Bagian 10. Luka Paling Dalam

207 23 8
                                    

"Kalau saya gak bisa usir kamu secara halus, maka jangan salahkan saya bila saya menggunakan kekerasan!"

Soraya, wanita itu bukannya takut malah tertawa. "Kamu belum berubah juga ternyata. Masih menyikapi semua masalah dengan emosi, sama dengan menciptakan masalah baru."

"Saya gak peduli. Saya bilang keluar, Nadine!"

"Saya akan keluar setelah saya bertemu—"

"GAK ADA YANG PERLU KAMU TEMUI! KELUAR SAYA BILANG!"

Soraya berhasil. Roy Danadyaksa, lelaki anggota DPR itu mulai terpancing emosinya. Biasanya, Roy itu akan lemah jika sedang marah. Lelaki itu tak bisa berpikir jernih ketika tengah kalut juga ketakutan. Seperti saat dulu, saat Roy mengusirnya. Roy, mengambil keputusan yang salah.

"Kamu takut, saya tahu itu! Tenang, saya belum berniat mengambil dia dari kamu. Saya hanya ingin melihat dia, dan memastikan dia baik-baik saja. Itu saja," ungkapnya.

Roy terkekeh, "rupanya kamu gak takut sama gertakan saya? Saya gak main-main dengan ucapan saya! Kamu, bawa wanita ini keluar kalau kamu gak mau lihat dia terluka karena ulah saya!"

Kini berbalik, Soraya yang terkekeh ringan. Hanya sebentar, sebelum raut anggunya berubah jadi datar. Wanita itu menunjuk pada foto yang terpajang dekat tangga. Dengan seksama, semua pasang mata yang ada di sana mengikuti arah telunjuk Soraya berada.

"Anak itu, putra siapa dia?"

Kala melihat Roy yang menggepalkan kedua tangannya. Wajah Roy yang tadi tampak geram kini berganti dengan kemarahan.

"Putraku!"

Soraya mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali. Setuju dengan fakta yang disampaikan Roy barusan.

"Apa gak ada kemungkinan, dia juga putraku?"

Monica dan Syafa adalah yang paling terkejut dari semua.

'Ya jelas, lah. Kamu belum menikah Soraya! Mana bisa punya anak?!' batin Monica mengolok-olok.

'Gimana mungkin Zaffa anaknya Nadine Soraya, orang jelas-jelas Nadine Soraya, kan, belum menikah?!' batin Syafa.

'Atau jangan-jangan?!' batin keduanya, Monica dan Syafa.

Kedua ibu dan anak itu saling berpandangan. Seolah mentransfer apa yang tengah keduanya pikirkan. Kemudian keduanya menggeleng bersamaan. Entah apa maksud keduanya, tapi yang pasti mereka berhenti tepat setelah Roy membuka tawanya.

"Dia putraku dan Karina. Dia terlahir dari perkawinan yang sah! Dia ... Bukan anak haram, Nadine!"

Mata Soraya yang memerah menyadarkan Kala bahwa wanita itu tidak baik-baik saja saat ini. "Ray," panggilnya pelan.

"Papa?"

Suara dari arah pintu menyadarkan kelima orang dewasa di sana. Semua tampak menolehkan pandangnya ke arah yang sama, pintu utama.

Anak itu, anak yang ada dalam foto keluarga Roy. Anak yang Roy bilang putranya dengan Karina, Istri pertama Roy Danadyaksa. Lalu, bisakah Soraya percaya? Belum usai tanyanya terjawab, pandangan Soraya justru terkunci pada seorang anak di belakang Zaffa. Anak itu, Soraya mengingatnya. Seorang siswa yang menghina Sabrina, seorang model yang pernah bermain peran menjadi putrinya.

Pertanyaan kenapa dia ada di sini juga menjadi pertanyaan kedua dari Soraya. Apa hubungan anak itu dengan putranya Roy dan Karina?

"Dega?"

Dengan sekejap, semua mata beralih pada Kala di sana.

Perubahan sikap Roy menjadi yang paling kentara dari semua. Usai Kala mengucap nama anak pembantunya, perasaan gelisah langsung menyerangnya.

GEMA MEMBIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang