why?

344 19 1
                                    

Suara Bel berbunyi pertanda akan pulang, siswa siswi yang mendengar suara bel tersebut langsung  heboh seakan mendengar suara malaikat yang mengatakan mereka layak masuk surga.

Tak satu atau dua kelas yang begitu antusias mendengar suara bel pulang itu ketika berbunyi.

Hei, siapa yang tak senang ketika mendengar suara sebagai pertanda kau akhirnya akan terlepas dari pelajaran yang mampu membuat sakit kepala?

Bahkan jika itu Alrea sendiri, ia akan tetap menganggap bel itu pertanda sebuah kebebasan. Ia meregangkan tubuhnya ketika suara bel itu masuk ke Indra pendengarannya.

Kelas mereka  baru saja selesai mengerjakan ulangan harian. Mungkin jika ulangannya di beri tahu sebelum di laksanakan mereka tidak akan selelah ini.

Masalahnya, guru mereka memberikan ulangan secara mendadak ketika tak satu pun dari mereka yang paham akan soal yang di berikan.

Untungnya soal yang ada bukan teori, tapi analisa, hei tapi tetap saja, jika kau tak paham konsep pertanyaan dan pernyataan yang ada, kau tetap akan kesulitan.

Butuh banyak tenaga untuk dapat mencurahkan isi kepala ke tulisan, apalagi jika tak paham apa yang harus di tulis.

Butuh banyak waktu agar semua orang mampu menyelesaikan ujian, meskipun mereka menulis jawaban asal, yang penting tidak ada jawaban kosong.

Sebab, akan ada penilaian jika jawaban ditulis, mau itu salah atau pun benar.

Orang-orang yang berada dalam kelasnya kini sudah pulang, kini tinggal Alrea yang masih sibuk membereskan kotak pensil dan segera memasukkan benda itu ke dalam tasnya.

"Alrea."

Pergerakan gadis itu terhenti ketika seseorang dengan suara familiar memanggil namanya.

Gadis itu mendongak ketika seseorang sudah berdiri di depan meja miliknya.

Melihat seseorang yang akan berpotensi membuatnya repot ia segera meraih tas dan berniat pergi.

"Gue mau ngomong."

Orang tersebut menahan lengan Alrea yang hendak pergi meninggalkannya.

"Sorry."

Alrea berusaha melepaskan lengannya yang di tahan, namun sebelum itu, seseorang lebih dulu melepaskan pegangan itu.

"Jangan sentuh cewek gue."

Alrea sendiri cukup kaget ketika melihat seseorang yang tidak pernah ia bayangkan akan menghampirinya, apalagi ini masih di lingkungan sekolah.

Kelio, orang yang menahan Alrea akhirnya mengangkat kedua tangannya yang sudah menyentuh Alrea.

"Gue cuma mau ngomong sama dia."

Kalio menunjuk Alrea yang entah sejak kapan telah berada di belakang Garafra.

"Gue ga izinin."

Alrea maupun Kalio menatap Garafra aneh.

"Gue ga butuh izin dari lo."

"Maksud lo?"

Kalio menatap Garafra dengan pandangan merendahkan. Ia memasukkan tangannya ke dalam kantong celana abu-abu miliknya.

Tubuh pemuda itu bersandar ke meja milik Alrea.

"Kalian udah putus."

Garafra yang tidak terima dengan ucapan Kalio mendorong pemuda itu hingga meja Alrea bergeser menubruk beberapa meja yang ada di sampingnya.

"Ga ada yang bakalan putus."

Kalio tidak menunjukkan tanda-tanda ia paham maksud dari ucapan Garafra.

"Tapi Alrea udah ga cinta sama lo."

Bugh

Alrea segera menarik lengan Garafra ketika pemuda itu berniat memukul Kalio lebih.

"Gue duluan," pamit Alrea pada Kalio yang di balas anggukan dan senyum genit dari pemuda itu.

Garafra kembali panas ketika melihat Kalio berani menggoda Alrea di hadapannya.

"Pulang."

Garafra akhirnya mengalah, ia menatap Kalio dari kejauhan, jangan lupakan tatapan tajam yang tak pernah lepas dari  wajahnya.

Alrea membawa Garafra menuju motor pemuda itu, lalu memakaikan Garafra helm, tak lupa memasangkan sarung tangan pemuda itu.

Puk

Puk

Puk

Alrea menepuk pelan kepala Garafra yang sudah di pakaikan helm, ini adalah kebiasaan Alrea setelah berpacaran dengan Garafra.

Meskipun tak ada yang berubah dengan ekspresinya, ia tetap melakukan sesuatu yang tampak manis di mata orang-orang.

"Jangan ngebut," ucap Alrea setelah memastikan jika Garafra sudah siap untuk pulang.

Garafra tidak menjawab, ia sibuk menikmati Ekspresi Alrea yang tidak berubah sendari tadi, kecuali ketika gadis itu meminta putus darinya.

"Al."

"Hm?"

Garafra turun dari motornya, ia mendekati Alrea.

Akh

Pemuda itu menginjak kaki Alrea hingga membuat gadis itu membungkuk, lalu tanpa membuang waktu, Garafra segera memangku gadis itu untuk duduk di atas motornya.

"Turunin."

Garafra menggeleng, ia tau Alrea tidak bisa turun sendiri ketika menaiki motor besar, gadis itu juga sering menolak orang-orang yang ingin memberikan tumpangan padanya.

Awalnya gadis itu bisa naik turun sendiri, namun setelah kejadian ia terjatuh di kubangan lumpur, ia tak pernah lagi bisa naik turun sendiri.

Bukan karena benar-benar tidak bisa, hanya saja pikirannya selalu mendoktrin bahwa ia tak akan bisa melakukannya lagi, ia sudah trauma.

"Gue mau pulang Raf."

"Gue anterin."

"Gue ada sepeda."

"Terus biarin lo sepedaan bareng Kalio, gitu?"

Alrea memutar bola matanya malas, kenapa setelah ia mengucapkan kata putus, pemuda itu malah jadi cemburu begini.

"Raf, lo kenapa si?"

"Gue capek."

"Mau pulang."

Garafra akhirnya menghela napas, ia memangku Alrea kembali, namun tak langsung menurunkan gadis itu.

Alrea di bawa menuju sepeda gadis itu, bukannya menurunkan Alrea di kursi kemudi, Garafra malah menurunkan Alrea ke kursi penumpang sepeda.

"Gue pulang sendiri."

Alrea menekankan perkataanya, bukan Garafra namanya jika menurut, ia duduk di depan sebagai pengendara sepeda.

"Gue temenin."

Alrea segera turun ketika Garafra mulai mengayuh sepeda, merasakan beban turun pemuda itu menoleh ke belakang.

Ia melihat Alrea sudah bersidekap dada menatapnya tajam.

"Alrea," panggil Garafra dengan suara serak.

"Pulang bareng gue, atau-"

"Lo ga bakal tau perbuatan apa yang bakal gue kasih ke lo."

Garafra terkekeh melihat ekspresi wajah Alrea yang sudah memerah, menahan emosi. Akhirnya ia bisa melihat ekspresi itu di wajah kekasihnya.

Eh, apakah ia masih bisa mengatakan Alrea kekasihnya? Tentu saja karena sampai mati pun ia tidak akan pernah melepaskan gadis itu.

"Come here baby," panggil Garafra sembari menepuk kursi belakang sepeda Alrea.

________

Pacar!?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang