5. Celaka

87 15 8
                                    

Happy Reading

Gadis berambut pendek itu duduk termenung didepan jendela kamarnya. Membuat indahnya sinar rembulan menerpa wajah ayunya. Pikirannya berkelana, mengingat interaksinya dengan Janggala tadi membuatnya tidak mengantuk walau kini jarum pendek sudah menunjuk ke angka 2. Ia harusnya belajar, namun buku-buku pelajaran yang ada didepannya tidak menarik sama sekali.

Ia mengusap wajahnya kasar. Ia bertanya-tanya mengapa Janggala sebegitu peduli padanya padahal dulu ia pernah memukul pemuda itu hingga mimisan.

"Dia gak punya rasa dendam apa gimana dah? Gila aja, udah kena tonjok tapi ga marah-marah." gumam Wendy yang masih tidak mengerti dengan Janggala.

Suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuyarkan kebingungan Wendy. Gadis dengan rambut pendek itu menoleh, didepan pintunya ternyata sang ayah sedang tersenyum dengan lesung pipi yang terlihat dalam.

"Nata ndak tidur?" Tanya seorang pria dengan suara beratnya. Kebetulan Nata adalah panggilan kesayangan Wendy dirumah. Pria jangkung dengan bahu lebar itu lantas berjalan mendekat kearah meja belajar Wendy, hendak melihat apa yang dikerjakan oleh putri sematawayangnya.

"Hehe belum pak, nggak bisa tidur." Jawab gadis itu jujur sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.

Pria itu menatap Wendy bingung sebelum mendudukkan dirinya di kasur, "Tengah malam begini kamu mau ngapain?"

"Tadi sebenernya mau belajar. Tapi Nata nggak bisa fokus. Akhirnya jadi gini deh." Tutur Wendy jujur.

Pria paruh baya itu terkekeh mendengar jawaban anak semata wayangnya, lantas mengusap surai tebal yang ia turunkan. "Kamu mikir opo to nduk? Mikirin biaya sekolah lagi? Itu biar jadi urusan bapak sama ibu. Kamu ndak usah ikutan pusing, tugasmu belajar aja yang serius."

Wendy menggeleng ribut, tidak setuju dengan tebakan bapak. "Bukan pak, Nata mikirin temen Nata."

Alis tebal pria paruh baya itu mengernyit, diikuti dengan dahinya yang berkerut. "Memang temanmu kenapa? Sampai segitunya kamu mikirin dia." tanya bapak Wendy yang dikenal dengan nama Chandra.

Wendy menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal, ia agak sangsi menceritakan tentang Janggala. Ia takut bapaknya mengomel karena menyadari Janggala adalah orang yang ia hantam beberapa hari yang lalu.

"Kok malah garuk-garuk to nduk?" Tanya Chandra heran.

"Anu pak...."

"Opo to nduk?"

Wendy menggigit bibir bawahnya gugup, sifat pemberaninya tiba-tiba saja lenyap. "Duh, jadi gini pak. Kemarin Nata kan sempat salah paham sama temen Nata. Tapi herannya dia bisa semudah itu maafin Nata pak. Malah tadi dia beliin Nata makan siang." Jelas Wendy dengan suara lirih.

Mendengar kata salah paham membuat Chandra seketika mengingat kejadian satu minggu yang lalu dimana sang istri dipanggil ke sekolah untuk menghadap guru kesiswaan. "Dia anak yang kamu tonjok tah nduk?"

Dengan ragu Wendy mengangguk.

Tidak seperti bayangannya tadi, Chandra justru tidak marah-marah. Pria itu menghela nafas panjang, lantas mengusap rambut halus Wendy. "Kamu tau nduk, dia itu bukannya gampang maafin kamu. Tapi dia mencoba buat menahan egonya dan maafin kamu. Dia laki-laki lho nduk, gampang buat dia mukul balik kamu. Tapi dia ndak lakuin itu toh? Karena dia bisa menahan diri. Coba orang lain, bapak ndak bisa bayangin kamu ditonjok balik sama laki-laki. Hancur pasti mukamu.

Janggala Ingin Pulang [Park Jisung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang