Bab 1

14 4 0
                                    

Hampir semester akhir, itulah alasan yang membuat devan rinaldo menjadi sibuk akhir-akhir ini.menjadi mahasiswa dalam objek sejarah harus membuatnya kehilangan banyak waktu. Untuk ukuran seorang laki-laki, sebenarnya dia tidak begitu tertarik dengan masa pra sejarah. Itu seperti dia tidak tau bagaimana kota bandung itu terbentuk, yang dia tau pada dasarnya dia hanya lahir dan membesar disana. Ditambah lagi pekerjaan sampingan nya sebagai penyiar radio aktif, harus membuatnya menyesuaikan antara waktu pencarian resensi dan acara siarannya.

"bagaimana dengan KKN mu? kudengar kita ditugaskan ditempat yang sama." tanya vinda, sambil berusaha menyamakan langkah kakinya dengan devan. dalam nada bicanya dia terdengar agak sedikit senang.

devan yang berjalan dengan cepat hanya fokus pada buku yang dibacanya, tanpa mau mengubris.

"baiklah, kita juga berada di tim yang sama. Apa kau mendengarku? " tanya vinda lagi mulai jengkel, karna devan hanya fokus pada buku yang dibacanya.

Devan menghentikan langkahnya dan menatap vinda sesaat.

"tidak bisakah kau tidak mengganggu konsentrasiku. " kata devan dengan cetus".

"oke. Aku hanya bertanya. Kau tidak perlu marah begitu."Vinda setengah berlari karna devan semakin mempercepat langkah kakinya.

Sebenarnya devan agak sedikit risih dengan vinda yang selalu mengganggunya atau mencoba untuk dekat dengannya, itu bukan karna vinda yang pernah mengatakan suka kepadanya secara terang-terangan, hanya saja untuk saat ini dia tidak suka kehadiran wanita disampingnya.

Pernah suatu hari, vinda datang sebagai mahasiswi taransfer dari universitas luar negeri. Setelah kecelakaan yang merengut nyawa kedua orang tuanya, dia tidak memiliki apa-apa lagi yang tersisa disana. Karna itu dia harus tinggal bersama dengan bibinya yang ada di indonesia, meninggalkan segala kesedihan yang dirasakannya secara bersamaan di negeri orang itu. Entah untuk alasan apa. Dia akhirnya mengambil jurusan sejarah di salah satu universitas yang ada di bandung dan dari itu dia bertemu dengan devan rinaldo, salah satu mahasiswa aktif yang juga mengambil jurusan sejarah.

di situlah vinda kenal dengan devan rinaldo,lelaki cuek yang katanya tidak memiliki naluri perasaan. Dan entah kenapa karna kecuekannya itu membuat vinda malah ingin kenal lebih dekat dengan devan. yah sebenarnya untuk ukuran seorang wanita, vinda adalah wanita yang cantik, mudah saja baginya untuk menaklukan pria seperti devan atau bahkan yang lebih tampan dari devan, tapi entah alasan apa yang membuat vinda malah jatuh cinta pada devan yang bahkan tidak menghargai persaannya sama sekali.

"sekarang aku sibuk dan banyak pekerjaan, bisakah kau berhenti mengikutiku?" kata devan tanpa basa-basi,tidak peduli pada apapun yang akan menyinggung wanita itu. devan kembali melangkah lebih cepat meninggalkan vinda yang terdiam,
Vinda hanya mampu menatap nanar devan yang kini telah berjalan jauh didepannya. Sekuat apapun dia mencoba untuk menahan rasa sakit dan emosinya, untuk kesekian kali lagi dan lagi dia memang harus menelan pahit kekesalan dari pria berhati dingin itu.

"hei, kau sendiri. Dimana devan?" tanya franss yang tidak sengaja melihat vinda hanya berdiri diam dengan wajah sedihnya itu.

"dia sudah duluan, katanya dia banyak perkejaan." Jelas vinda mencoba menutupi kesedihannya. Meski sebenarnya franss tau apa saja yang baru terjadi. Dia sempat melihat bagaimana tadi devan yang mengabaikan wanita itu sehingga mengubah mood nya yang semula bahagia menjadi sedih.

"sialan si bodoh itu" maki franss kesal, "dia meninggalkan aku lagi" franss mencoba untuk menghidupkan sedikit suasana. Vinda hanya tertawa melihat franss yang memaki devan dengan kesal. Sekarang dia terlihat sedang mengacak-ngacak rambutnya, sebisa mungkin dia membuat wajah kekesalan yang lucu. Melihat vinda yang tertawa franss pun sedikit ikut tertawa.

"oh iya, mau kuantar pulang?" tawar frans padanya. Sesaat vinda melirik sekilas jam tangannya, dia kemudian menggeleng "eh tidak usah, lagian aku harus singgah ketoko buku dulu" jawab vinda halus.

"tidak apa-apa, aku bisa kok antar kamu" tawar frans lagi.

"benar-benar tidak usah, aku tidak ingin merepotkanmu." Sekali lagi vinda menolaknya. "baiklah" kata franss akhirnya mengalah, dia tau jika vinda tidak suka dekat dengan sembarang orang, sebenarnya dia hanya ingin membantu membuang kesedihan gadis itu, tapi dia hanya tidak ingin terlihat seperti memaksanya. Dia kemudian melangkah meninggalkan vinda menuju parkiran mobilnya, namun sebelumnya dia sempat melemparkan sebuah senyum kepada gadis itu yang juga di balas senyum oleh vinda.

****

Entah ini hari yang baik atau buruk untuk devan, tapi sejak keluar dari ruang dosen tadi mood nya jadi berantakan.

"hei, ada apa denganmu. Kau begitu kacau," tanya frans Temannya ketika mereka berada di sebuah cafe. " bahkan tadi kau meniggalkanku?"

Devan memegang kepalanya yang berat.

"kurasa ini adalah perjalanan panjang dalam hidupku. Aku tidak suka menjadi semester akhir.gerutu devan sambil memijat-mijat kepalanya yang berdenyut. Franss yang mendengar hanya tertawa.

"ayolah bro. Ini tidak serumit yang kau banyangkan. Semua perjalanan itu menyenangkan. Kata franss yang kedengaran malah bersemangat.

Devan menatap kosong minuman kalengnya.

"aku bahkan belum menemukan resensinya.

"kau hanya tinggal mencari buku saja. Itu hal yang mudah."

"bahkan aku benci ketoko buku"

"astaga kau ini. kau terlalu berfikir jauh, kau bisa menyantaikan hidupmu. Kau hanya perlu ketoko buku, mencari sebuah buku sejarah dan menelitinya. Lalu kenapa kau mengganggap semua itu berat?"

"entahlah. Bahkan aku juga harus melakukan siaran terus menerus."

"bro, itu pilihan. Kau memang sudah memilih jika kau harus sibuk. Kau hanya perlu berjalan seperti air mengalir, tenang dan santai. Jangan seperti wanita" kata franss mencoba menggoda devan .

"sialan kau." kata devan sinis" lagian aku juga benci kenapa aku harus satu tim dengan vinda".

Lagi-lagi franss tertawa, kali ini dengan tawa yang sedikit agak mengejek, dan itu sukses membuat devan menatapnya dengan tatapan tajam.

"kalo aku jadi kau, aku sudah akan sangat bersyukur karna vinda mau menyukaimu. Lihatlah, vinda itu gadis yang cantik dan lembut, hampir setengah lelaki yang ada di kampus ini menganguminya. Dan bodohnya kenapa dia harus menyukai lelaki kaku sepertimu. Kata franss tanpa basa-basi."

"dia terlalu risih untukku."

"tapi dia adalah gadis yang baik"

"tapi aku tidak menyukainya.

Franss tersenyum ketus, dia ingat bagaimana tadi devan meninggalkan gadis itu dengan kekecewaan.

"aku tidak mengerti apa yang kau fikirkan, bakhan tadi kau meninggalkannya begitu saja.

Devan hanya diam, karna tidak begitu tertarik untuk berdebat tentang vinda.

"kurasa aku harus pulang. Kata devan setelah menatap jam tangannya.

"ayolah, ini masih jam 11 malam. ibumu tidak akan menyiapkan rotan kan jika kau pulang larut malam? "

Devan malah meneguk habis minumannya.

"kali ini kau yang bayar" kata devan sambil berdiri, kemudian melangkah pergi meninggalkan franss yang masih menganga.

"dasar" maki franss dalam hati.

Gadis Dalam BukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang