SA - BAB 11 : Menghilang

615 102 22
                                    

2016

Hari itu hari Senin, Amar yang memiliki postur tubuh tinggi selalu di tempatkan di depan kalau upacara, tapi kali ini ia akting sakit perut demi bisa berada di bawah pohon mangga di belakang.

Ia ingin melihat kalau upacara seperti ini, Wanda berada di barisan berapa? karena jujur ia tidak tahu, soalnya Dewi—ketua kelasnya selalu melarangnya untuk ke belakang karena tubuh tingginya, untunglah perempuan itu tidak ada karena sedang ikut paskibra, Amar heran, kok bisa-bisanya ada orang yang ingin panas-panasan secara suka rela?

Ia lebih memilih rebahan dibandingkan latihan panas-panasan, hanya mendapat kulit hitam saja, pulangnya.

Amar mengkerutkan keningnya kala melihat barisan sepuluh lima dan tidak menemukan Wanda berdiri, di barisan belakang maupun depan.

Ia mencoba menyipitkan matanya, mengamati satu persatu.

ISTIRAHAT DI TEMPAT GERAK!

Amar mengangkat tangannya untuk hormat.

Wawan yang berada di belakangnya menendang tulang kering Amar.

"Lo ngapa hormat, pekok?! Istirahat di tempat, goblo." Ucap Wawan sambil menahan tawanya.

Amar yang meringis kesakitan seketika menurunkan tangannya, ia hampir menjerit tadi, untung bisa menahan dirinya, ia segera mengistirahatkan badannya.

"Kenapasih, lo? Cari siapa?" bisik Wawan dari belakang.

"Wanda."

"Kenapa sama Wanda? Naksir lo?"

Amar hanya bergumam tidak jelas membuat Wawan melotot lalu memajukan badannya, "Serius?"

"Iya. Apasih, jangan dempet-dempet, gue masih normal."

"Anak babi." umpat Wawan lalu memperbaiki posisinya.

Amar melirik barisan kelas Wanda sekali lagi, dan benar perempuan itu tidak ada.

Apa Wanda sakit?

Apa Wanda tidak ke sekolah?

"Wan." Panggil Amar dengan pandangan masih ke arah depan.

"Ape?"

"Lo pura-pura pingsan, gih. Biar gue angkat."

"Apaan, gak usah ngaco." Wawan merinding.

Amar mendengus, ia ingin mengecek di UKS siapa tau Wanda lagi sakit dan istirahat di sana.

"Cepetan, Wan."

"Gue gak mau!"

Amar berbalik, merangkul Wawan lalu berjalan ke arah petugas PMR.

"Kak, temen saya mau pingsan." ucap Amar, Wawan yang jadi korban hanya melotot dan berpura-pura berlagak ingin pingsan.

AMAR BEGO! Umpat Wawan dalam hati.

"Yaudah sini, biar saya yang anterin." ucap pengurus PMR itu.

Amar menggeleng, "Gak kak, dia kadang kesetrum kalau di pegang orang gak di kenal."

FITNAH MACAM APA ITU??? batin Wawan.

"Terus gimana dong?" Panik pengurus PMR itu kala Wawan berdiri dengan oleng, Wawan harus kelihatan seperti ingin pingsan supaya tidak di kira menipu walau harga dirinya di pertaruhkan di sini.

"Biar saya saja yang bawa ke UKS kak, gak papa kan?"

"Yaudah, tapi mesti balik lagi upacara."

Secret Admirer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang