sambungan Bab 1

7 4 0
                                    

              Hari itu aku mencarinya di ruang kelas, namun aku tidak menemukannya. Aku terus saja mencarinya disatu sekolah, namun aku belum juga menemukannya.

Hingga tidak sengaja aku bertemu dengan seorang gadis yang sedang menyelamatkan kelinci yang terjebak dibelakang sekolah. Itu adalah arumi. aku langsung saja mendatanginya.

“apa yang kau lakukan” tanyaku padanya.

“dia terjebak. Aku ingin melepaskannya, dia sangat lucu kan.”

“apa kau tidak tau jika nilai matematikamu nol lagi”
“aku sudah tau”
“dan kau hanya santai saja”
“yah, jadi aku harus bagaimana”

Saat itu juga darahku seakan mendidih. Aku menariknya dengan kasar, dan membawanya ruang perpustakaan.

“lepaskan. Sakit tau” katanya merintih.

“apa kau tidak menggunakan otakmu ha! Kenapa otakmu itu sangat lamban, selamban kau berjalan. Aku sudah mengajarimu banyak hal, dan lagi-lagi kau hanya mendapatkan nilai nol. Dan kau menganggap semuanya biasa saja. Kau tau, kau yang mendapat nilai nol dan aku yang dimarahi oleh buk denia karna tidak becus mengajarimu. Aku sudah susah payah mengajarimu namun kau tidak mempedulikan semuanya.sejak pertama bertemu denganmu aku merasa kau yang selalu membuat hidupku sial.”

Kataku penuh emosi  Aku tidak peduli dengan apa yang aku katakan, aku bukanlah sosok yang bisa menahan segalanya. dia hanya diam tak berani melihat ku sama sekali. Baru kali ini aku melihat gadis ini mematung,perlahan aku dapat melihat bening yang jatuh dari matanya. Aku sedikit merasa bersalah karna terlalu kasar, aku hanya melihatnya pergi tanpa sepatah kata.

Untuk hari-hari selanjutnya dia lebih banyak diam. Tidak seceriah yang saat pertama kali bertemu. Bahkan dia sama sekali tidak membuka percakapan denganku seperti yang biasa dilakukannya diawal pagi. Itu semakin membuat aku menjadi merasa bersalah. Namun aku tidak ingin menunjukkan kepedulianku, kubiarkan dia bersikap seperti apa yang dinginkannya, aku membiarkan dia menenagkan diri terlebih dahulu. Biar bagaimanapu aku memarahinya karna aku memang ingin berhasil membantunya untuk lulus.

Semakin hari aku jarang melihatnya membaca novel, dia adalah wanita pecinta novel, jika kau bilang nilai matematikanya jelek namun dia mendapat nilai 100 pada pelajaran sastra. Sebenarnya dia adalah gadis yang baik dan ceria, hanya saja bagiku dia terlalu bodoh. Untuk ukuran seorang wanita dia tidak terlalu cantik, dia mempunyai dahi yang lebar dan mata sipit yang seperti mengantuk, hanya saja dia wanita ramah dan ceria, bertolak belaka denganku yang bersifat kaku dan serius.

Kali ini aku melihatnya diruang perpustakaan, dia tidak dengan buku-buku novelnya, dia dengan buku pelajaran matematikanya. Untuk pertama kali aku melihatnya serius. Aku suka melihat bagaimana mimiknya saat kebingungan mengerjakan soal matematika. Dia sangat berekspersi. Meski aku tau jika tidak ada satupun yang dapat dipikir oleh otaknya.

“bagaimana dengan tugasmu?” tanya ku padanya.

Dia hanya melihat ku sesaat tanpa sepatah kata, kemudia berpura-pura fokus pada buku yang ada didepannya.

“apa kau masih marah?” tanyaku mencoba membujuknya. Aku melakukannya karna aku memang merasa bersalah, meski sebenarnya aku tidak suka pada basa-basi seperti ini.

“siapa yang marah?” katanya kemudian.

“lalu kenapa kau tidak menjawab.

“aku hanya tidak suka bicara kalo lagi berfikir. Katanya mencoba mengelak. Meski aku tau jika dia tidak bisa fokus sama sekali, namun satu hal yang selalu kusuka darinya adalah dia gadis yang mudah melupakan dan tidak pendendam.

Kami tidak perlu waktu lama untuk bisa berbaikan, dia telah kembali ceria seperti biasanya, dan entah kenapa kali ini aku senang untuk itu. dia mulai serius mempelajari soal-soal yang kuberikan padanya, dan aku senang untuk itu.

Hingga suatu hari setelah ujian, kami sibuk mencari namanya di papan kelulusan. Kami mencari namanya dari bawah. Dan dia hampir menangis karna sejauh ini kami masih belum menemukannya. Aku juga hampir putus asa. Jika namanya tidak ada maka ini kali ke 3 aku gagal dalam mengajarinya. Baru kali ini aku melihatnya panik, dan siswa-siswa lain semakin banyak mengerumuni papan mading. Aku hampir kewalahan mencari namanya.

“aku gagal lagi” katanya kemudian. Sementara air mata nya telah jatuh, aku mencoba untuk menenangkannya.

“tunggu dulu, kita belum melihat semuanya”

“tidak mungkin ada lagi.” Katanya putus asa.

Aku masih saja meneliti pencarian namanya, dan tanpa sengaja aku menemukan namanya di posisi 5 teratas. Spontan aku langusung terkejut. Aku mengucek mataku untuk memastikan ini benar atau tidak.

“eh itu namamu” kataku padanya.

“mana?” tanya nya tak sabaran.

“di nomor lima”
dia langsung saja melompat dan memelukku. Untuk pertama kalinya aku seakan bahagia atas kebahagiaan orang lain, entah kenapa aku ikut merasakan kebahagiaan atas pencapaiaanya.

“sorry. Aku tidak sengaja, aku terlalu bahagia” katanya malu-malu setelah sadar.

Aku hanya tersenyum.

“kerja yang bagus” kataku padanya.

“terimakasih” katanya padaku. Sebuah kata tulus yang baru kudengar dari seseorang

Aku tersenyum untuk semuanya. Aku merasa jika kali ini aku dapat membantu seseorang.

“eh hujannya sudah mulai berhenti” kata lelaki tua itu memotong ceritanya.

“eh iya sudah berhenti”
“kamu tidak pulang?” tanya lelaki tua itu

“entar lagi pak, aku mau dengar kelanjutan ceritanya. Aku penasaran bagaimana selanjutnya.

Selanjutnya hari-hari berjalan seperti biasa. Kini arumi sudah bisa belajar sendiri. Akupun menjadi sibuk karna urusan organisasi sekolah. Kebetulan aku adalah ketua osis. Aku masih melihatnya dengan novel-novelnya.

Namun entah kenapa suatu hari dia mengirim surat cinta kepadaku. Katanya” Aku adalah pahlawan dalam dongeng”. Jujur, aku merasa dia terlalu banyak membaca novel, lebih suka membaca novel dari pada belajar, bahkan tulisan tangannya sangat buruk. Langusng saja aku merobek surat itu didepan banyak orang, bahkan tepat dihadapannya. Aku tidak peduli ketika ada yang mensorakinya. Aku meninggalkannya tanpa sepatah kata. Namun aku sempat melihat dia menahan tangis disana.

Bagaimana mungkin seorang arumi menulis surat cinta pada dermawan yang jenius, bahkan dengan tulisan tangan yang sangat jelek. Aku bahkan hampir tidak bisa membacanya.

Dan mulai hari itu dia jauh menjadi pendiam. Bahkan dia tidak pernah menyapa ketika aku berada di dekatnya, bahkan kami sudah tidak duduk satu bangku lagi. Sejak saat itu juga banyak yang meledeknya, meski aku merasa bersalah. Namun begitulah dermawan si hati dingin. Aku tidak suka pada apa-apa yang berhubungan dengan hati.

“arumi yang malang” kata devan prihatin. Tiba-tiba dia teringat pada vinda yang selalu mengejar-negejarnya.

“kau masih mau mendegar nya tidak.

“eh iya pak. Aku masih mau mendengarnya.”

Suatu hari  saat pelajaran renang dia menyelamatkan teman kami yang tenggelam. Dengan kaki pendeknya dia berlari,  dia tidak tau jika itu hanyalah bagian dari keisengan.

“bodoh. Dia tidak bisa berenang. Apa yang dilakukannya ha!”

“arumi tenggelam” teriak edo teman ku yang lain. Aku kira itu hanya sandiwaranya, namun saat aku tau jika tinggal hanya tanganya yang telihat tanpa fikir panjang aku langsung saja berlari.

Gadis Dalam BukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang