💌Debar tak biasa💌

156 39 17
                                    




Bismillahirrahmanirrahim selamat membaca.


💌💌💌

Keheningan masih menyelimuti Aira berkat kedatangan Ustaz Fadly yang tak pernah ia duga. Segala macam cuitan hingga deheman ringan kini perlahan mengisi kekosongan yang sempat terjadi beberapa saat. Tentu saja, suara-suara itu ditujukan untuk Aira yang masih bingung bagaimana mengendalikan diri tanpa harus bersikap heboh karena sosok yang belum beranjak juga dari ambang pintu kelasnya.

Bagaimana tidak gemetar tubuhnya, apalagi saat ia menemukan netra milik Ustaz Fadly menatap ke arahnya walaupun hanya beberapa detik saja.

"Siapa ustazahnya?" Bukan tanpa alasan mengapa kelas mereka bisa sampai didatangi oleh Ustaz Fadly yang notabene-nya beliau merupakan wakil anggota penertiban santri bagian pusat. Atau mereka lebih sering menyebutnya sebagai OPS. Karena mereka sejak tadi ribut dan ramai di saat jam belajar sudah dimulai, tak salah jika Ustaz Fadly menilik sebentar untuk memastikan apa yang terjadi.

Masih bungkam seribu bahasa, seisi kelas itu lebih memilih sibuk memperhatikan kerapian seragam juga khawatir jika Ustaz Fadly akan melakukan razia secara tiba-tiba.

"Jawab, Ra!" Dari belakang, Rosida menyenggol pundak Aira sembari berbisik. Sementara dirinya justru mendadak hanya bisa mematung sambil menatap polos ke arah laki-laki itu.

"Kamu yang jawab aja, Aira." Kali ini suara Ning Ridha yang menyuruhnya. Seolah menuntut dirinya agar bisa berkomunikasi dengan Ustaz Fadly secara langsung.

Bagaimana bisa berbicara, jika hanya dengan melihat sorot teduh sekaligus tegas itu sudah sukses melumpuhkan semua persendiannya. Aira kini melirik ke arah Keysa dengan melas, berharap teman dekatnya itu tidak perlu ikut menyetujui apa yang diperintahkan oleh Rosida dan Ning Ridha.

Diluar dugaan, justru Keysa tanpa ragu-ragu mendorong sedikit pelan tubuh Aira agar lebih dekat dengan pintu kelas. Di mana Ustaz Fadly masih berdiri di sana seraya bersedekap.

"Pelajarannya apa? Dan pengampunya siapa?" Suara itu kembali menginterupsi. Aira lekas mengambil sikap sedikit menunduk meskipun hatinya makin kuat bertalu-talu.

Setenang inikah suara Ustaz Fadly? Bagaimana bisa aku menjawab jika berdiri di dekatnya saja sudah tak sanggup menarik napas dengan baik? Jika setelah ini aku tak sadarkan diri. Maka semua teman-teman harus bertanggung jawab. Huh!

"I-itu pelajarannya ... em. Apa Ustaz juga tau apa pelajarannya hari ini?"

Sial. Bodoh. Tulalit.

Aira seketika membolakan mata begitu menyadari jika separuh akal sehatnya tersedot entah kemana. Ia langsung menoleh ke arah teman-teman yang kurang ajar sekali malah sedang menertawai dirinya diam-diam.

Begitupun dengan Ustaz Fadly yang sengaja menoleh ke arah lain sebab tak ingin menampilkan senyum juga tawa yang sungguh tak patut dikeluarkan untuk menertawai sesuatu hal yang tidak lucu baginya.

Laki-laki yang masih setia berdiri di ambang pintu itu kemudian melirik pada arloji di pergelangan tangannya.

"Jadi masih nggak ingat apa pelajaran hari ini?" tanya Ustaz Fadly memecah keheningan.

Sementara Aira sejak tadi sudah berpikir keras, menggali ingatannya demi menemukan jadwal pelajaran hari ini. Entah, mengapa bisa sedemikian kuat cinta bisa merubahnya menjadi gila dan hilang separuh akalnya.

"Sebentar." Aira berucap lirih. Ia beranjak beberapa langkah lalu mengambil buku pelajaran yang ada di mejanya. Tangan yang sudah mulai tremor itu pada akhirnya membuat beberapa origami buatan Aira yang selalu ada di setiap buku pelajaran akhirnya jatuh berserakan.

ORIGAMI CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang