sambungan Bab 1

7 4 0
                                    

“bodoh. Sebenarnya apa yang mau kau selamatkan ha! Bahkan kau tidak bisa berenang” kataku marah kepadanya. Syukur aku  bisa menyelamatkannya dengan cepat.

Namun aku tidak tau apa yang terjadi padaku, meskipun aku menyiksa nya dengan kata-kata, kenyataan melihatnya rela mati untuk melindungi. Saat itu juga aku sadar, jika ada sesuatu yang beda.

“aww.. “ dia merintis kesakitan, rupanya tanganya sudah terbanting. Saat mengerang kesakitan ekspresinya sangat jelek, tapi saat itu aku melihatnya sedikit lucu. Jujur, aku tidak tau pada perasaan apa ini. aku tidak ingin berlama- lama ada didekatnya. Aku langsung saja pergi meninggalkannya tanpa sepatah kata. Bagiku dia terlalu bodoh, dia baik tapi dia bodoh. Hanya saja aku bisa melihat setiap ketulusan dalam dirinya. Dasar, kenapa harus ada wanita seperti dirinya.

“wah. Dia wanita yang baik” kata devan memotong cerita.

“benar. Dia memang gadis yang sangat luar biasa” kata lelaki itu menimpali.

“lalu apa yang terjadi pada kisah selanjutnya?” kata devan tak sabaran.

Selanjutnya, satu minggu berlalu. Aku tak pernah melihat wanita itu sama sekali. “Apa dia sudah tidak mau sekolah? Dasar pemalas” kataku kesal dalam hati. Entah kenapa aku seakan mencarinya, dia betul-betul menghilang dalam satu minggu terkahir ini, dan entah kenapa tiap hari aku malah mengecek keberadaanya, memandang bangkunya yang kosong.

“sial, perasaan gila apa ini” tanyaku dalam hati kecilku.

“baiklah murid-murid, ada berita yang akan ibu sampaikan” kata bu denia mengawali pelajaran hari itu.

“berita apa ibu” kata tanya ega, yang ditimbali oleh siswa yang lain.

“beritanya adalah, hari ini kita resmi kehilangan salah satu teman kita?”

“maksdunya bu?” tanya ega lagi, yang terkenal emang suka menyahut-nyahut tiap apa yang dikatakan guru.

“maksud ibu, arumi resmi pindah dari sekolah kita, itu artinya kita kehilangan satu teman.” Kata bu denia menjelaskan.

“yaelah bu, kirain apaan. “ kata teman kami, yang seakan menyesal mendengar beritanya.

Sungguh saat itu juga aku merasa shock. Bagaimana mungkin dia pindah sebagai siswa kelas tiga.” Apa dia sudah tidak waras ha!”

Entah kenapa kabar itu menjadi berpengaruh bagiku. Aku yang semula tak peduli pada apapun, seakan merasa ada sesuatu yang hilang saat mendengar kabar arumi.

hingga suatu hari aku merasa jika aku merasa ada sesuatu yang berbeda dalam diriku. Aku tidak tau mengapa hatiku bergetar bahkan hanya dengan mengingat namanya.  Namun aku mencoba menepis perasaan aneh ini, aku bahkan tidak tau dimana arumi berada. Meski aku agak sedikit risih dengan semua ini , aku mencoba dan berupaya untuk melupakan semuanya. Aku mencari kesibukanku. Aku adalah dermawan yang jenius. Untuk itu aku harus tetap menjadi yang terbaik.

Hingga akhirnya kelulusan tiba. Aku kembali mendapat peringkat tertinggi. Dan itu bukan hal yang mengejutkan bagiku. Untuk selanjutnya aku meninggalkan masa-masa SMA yang telah banyak memberiku pelajaran. Dan sekarang aku harus bisa mencari jati diriku untuk selanjutnya.

Semakin hari,aku semakin teringat pada arumi. aku ingin sekali bertemu denganya. Bahkan aku tidak tau jika ini rindu atau perasaan aneh lainnya. hanya saja, sungguh aku ingin mendengar kabarnya sekali saja.  aku mencoba untuk melacak keberadaanya, dan alhasil tetap aku tidak bisa menemukan dimana arumi berada.

