Bismillahirrahmanirrahim. Selamat membaca
💌💌💌
Parade senja sudah dimulai sejak sepuluh menit yang lalu. Selesai mengabadikan sandyakala yang merekah indah di dalam ingatannya. Gadis dengan baju kurung sepanjang lutut serta sarung bercorak aksara Jawa itu pun gegas beranjak mengingat waktunya sudah habis dan harus segera kembali ke pesantren yang ia tempati selama ini.
Sepeda tua yang ia tunggangi dipaksa bergerak cepat seiring kakinya memutar pedal dengan tergesa-gesa. Sehingga suara nyaring dari rangka besi yang sudah menua termakan usia itu berbunyi nyaring.
"Astaghfirullah! Hampir aja nabrak penjual bakso." Aira menghentikan laju sepeda itu sejenak. Menarik napas karena ia hampir bertabrakan dengan gerobak penjual bakso. Dilihatnya keranjang sepeda yang sudah karatan itu. Beberapa belanjaan titipan teman-teman dan satu pack kertas origami masih aman di tempat.
Ia harus cepat-cepat sampai ke pesantren meskipun pengajian sore di hari Jumat libur. Namun, akan diganti dengan pengajian umum yang langsung diampu oleh Kyai Zamzami sendiri. Pengasuh sekaligus pendiri pondok pesantren putri Syifaul Qolbi.
Karena hari ini mendapat udzur atau masa menstruasi jadi, Aira bisa izin untuk keluar sebentar membeli beberapa kebutuhan yang memang tidak disediakan di kopsis pesantren. Sekalian ia mampir ke area sawah milik warga hanya untuk menyaksikan parade senja yang kian memanjakan mata serta menambah rasa syukurnya kepada Allah berkat kenikmatan yang ia peroleh meskipun hanya sebentar itu.
Sejurus kemudian, mata sebulat rembulan purnama itu melebar. Menyaksikan sosok yang tak jauh darinya tengah berada di depan pesantren putra Syifaul Qolbi.
Tentu saja hatinya tidak bisa baik-baik saja. Apalagi raut wajah yang berubah memerah meskipun sosok laki-laki berkoko marun itu tak menyadari keberadaannya.
"Bisa gawat. Bisa gawat kalau nggak cepet sampai pondok putri." Semakin mempercepat laju sepeda berwarna merah yang sudah memudar, Aira semakin tak bisa mengendalikan laju kecepatannya. Ah, kini ia mencoba cuek dan masa bodoh walaupun ia rasa sedang menjadi pusat perhatian beberapa pengurus putra yang ada di seberangnya.
Sungguh, malu sekali rasanya. Apalagi ia sempat menoleh sebentar melihat ke arah Ustaz Fadly yang sialnya kebetulan sekali laki-laki itu sedang memperhatikan dirinya. Oh, tidak. Lebih tepatnya seperti khawatir dengan laju kecepatan sepeda yang ditumpangi oleh Aira itu tanpa segan menabrak pagar pesantren putri.
"Astagfirullah! Hati-hati, Ra!" seloroh seseorang dari dalam ruang panggilan santri putri. Kebetulan temannya sendiri yang sedang ada jadwal berjaga di pos 1.
"Pfft, pasti habis ketemu Ustaz Fadly?" Aira mendelik begitu Ana bisa menebak apa latar belakang yang membuatnya grogi dan hilang kendali tadi.
"Kok ngerti?" Ana mendengkus. Mengambil alih sepeda renta itu yang keranjangnya mulai bengkok sebab menghantam pagar.
"Wajahmu! Merah! Ketara banget. Udah hafal aku siapa yang bisa bikin kamu kayak gini." Perempuan dengan jilbab yang dimodel polos seadanya itu kemudian menyengir. Beruntung tidak ada luka yang ia dapat.
Setelah mengambil belanjaannya. Ia langsung bergegas ke kamar yang berada di lantai dua. Aira bergerak cepat karena pengurus penertiban dan keamanan sudah berkoar-koar untuk meminta mereka datang ke serambi masjid. Karena pengajian Kyai Zamzami akan segera dimulai.
"Keysa—"
"Yah, udah berangkat dia." Tentu saja ia harus mengganti pakaiannya dulu sebelum mengikuti pengajian umum. Selagi ia memilih baju dengan gerak kesit, bayangan Ustadz Fadly yang sempat bersitatap dengannya tadi kembali berkelindan. Menimbulkan gelenyar yang tak aneh lagi di dalam hati tiap ia bertemu dengan Ustaz Fadly. Ia berusaha menyembunyikan senyum, tapi sulit. Sambil membubuhkan celak di garis matanya, senyum yang tertahan itu rupanya tak bisa dibendung lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORIGAMI CINTA
RomanceSetinggi tembok peraturan di penjara suci Syifaul Qolbi, setinggi itu pula rasa cinta yang Aira Falikha tanamkan untuk Ustadz Fadly. Lelaki penuh wibawa dan pemilik tatapan seteduh telaga yang kerap digandrungi oleh santri-santri senior bahkan putri...