💌💌💌
“Kang!”
“Kang Fadly! Astaghfirullah. Suara saya ini udah ngebas banget dari tadi masak nggak denger?” Kang Riza namanya. Salah satu santri yang masuk ke dalam kepengurusan divisi tamu itu tampak mengernyit heran dan tersenyum samar memerhatikan Ustaz Fadly sejak keluar dari warung Mak Sari.
“Sampeyan manggil saya?”
Kang Riza berdecak malas. Lalu tertawa sumbang.
“Efek belum sarapan ini.”
“Iya, iya. Maaf, ada apa emangnya?” Keduanya terus berjalan beriringan. Saat melewati depan gerbang pondok putri yang terbuka sebagian, keduanya reflek menoleh ke sana sekilas. Lalu melanjutkan pembicaraan.
“Kok sampeyan kenal santri putri tadi? Namanya siapa, Kang? Kayak nggak asing dan pernah lihat. Tapi dimana gitu.”
“Yang mana?”
Kang Riza menoleh ke arah Ustaz Fadly sebentar.
“Kan tadi ada dua santri putri. Sampeyan tanya nama yang mana?” Tampaknya saat melihat kebingungan dari raut wajah Kang Riza, maka Ustaz Fadly memperjelas pertanyaannya.
“Dua-duanya, Kang.”
Ustaz Fadly mengangguk pelan. Sembari sesekali menebar senyum pada santri putra anak-anak yang lewat menyapa dirinya.
“Yang satu saya nggak tau namanya.”
“Terus?”
Langkah keduanya kini memasuki lorong berpaving menuju pesantren putra Syifaul qolbi.
“Yang minta maaf sama sampeyan tadi siapa, Kang?”
Tidak ragu-ragu, lelaki berkoko navy itu menjawab pertanyaan Kang Riza, karena ia memang tahu namanya. Jadi tidak ada alasan untuk tidak bisa menjawabnya,”Hmm. Namanya Aira.”
“Salah satu fans sampeyan kah, Kang?” Pernyataan itu reflek membuat Ustaz Fadly menoleh ke arah Kang Riza yang terlihat ingin menertawai dirinya.
“Nggak jelas sampeyan ini. Memangnya saya artis harus difans segala?” Walaupun Ustaz Fadly menjawab demikian, ia tak lupa dengan fakta dari isi origami cinta milik Aira. Bagaimana dengan sangat jelas di sana nama terangnya disebut sebagai satu-satunya sosok yang dicintai oleh gadis tersebut.
Benar, sejak menemukan origami itu Ustaz Fadly tahu bahwa Aira menaruh hati padanya. Ia biasa mendapat salam dari beberapa santri putri maupun Ning secara terang-terangan. Ia juga sudah tak heran lagi digandrungi oleh sebagian santri putri secara blak-blakan. Namun, yang mencintai dirinya secara diam-diam dan menyembunyikan perasaan itu darinya justru membuat dirinya merasa terkesan.
Bagaimana bisa sekuat itu menahan perasaan cinta di depan orang yang tengah dicintainya? Atau mungkin dirinya saja yang belum pernah merasakan jatuh cinta terhadap seseorang. Kecuali kecintaannya kepada kekasih Allah yang ia haturkan rasa cinta itu secara terang-terangan dengan bukti cinta tanpa putus bersholawat setiap harinya.
“Halah yang bener? Bukannya banyak santri putri yang suka sama sampeyan, Kang?”
“Nggak tahu saya.” Ustaz Fadly akhirnya berjalan mendahului Kang Riza dengan langkah tenang. Sangat bertentangan dengan perasaannya hari ini entah sedang diliputi oleh sesuatu yang asing.
“Eh, Kang Fadly. Oalah, saya baru inget. Aira itu tadi keponakannya Kang Khudori,kan?” Kang Riza berusaha menyamakan langkahnya lagi dengan Ustaz Fadly yang mulai menuju sebelah ruang tamu putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORIGAMI CINTA
RomanceSetinggi tembok peraturan di penjara suci Syifaul Qolbi, setinggi itu pula rasa cinta yang Aira Falikha tanamkan untuk Ustadz Fadly. Lelaki penuh wibawa dan pemilik tatapan seteduh telaga yang kerap digandrungi oleh santri-santri senior bahkan putri...