sambungan Bab 1

8 4 0
                                    

              Hari itu hari dimana aku sibuk, aku telah memutuskan hal terbesar dalam hidupku. Bukan hanya karna arumi yang meminta ku untuk menjadi seorang dokter, hanya saja aku yakin jika aku ingin setulus wanita itu, dimana aku bisa menyelamat satu nyawa maka itu akan membuatku menjadi bermanfaat. Sebelum berangkat aku mendapatkan satu kejutan dari arumi. sebelumnya aku bertanya, bagaimana mungkin dia memberiku sebuah bekal makanan. Saat itu aku sangat malu, ada banyak orang disana, dan mereka melihatku sambil menahan tawa. “kelakuan bodoh apa lagi ini” kataku dalam hati. namun aku tidak ingin membuatnya sedih lagi. Dengan terpaksa aku segera mengambilnya.

“semangat” satu kata yang kudengar dari jauh, arumi mengatakannya dengan tulus, aku tidak tau jika dia bahkan lebih gugup dariku.

Dan  Lagi-lagi aku dermawan si jenius tidak perlu memikirkan tes untuk sukses. Aku diluluskan tanpa ikut tes. Pihak universitas telah tau prestasiku dan aku diluluskan dengan mudah.

Kabar itu kuberi tau kepada arumi yang kini kembali tinggal dibandung. Dia juga memilih untuk melanjutkan kuliahnya dibagian sasta. Sungguh wanita baik hati itu cocok untuk bersyair. Dia ingin menjadi seorang penulis yang hebat. Dan yang kutau itulah hal yang terabaik untuknya.

“wah, aku tidak ingin terkejut untuk itu” katanya sedikit  menggoda. Arumi selalu memberi warna keceriaan. Bahkan terlihat biasa-biasa saja sudah membuatnya menarik. Dan aku tidak pernah tau mengapa aku baru menyadarinya sekarang. Nyatanya dia itu cantik.

“bagaimana denganmu?” tanyaku ingin tau.

“besok aku ikut test, aku berharap hasilnya memuaskan” katanya was-was. Aku melihat keseriusan dan ketakutan di wajahnya. Dia memang memiliki otak yang dangkal, tidak heran jika arumi selalu tidak percaya diri ketika menghadapi ujian. Dia si lamban yang baik hati. Aku tidak bisa menyemangatkannya seperti dia menyemangatkan ku. Hanya saja saat itu juga aku membantunya dan memecahkan soal yang kira-kira akan dikeluarkan saat ikut test.

Hingga waktu ujiannya tiba. Kali ini arumi menjadi ketakutan dua kali lipat. Aku memutuskan untuk menemaniya ikut test.  Dari tadi aku melihatnya tidak tenang, tangannya gemetar dan kakinya bergerak.

“percayalah, kau hanya perlu mengingat seperti yang kuajarkan.” Kataku mencoba menyemangatinya, meski pun aku tau jika itu tidak akan membuat tanganya untuk berhenti gemetar.

“aku hanya gugup saja.

“kau pasti bisa.

“baiklah. Katanya mulai keringat dingin.

Namanya dipanggil. Saat itu badannya semakin gemetar. Aku dapat melihat ekspresinya yang menjadi ketakutan.

“yakinkan saja, ingat apa yang kuajarkan” aku selalu mengatakan itu padanya.

Aku selalu saja melihatnya hingga dia hilang di balik pintu ruang test. Aku memutuskan untuk menunggunya. Dan tanpa kuduga kini akulah yang menjadi tidak tenang. Aku memikirkan test nya. Malah ini lebih sulit dari test yang kulakukan. Aku tidak pernah gugup seperti ini.

Dan hampir setengah jam. Kuliahat arumi keluar dari pintu test dengan wajah lesunya.aku tidak tau apakah itu sebuah keputusasaan. Namun tiba-tiba saja perasaanku menjadi tidak enak.

“bagaimana hasilnya?” tanyaku segera menghampirinya.

Dia tidak segera menjawabnya. Dia hanya menatapku dengan wajah datarnya. Namun aku melihat seperti tertinggal keraguan disana.

“jangan diam saja?” kataku tidak sabaran.

“aku lolos” katanya kemudian. Bahkan kini aku melihat dia melompat kegirangan.

Satu hal lagi, jika saat itu aku juga senang mendengarnya. Ini kesekian kalinya aku ikut senang karna dirinya. Entah dia banyak membuat ku berubah atau aku memang nyaman menjadi seperti ini. hanya saja sekarang aku bisa menghilangkan sisi kekakuan dalam hidupku. Sekarang aku percaya jika hidup untuk orang lain itu ternyata jauh lebih menyenangkan.

