Garafra berlari mengikuti Alrea yang pergi meninggalkan kantin. Ia mencari gadis itu kemana-mana hingga menemukan Alrea yang baru keluar dari toilet.
"Lo kenapa?"
Garafra berniat menyentuh pipi Alrea, namun sebelum itu terjadi, Alrea sudah menepis tangannya.
"Don't touch me."
Garafra mengepalkan tangannya, ia mendorong Alrea hingga membuat punggung kecil itu menabrak tembok.
Kedua tangan Garafra yang penuh tato itu terulur mengurung dirinya.
"Gue berhak atas lo."
"Lo ga berhak." Alrea membalas tajam.
"Gue pacar lo."
"Gue minta putus."
Garafra mengetatkan rahangnya ketika mendengar ucapan itu lagi.
"Argh!"
Bugh
Trak
Alrea melirik dinding yang berada tepat di samping wajahnya yang menjadi tempat mendaratnya pukulan Garafra.
Retak, dinding itu retak, jika saja pukulan itu mengenai Alrea ia yakin kepalanya akan bocor.
Atensi Alrea beralih ke pemuda yang baru saja meretakkan dinding tak bersalah itu.
Napas pemuda itu terasa berat, Alrea merasakannya. Masih dengan mata yang menghunus, Garafra berucap tanpa mengurangi nada tajamnya.
"Ga bakal ada kata putus."
"Gue mau pu-"
Garafra menekan bibir Alrea dengan telunjuknya.
"Never."
Garafra pergi meninggalkan Alrea karena bel sudah berbunyi, ia tidak mau berada lebih lama di dekat Alrea.
Ia takut akan melampiaskan emosinya pada gadis itu.
Cek
Cek
"Pengumuman untuk semua siswa-siswi agar segera menuju lapangan."
"Sekali lagi, di harapkan agar semua siswa-siswi menuju lapangan, karena kita akan mengadakan suntik vaksin."
"Terima kasih."
Alrea langsung bergegas ke lapangan ketika mendengar pengumuman itu, hanya butuh beberapa menit hingga ia kini sudah berada di barisan belakang dari kelasnya.
Ia melirik ke arah Garafra yang berada di depan, tampaknya pemuda itu sedang tidak baik-baik saja.
Sedangkan di lokasi Garafra, pemuda itu bergerak gelisah, hingga teman-temannya menatap pemuda itu khawatir.
"Lo kenapa Gar?"
Raki agak khawatir dengan tampang milik wakil ketuanya itu, nampak sekali wajah Garafra pucat.
"Lo takut?"
Pertanyaan ejekan itu keluar dari bibir Revan, ketua geng mereka.
"Ga."
"Selanjutnya, Garafra Alfarendra Autsky."
Suara itu ialah tanda untuk ia segera memasuki ruangan bilik untuk proses vaksinasi.
Kini tiba pada gilirannya Garafra, ia menatap semua orang yang ada di sana. Perlahan ia melangkahkan kakinya menuju bilik vaksinasi nomor 7.
Seorang dokter perempuan langsung mengarahkan dirinya untuk duduk di sebuah kursi dan menyuruhnya untuk menaikkan lengan bajunya.
