💌 Putri Senja 💌

194 26 5
                                    




Bismillahirrahmanirrahim.
Selamat membaca


💌💌💌

"Untuk karya kategori kaligrafi, bisa kamu sisihkan dulu, Ra. Nanti biar Mbak Naura yang seleksi."

"Oh ya. Kalau kamu rasa ada karya cerbung atau cerpen yang layak masuk mading pusat. Bisa langsung kamu pilih aja. Tidak usah tanya aku dulu. Karena kamu masuk divisi karya sastra." Sebelum menimpali ucapan Mbak Bida selaku ketua mading putri, Aira menegakkan tubuhnya dari setengah tengkurap. "Kalau aku salah pilih gimana, Mbak? Misal nanti tidak sesuai sama kriteria semua pengurus mading gimana?" 

"Aku percaya sama kamu, Ra. Makannya aku juga nggak salah milih kamu jadi salah satu anggota mading." Senyum Mbak Bida terukulum singkat. Aira semakin percaya diri mendapat penjelasan tersebut. Setelah cukup lama berkutat memilih karya. Ia juga turut menyempilkan cerbung barunya dalam daftar karya yang terseleksi. 

Seperti yang tadi Mbak Bida bilang, Aira bisa menyeleksi karya mana saja yang patut untuk minggu ini tampil di mading pusat. Termasuk miliknya sendiri. Dan itu artinya semua santri putra dan putri hingga seluruh warga pesantren Syifaul Qolbi bisa membaca hasil dari karya para santri. 

Aira tak khawatir identitasnya diketahui karena ia selalu menggunakan nama pena untuk setiap cerbung ataupun cerpen yang ia buat. Genre yang paling ia sukai tentu saja tidak jauh dari religi romance. Pernah ia mencoba membuat cerita horor. Namun, rupanya malam hari setelah tulisannya itu selesai ia seperti merasa dihantui oleh dedemit yang ia gambarkan dalam karyanya. Setelah itulah sampai saat ini Aira masih belum cukup berani untuk menulis genre horor dan sejenisnya. 

"Assalamualaikum. Maaf ya telat. Tadi masih ada urusan di ndalem." Aira sontak menoleh ketika suara itu mengambil perhatian para anggota mading dalam perpustakaan. 

"Waalaikumsalam, Mbak. Masuk aja, Mbak. Baru setengah jam mulai kok." Wewangian yang digunakan Mbak Naura seketika membuat Aira keliyengan. Ia juga menggunakan misk, tetapi tidak semenyengat ini aromanya. 

Daripada memikirkan seberapa banyak tetes  parfum yang disemprotkan oleh Mbak Naura, Aira memilih untuk fokus membaca cerbung pilihan berikutnya. Ia sampai mengernyit karena kagum dengan diksinya yang indah. Isinya menyentuh, pesan dalam cerbung berjudul 'Jawaban dari istikharahku'' itu lumayan mampu menggetarkan hati Aira. 

Ia menebak, jika karya dengan nama pengirim 'Hamba Allah' itu pasti akan menjadi juara pertama Minggu ini. Apalagi akan ditampilkan di mading pusat. Pasti bakalan banyak yang terkesima dengan alur ceritanya. 

"Siapa kira-kira yang nulis,ya?" Ia berbisik lirih. Hingga membuatnya ragu untuk mengikutsertakan karyanya dalam kategori cerbung pilihan. Karena terlalu fokus berkutat pada tugasnya, Aira sampai tidak mendengar bahwa sejak tadi Mbak Naura memanggilnya. 

Ketika mata mereka saling memandang, ada tatapan sulit diartikan dari keduanya. Kesunyian sempat menyelimuti antara Mbak Naura dan Aira saat itu juga. Jika Nisma crew mading divisi karikatur tidak berdehem dengan keras, mungkin sampai besok pagi Aira juga Mbak Naura masih saling adu pandang. Entah apa maksud keduanya.

"Karya kaligrafi tadi kamu udah sisihkan?" tanya Mbak Naura seraya memarken senyumnya yang menawan. Celak berwarna biru tua yang tergaris di bawah matanya semakin membuat tatapan itu indah dan tajam. 

"Sudah, Mbak. Ini silakan." Dengan sopan Aira mengulurkan beberapa karya kaligrafi yang belum diseleksi pada Mbak Naura.

Perempuan dengan usia enam belas tahun itu tak sengaja mengamati betapa lentik, indah nan gemulai jari jemari milik Mbak Naura. Aira sempat kagum dan sempat merasa insecure, tetapi ia enyahkan rasa itu karena ia merasa jika  insecure dengan orang lain sama artinya dengan tidak mensyukuri apa yang dianugerahkan oleh Allah pada dirinya. 

ORIGAMI CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang