bab 2

6 3 0
                                    

Waktu-waktu terus berjalan, dan aku merasa nyaman dengan dunia kedokteranku, bukan karna mereka yang mengatakan jika aku adalah dokter yang jenius, meski sejauh ini aku tidak pernah gagal dalam menangani pasien.

Arumi jarang terlihat, dan aku juga tidak punya waktu untuk menghubunginya. aku bersyukur karna rumah sakit telah menambah tenaga dokter lain yang membuat tugasku juga menjadi semakin ringan.

Hingga suatu hari. Arumi juga menyusul untuk menamatkan kuliahnya, tapi aku tidak bisa datang saat itu karna memang ada pasien yang akan kutangani dengan cepat, meski aku sangat menyesal untuk itu, aku akui jika aku telah berjanji untuk datang pada acara wisudanya.namun ini antara nyawa dan hal bersejarah dihidup arumi, aku siap menerima konsekuensi jika dia marah nantinya, namun aku telah memutuskan untuk menjadi dokter profesional, apapun itu nyawa pasien adalah yang terpenting.

Dan aku bersyukur, karna lagi lagi aku berhasil menangani pasiennya, aku senang saat pasien yang mengalami kecelakaan lalu lintas itu dapat mengatur nafasnya kembali. Meski dengan parban dikepala dan kedua kakinya, setidaknya itu tidak menjadi akhir pada kehidupannya.

Aku menatap jam yang ada di tanganku, tepat pukul 09 malam. aku  bahkan belum menghubungi arumi sama sekali. Bukan aku tidak ingin menghubunginya hanya saja hp ku lowbet saat itu.

Aku memandang jauh kedepan, aku yakin jika acara wisudanya sudah selesai. Namun entah kenapa tetap aku ingin pergi kesana. Setidaknya aku berfikir jika aku telah menepati janjiku, meski bukan seperti itu semestinya.

Hujan mulai turun membasahi kota. aku terus melaju meski aku tau jika itu tidak akan mengubah apapun.

 mawar yang kubeli sebagai hadiah juga telah layu, hanya bersisa beberapa kepingan dari berapa kelopaknya. Kini aku memandang asa kepada segalanya. aku sampai disebuah gedung dimana arumi melangsungkan acara wisudanya. Gedung itu telah sepi, hanya ada papan bunga yang telah diguyur hujan. Lampu-lampunya nya juga sudah mati. Aku menarik nafas sejenak. Aku memandang semuanya dengan penuh kekecewaan. Apakah aku menginginkah sebuah harapan? semua rencana bukan seperti ini semestinya. Aku tidak tau apakah arumi dapat mengerti segalanya. lagi lagi aku bukanlah orang yang bisa ada tepat waktu, aku bukanlah arumi yang berdiri kokoh dengan tepuk tangannya yang semangat, aku bukanlah arumi yang meneriaki dengan penuh arti, aku bukanlah arumi yang bisa selalu ada. Dan aku hanyalah aku yang rupanya jauh lebih lamban. Kini semua terlambat, bahkan aku tidak ada saat hari bersejarah dalam hidupnya.

Aku memasuki gedung yang kosong itu. kursi-kursi yang berantakan telah sepi. Betapa aku ingin mengisi salah satu kursi itu, dan melihat senyum kebahagiaan diwajah arumi, setidaknya itulah yang bisa kulakukan untuk menunjukkan ketulusanku padanya.

Dekorasinya sudah berantakan, dan aku tidak tau mengapa aku tetap menatap segalanya.

Aku memilih untuk duduk disebuah kursinya. Dan melihat atas panggung yang sudah acak-acakan. Disana, pasti arumi sudah berdiri dengan topi toganya. Dan aku hanya bisa melewati semua hal tentangnya. Namun tiba-tiba aku merasa jika ada seseorang yang duduk disampingku, spontan aku langsung menoleh.

Sungguh aku hampir tidak percaya pada apa yang kulihat, apa ini kebetulan atau hanya sebuah hayalan.

“arumi” kataku terkejut, bahkan aku hampir jatuh kebelakang sangking aku terkejut untuk segalanya.

“aku yakin kau akan datang” katanya dengan senyum evilnya. aku tidak dapat mengontrol emosi ku saat itu, aku langsung saja menangis. Kini aku merasa haru untuk segalanya. arumi, dia masih ada digedung yang sudah berantakan ini.

“kau masih menungguku?” kataku tidak percaya.

Dia menganguk, kali ini aku melihat jika dia juga ikut menangis.

Gadis Dalam BukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang