"Garafra, ayo putus."
Seluruh warga kantin terdiam mendengar suara dingin dari seorang gadis yang baru saja menghampiri meja seseorang.
Selama dua tahun yang mereka ketahui, keduanya selalu menjalankan hubungan dengan kondisi yang tidak terlalu buruk, karena sang pacar dari pihak laki-laki tak pernah menegur setiap gadis yang mendekatinya.
Bahkan mereka seperti tidak menjalin hubungan apa pun, mereka tampak menjalankan status tanpa hubungan.
Meskipun begitu, gadis itu tak pernah menunjukkan tanda-tanda kecemburuan atau akan membully orang-orang yang mendekati pacarannya, malahan gadis hanya akan diam, meski ia tau pacarannya jalan dengan perempuan lain.
Sekarang saja, ada seorang gadis yang duduk di pangkuannya, namun tak ia usir, meskipun tak di gubris olehnya.
"Maksudnya?"
Pemuda dengan seragam urakan itu bertanya dengan nada dingin juga, mendadak ia emosi mendengar ucapan yang di keluarkan dari bibir pacarannya itu.
"Gue Alrea, mengajak seorang Garafra putus."
Brak
Prang
Garafra memukul meja kantin hingga terbelah dua, gelas dan mangkuk yang awalnya berada di atas meja kini sudah terpecah belah karena penopang berat mereka sudah di hancurkan.
Pemuda itu mendorong seorang gadis yang duduk di pangkuannya, lalu mendekati Alrea
"Ga semudah itu."
Garafra mendekap tubuh Alrea di hadapan semua orang, pemuda itu mendekap pacarannya dengan erat hingga tak ada celah di antara mereka.
Alrea menutup matanya, ia menahan sakit hatinya selama ini, ia memang bukan gadis manis seperti gadis-gadis cantik yang selalu mendekati pacarannya, namun ia adalah gadis dengan wajah datar, gadis introvet yang sulit bergaul dengan orang lain.
Hal itu membuat banyak orang yang tidak menyukainya karena menjadi pacar salah satu most wanted SMA Gempara.
Alrea selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk Garafra, namun tampaknya semua yang ia lakukan tidak ada hasilnya.
"Gue capek."
Pemuda itu semakin menekan tubuh mereka, tanpa sadar jantung pemuda itu berdetak tiga kali lebih cepat.
Tanpa ia sadari, ia merasakan ketakutan yang luar biasa ketika mendengar ucapan putus dari pacarnya.
Padahal sebelumnya ia tak pernah merasakan hal ini, bahkan ketika gadis itu selalu mengantarkan makanan ke apartemennya setiap malam.
Bahkan pernah beberapa kali gadis itu datang dengan pakaian basah, namun ia tetap tak memperdulikan gadis itu.
"Hati lo terlalu beku untuk gue cairkan Raf."
"Ayo putus."
Garafra menggelengkan kepalanya brutal, sampai mati pun ia tidak akan pernah melepaskan Alrea.
"Gak."
Gadis itu mencoba melepaskan pelukan mereka, namun Garafra tidak memberikan kesempatan itu, hingga sebuah benda kenyal menempel ke lehernya membuat pelukan pemuda itu mengendur.
Melihat kesempatan itu, Alrea meraih wajah Garafra, ia meletakkan kedua tangannya ke pipi pemuda itu, dengan posisi masih dengan kedua tangan kekar Garafra berada di pinggang dan punggung Alrea.
"Raf."
Pemuda itu tidak menjawab, namun matanya menghunus tepat ke manik hitam kelam Alrea.
"Gue pernah bilang, kalau gue bakalan putusin lo kalau gue udah capek."
"Gue ga-"
"Sht."
Alrea menempelkan telunjuknya ke bibir milik Garafra, menyuruh pemuda itu diam dan mendengarkannya.
"Sekarang gue capek."
"Kita putus ya."
Tak ada jawaban yang di dapatkan oleh Alrea, kecuali remasan pada pinggangnya.
Pemuda itu tersenyum smirk ia menatap tepat ke manik hitam kelam itu.
"Kalau gue bilang ga mau?"
Alrea mengetatkan rahangnya, ia benci dengan sifat pemuda yang egois, namun rasa bencinya terkalahkan dengan rasa cintanya.
"Gue mohon Raf." Alrea berujar dengan suara dan ekspresi pasrah.
Garafra menjilat bibirnya sensual, ia menggigit pipi bagian dalamnya ketika melihat ekspresi yang tak pernah di tunjukkan gadis itu sebelumnya dalam dua tahun ini.
Akhirnya ia menemukan ekspresi lain, di wajah pacarannya, selain wajah datar dengan suara dinginnya.
Kini, ia bener-bener memiliki obsesi besar untuk menikmati ekspresi itu sendirian, ya hanya untuk dirinya.
"Oke."
Tanpa sadar mata Alrea menunjukkan binar, lagi-lagi Garafra kembali menggigit pipinya.
"Tapi-"
Pemuda itu menggantung ucapannya, membuat binar yang awalnya bersinar itu langsung meredup, seperti ekspresi bayi yang akan menangis.
"Dengan satu syarat."
"Apa syaratnya?"
Garafra menaikkan tangannya yang berada di punggung Alrea menuju dagu gadis itu.
"Ulangi pernyataan lo sekali lagi, kalo lo gagal, maka ga ada kata putus."
Karena terlalu lega karena akhirnya bisa lepas dari hubungan mereka, Alrea tanpa ragu mengangguk membuat Garafra tersenyum miring.
"Garafra, Ayo put-"
Cup
Alrea membulatkan matanya ketika bibir Garafra menempel sempurna pada bibirnya, hingga ucapan yang harus ia keluarkan terhenti.
_________
Hallo, terima kasih yang sudah membaca cerita ini. Izin mengingatkan, alur cerita ini maju mundur ya, harap tidak bingung dengan konsep yang sudah ku buat.