Aku kembali menyibukkan diri tentang rencana kuliahku, bahkan aku belum memilih universitas dan jurusan yang akan kuambil. Banyak yang percaya padaku bahwa jika IQ yang berada di atas rata-rata dapat mensukseskan aku dibidang apapun, jujur bukan itulah yang kumau, bahkan kini aku baru tau, jika seseorang yang jenius pun sulit menentukan jalan hidupnya.

“aku merasa jika dermawan kenak karma  dan mulai menyukai arumi, mugkin juga dia mengalami penyelasan” kata devan berkomentar. Lelaki tua itu menenguk lagi air yang masih tersisa di gelasnya.

“mau dituangin lagi pak?” kata devan menawari.

“boleh, segelas lagi” jawab lelaki tua itu menyodorkan gelas kosongnya yang kemudian diisi air oleh devan.

“baiklah, kita lanjutkan lagi.

Hingga suatu hari, aku tidak tau entah ini mimpi atau tidak. Aku sedang duduk disebuah taman untuk bersantai sejenak, menjernihkan fikiranku dari masalah yang berantakan. Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang. Dan betapa terkejutnya aku saat aku menoleh.

“arumi” kataku hampir kehilangan kesadaran. Aku tidak tau bagaimana perasaanku saat itu, antara shock , gugup dan bahagia yang membaur menjadi satu ketidakpastian.

“iya ini aku” katanya dengan senyum yang menggambang dibibirnya, sungguh dia tidak pernah berubah. Aku langsung saja memeluknya.

“hei, apa-apaan ini” katanya segera melepas pelukanku.

“eh maaf” kataku menjadi salah tingkah, sungguh aku tidak tau mengapa harus gugup dihadapannya.

“tidak sopan tau.

“iya maaf. Tidak sengaja.

“huu. Dasar cari kesempatan.” Aku hanya tersenyum melihat ekspresinya ngambeknya. Dia tetap lucu seperti dulu.

“darimana saja?” tanyaku kemudian.

“aku kembali kejakarta. Kebetulan ayahku pindah tugas dan aku harus mengikutinya. Oh iya selamat ya untuk peringkat atas nya. Dermawan emang selalu menjadi yang terbaik.

lagi lagi aku mendengar kata tulus darinya, bahkan aku tidak bisa menghitung berapa perkataan kasar yang telah kukatakan padanya, aku sudah sering membuatnya menangis. Dan sekarang saat dia pergi aku baru sadar jika aku merasa kehilangan dia.

“oh iya, bagaimana selanjutnya. Apa kau sudah memikirkan kuliahmu? Tanya nya padaku.

Kali ini aku hanya diam, aku sama sekali belum memikirkannya. Dan aku tidak tau harus bagaimana dan kemana.

“eh kenapa diam” tanya nya lagi.
“aku belum memikirkannya.
“kurasa kau cocok menjadi seorang dokter.” Katanya padaku.

“dokter??”

“iya dokter.

“kok dokter”

“dengan jadi dokter setidaknya kau bisa bermanfaat untuk orang lain” jelasnya padaku. Aku tidak tau apakah itu sebuah ide atau keisengan saja untuk memberikan jalan keluar. Namun saat itu juga aku seakan tersadar bahwa ya, selama menjadi siswa jenius aku tidak penah memikirkan orang lain. Bagiku adalah aku tetap berada pada kepibadian nyamanku. Aku tidak suka terlalu peduli pada apapun,karna yang kutau hanyalah aku dan aku. Meski aku nyaman dengan semua itu, namun sebagian orang memang memandang aneh padaku. Dan tentang menjadi seorang dokter, bisakah ini jalan untukku merubah arah tujuan hidupku??

“kau benar” kataku kemudian. Sungguh aku seakan memandang satu titik dimana aku bisa mengawali segalanya.

Arumi melotot melihatku, aku tidak tau entah itu kekagetan atau hanya ekspresi tak percaya darinya.

“jadi kau setuju untuk jadi dokter” tanyanya tak percaya.

“ya. Aku akan mencobanya. Aku ingin bermanfaat untuk orang lain.

aku melihatnya kegirangan, untuk kesekian kalinya kami merasakan kesenangan yang sama. Aku tidak pernah tau jika mungkin arumi adalah seseorang yang dikirim untuk mengubah kepribadianku.

Gadis Dalam BukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang