memenuhi pelupuk matanya. Ia tidak mengira Marko akan membentaknya.

"Sudah cukup! Pagi-pagi buta begini bukannya berusaha untuk mencerahkan suasana malah memperkeruh. Marko, berangkat sekolah sekarang! Tidak usah melanjutkan sarapan. Anak tidak sopan! Janggala juga, berhenti makan." Putus Jaya mutlak, sang kepala keluarga sudah tidak tahan dengan keadaan seperti ini.

Janggala menghela nafas dan mengangguk. Jujur ia masih lapar, tapi ia tidak bisa membantah ucapan ayah tirinya. Karena sejak dulu sudah ditetapkan aturan jika kakaknya menanggung hukuman ia juga harus ikut merasakannya. Tapi jika ia yang salah, kakaknya tidak mendapat hukuman apapun. Tidak adil bukan? Itu yang dirasakan Janggala selama ini. Tapi lagi-lagi, ia bisa apa? Kekuasaan di rumah ini ada di tangan Isabella dan Jaya.

~o0o~


Brmm brmm....

Deru knalpot motor menggema saat suara kasar itu memantul tembok garasi. Marko baru saja menstarter motor modifikasinya tatkala ia melihat Janggala tengah mencoba memompa ban motornya yang terlihat sangat kempes.

"Motor lu kenapa?" Tanya Marko, pemuda 18 tahun itu membiarkan mesin motornya tetap menyala lalu mendekati Janggala.

Janggala mendongak, "Bannya kempes. Udah waktunya ganti ban luar juga."

Marko berdecak, "Yaudah ganti aja. Ga usah kayak orang susah deh. Lagak lu kayak orang ga punya duit aja."

"Ganti ban kan ga murah kak, lagian uangku udah habis buat bayar studi tur kemarin."

Janggala Ingin Pulang [Park Jisung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang