Happy Reading
Janggala mengerjabkan matanya perlahan. Kelopak matanya terasa nyeri akibat pukulan Riko yang tidak main-main. Ditambah kakinya yang masih belum sembuh total harus menerima tendangan dari Haidar, membuat ia tidak mampu untuk menahan kesadarannya. Sepertinya ia pingsan dan seseorang membawanya ke UKS sekolah.
Entah sudah berapa lama Janggala berada disana. Ia merasa tubuhnya masih belum membaik. Kakinya masih terasa nyeri jika ia gerakkan, dan bibirnya yang terluka terasa perih karena terantuk giginya saat Riko memukulnya tadi.
Kini jam menunjukkan pukul 16.46, sepertinya ia pingsan sangat lama. Seingatnya ia kembali ke kelas sebelum pukul 14.00 dan sekarang sudah hampir pukul 17.00? Ayolah, 14 menit lagi gerbang akan ditutup. Jika sampai pukul 17.00 ia belum keluar dari sekolah maka ia harus menginap di sekolah sampai besok pagi. Janggala tidak mau itu terjadi.
Dengan terburu-buru ia turun dari brankar UKS, mengabaikan rasa sakit di sekujur tubuhnya terutama di bagian kakinya yang patah. Beruntung ada orang baik yang membawakan kruk dan tasnya ke UKS, jadi ia bisa langsung pulang tanpa harus naik ke kelasnya untuk mengambil dua barang itu.
Dengan menahan rasa sakit, Janggala berusaha berjalan agak cepat. Itupun masih terhitung lambat bagi ia yang terbiasa berjalan cepat. Setelah hampir 10 menit berjalan akhirnya ia bisa keluar dari lingkungan sekolah. Beruntungnya ia bisa keluar sebelum gerbang ditutup.
Keringatnya bercucuran mengaliri pelipisnya. Tidak ia sangka berjalan dengan satu kaki se melelahkan ini.
Setelah tiba di halte sekolah, Janggala menghela nafas lelah. Jam sudah menunjukkan pukul 5. Artinya sudah tidak ada lagi bus umum yang beroperasi.
"Ya Tuhan, kalau terlambat pulang bunda pasti marah lagi." Batin Janggala khawatir.
Lantas remaja itu merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel pintarnya. Niatnya ia akan memesan taksi obline. Namun kesialannya bertambah saat menyadari jika baterai ponsel pintarnya habis. Benda persegi panjang itu benar-benar mati total.
Janggala mengusap wajahnya frustasi. Ia tidak punya pilihan selain berjalan kaki sampai ke terminal bus yang jaraknya hampir 3 kilometer dari sekolahnya.
~o0o~
Dengan langkah ragu Janggala berjalan menuju ke kamarnya di lantai 2. Kaki dan kruknya ia gerakkan sepelan mungkin karena tidak ingin menimbulkan suara. Namun sepertinya memang hari ini adalah hari sialnya. Baru saja ia menapak pada anak tangga ke-enam, suara heels bundanya sudah terdengar nyaring di telinganya.
"Bagus, jam segini baru pulang. Mau jadi apa kamu hah?!" Sentak Isabella yang berada di bawah tangga. "Turun!" titahnya.
Janggala menggigit bibirnya, keringat dingin pun tak terelakkan lagi. Dengan perlahan ia kembali turun.
"Lelet!"
Suara tamparan menggema di kepala Janggala. Tamparan penuh tenaga itu tak ayal membuat telinganya berdenging hingga keseimbangannya terganggu. Beruntungnya ia masih kuat menopang tubuh jangkungnya.
"Sudah pinter berantem ya sekarang?!" Sarkas Isabella. Senyuman sinis itu menghiasi wajah ayunya saat ia dengan tega mencengkeram kedua pipi lebam Janggala.
Janggala meringis, pipinya terasa perih. Apalagi luka sisa kecelakaan beberapa waktu lalu pun belum sepenuhnya sembuh. Rasa sakitnya bertambah dua kali lipat hingga membuatnya mengeluh. "Sakit bunda." keluhnya lirih.
"Apa Janggala? Sakit? SAKIT JANGGALA?!" Tanya Isabella dengan nada yang kian meninggi. "Baru bunda giniin kamu bilang sakit?! Terus tadi kamu berantem ga sakit hah?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Janggala Ingin Pulang [Park Jisung]
Fanfiction"Dunia itu tidak pernah adil. Anak semanis ini harus menanggung tuntutan seberat itu. Apa salahnya? Bahkan dia tidak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia fana ini. Kamu yang memintanya untuk hadir." "Aku tidak pernah menginginkan anak cacat sepe...