Hari-hari berlalu. Dan kini kami telah sibuk masing-masing. Perasaan ku semakin tak menentu. Entah apa yang kupikirkan tentang arumi. akir ini dia lebih sibuk dri pada aku. Aku tau dia sangat menyukai bidang kepenulisan, hingga kahirnya dia memutuskan untuk membuat novel. Aku semakin melihat sisi kepribadiannya yang lembut, lewat sebuah sastra begitulah arumi ingin hidup.

Aku melakukan praktek operasi.entah ini hanya fikiranku saja, aku melakukan semuanya dengan sangat mudah. Bahkan sebagian dosen yang lain terheran melihat aku yang seakan gampang mencerna segalanya, karna itu tidak sulit bagiku untuk meloncat ke semester yang lebih tinggi.

Arumi juga sudah mengarang setengah novelnya, dan aku menjadi teman curhat yang mendengar segala keluh kesahnya. Jujur selama aku menjadi pribadiku yang cuek, bahkan aku tidak pernah mau mendengar cerita dari siapapun. Kini dengan sabar aku mau mendengar segala argument bait demi bait dari arumi. entah apa yang membuatnya menjadi sedikit lebih beda. Dan aku semakin tidak tau tentang perasaan apa sebenarnya yang telah menggangguku.

“ini sudah jelas kalo dermawan jatuh cinta pada arumi“

Lelaki tua itu hanya tersenyum mendengar komentar devan.

“aku akan melanjutkan ceritanya.”

Tidak perlu waktu lama untukku melewati segalanya. dalam dua tahun setengah menempuh pembelajaran, akhirnya aku diluluskan dari sarjana kedokteran dan mendapatkan nilai terbaik. Lagi-lagi ini hanya sesuatu yang biasa bagiku juga untuk orang-orang disekitarku. Satu hal yang membuat aku terharu adalah, aku melihat arumi berdiri kokoh disana. Dengan setangkai bunga yang ada ditangannya. Dia melambai kepadaku, meski aku hanya membalasnya dengan sebuah senyuman.  Aku bisa mendengar suara teriakannya yang terus saja memanggi namaku. Tepuk tangannya yang membuat aku seakan mendapatkan sesuatu yang beharga.

“ini untukmu” katanya menyodorkan bunga yang ada ditangannya .

“terimakasih” kataku singkat, jujur saat itu aku agak sedikit gugup.

“kamu hebat.” Katanya dengan wajah yang lucu itu.

Aku hanya tersenyum, arumi sudah biasa menyanjungku, meski sekarang aku merasa itu agak sedikit bergetar. Tiba-tiba saja aku merasakan hatiku bergetar, bahkan aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. entah kenapa disamping arumi aku tidak pernah bisa mengontrol hatiku. Meski aku menentang untuk persaan yang tidak kumengerti ini.

Usai wisuda, tidak butuh waktu lama bagiku untuk menjadi seorang dokter. Bahkan kini aku telah menangani pasien pertamaku. Sejak menjadi dokter aku memang mengenal dunia baru yang aku belum penah masuk kedalamnya, aku belajar bagaimana berusaha untuk memberikan harapan dari setiap kesembuhan seseorang, meski dilain sisi aku tidak suka memberikan kabar tentang kematian seseorang. Kini aku menjadi diriku yang kuinginkan, ternyata arumi benar menjadi seorang dokter itu menyenangkan apalagi saat aku berhasil menangani pasien pertamaku.

“kini bapak sudah bisa pulang” kataku dengan penuh keyakinan.

“terimakasih dok” kata pasien dengan senang. Aku melihat keceriaan diwajahnya ketika sembuh. Urat-urat wajahnya sudah kembali renggang, kini mereka telah mendapat senyuman kembali.

Aku melihat pasien lain dari balik pintu transparan, jika saja aku tidak menjadi seorang dokter,maka aku tidak pernah tau bagaimana banyak orang disana yang berjuang untuk tetap hidup. selang-selang infus, dan tabung oksigen. Aku mencium bau rumah sakit yang telah dipenuhi bau obat-obatan, ini adalah tempat pilihanku. Ketika selang infus itu dapat memberikan sebuah tenaga pada pasien ku, dan tabung oksigen dapat memberikan sebuah pengharapan untuk mereka. Betapa aku melihat jika beginilah dunia orang sakit yang ingin tetap hidup. dan aku akan berusaha untuk bisa berjuang menyembuhkan semampu yang aku bisa.

Gadis Dalam BukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang