4. Torehan Rasa (Major Janggala & Wendy)

176 15 2
                                    

Happy reading

Semilir angin membelai lembut pipi tirus pemuda bernama Janggala. Sejuknya oksigen mengalir dengan teratur dari hasil fotosintesis pohon besar yang berada dibelakangnya. Seolah tak terganggu dengan berisiknya dedaunan yang bergemerisik, Janggala tetap meneruskan kegiatannya menorehkan noda pada sketchbook nya. Dengan lihai jemari panjang itu bergerak membentuk garis-garis abstrak yang tidak beraturan di awal, namun semakin lama gambar itu terlihat semakin jelas.

Gambar seorang wanita cantik dengan rambut panjangnya yang tergerai apik.

"Cantik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cantik." Puji Janggala entah pada gambarnya atau pada paras ayu wanita yang menjadi panutannya selama ini.

"Siapa tuh cantik banget?" Janggala terlonjak kecil dari duduknya saat mendengar suara seorang gadis berbicara tepat di sebelah telinganya. Seingatnya tadi ia duduk sendirian.

"Itu siapa?" Tanya gadis itu lagi saat merasa Janggala tidak menjawab pertanyaannya. Ah, ternyata Wendy.

"I-ini bundaku." Jawab Janggala tergagap, ia masih teringat akan kejadian saat itu. Takut-takut jika Wendy lepas kendali dan memukul hidungnya lagi.

Wendy ber-oh ria lalu mendudukkan dirinya disebelah kanan Janggala tanpa izin. "Umur berapa tuh? Cantik banget. Masih kayak anak kuliahan." Puji Wendy jujur.

Janggala terkekeh, ia pun mengakui jika kecantikan bundanya memang tidak lekang dimakan usia, "Beliau memang awet muda, umurnya sekarang sudah 45." Jawab Janggala bangga.

Wendy mengangguk mengerti, "Seumuran sama ibu gue, cuma bedanya ibu gue mukanya ga ramah. Galak banget. Beda sama bunda lu."

Janggala tersenyum kecil mendengar penuturan Wendy. Secara tidak langsung berarti gadis itu mengatakan bundanya tidak galak?

"Tapi dari cara bicara ibumu kemarin, beliau orangnya lemah lembut."

Wendy tertawa canggung, "Emang orangnya lembut sih, kemarin marah-marah soalnya emang guenya yang cari-cari masalah. Makin lama kesabarannya makin abis deh." Jawabnya diakhiri senyuman.

Janggala hanya bisa menggelengkan kepalanya, gadis itu benar-benar barbar. Jarang-jarang ia bertemu gadis berandalan seperti Wendy.

Sudah baju tidak dimasukkan, sepatu juga bukan sepatu hitam. Sepertinya itu sepatu putih yang disemprot cat pylox. Di beberapa tempat ada bekas pylox yang mulai memudar karena sudah terlalu lama tidak di retouch.

"Tumben gak di kelas? Lagi minat bolos?" Tanya Wendy sembari melihat arloji yang ada di tangan kirinya.

"Gurunya rapat." Jawab Janggala sekenanya. Lalu pemuda itu melanjutkan menambah detil pada gambarannya.

Hampir 5 menit keduanya berdiam diri, sibuk dengan isi kepala masing-masing. Hingga pada akhirnya Wendy yang tidak betah dengan suasana sepi seperti itu kembali membuka suara.

Janggala Ingin Pulang [Park Jisung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang