chapter 8

126 13 3
                                    

Saski's Pov

***

Aku mengintip Raidan yang sejak tadi sibuk mondar-mandir menyiapkan makanan dari dapur. Entah berapa banyak makanan yang laki-laki itu siapkan hingga membuatnya begitu sibuk di sana. Dan sepuluh menit setelahnya, aku bergegas menghampiri Raidan yang nampak sudah selesai dalam urusan dapur.

"Ki, ayo makan." Laki-laki itu langsung menyuruhku duduk saat melihat kedatanganku. Raidan begitu cekatan untuk menarik kursi untukku dan menyiapkan piring beserta lauk-pauk yang juga ia hidangkan di hadapanku.

"Dan, aku bisa ambil makan sendiri, loh." Aku yang tidak enak melihat perlakuan Raidan itu langsung berkata. Dan respon Raidan hanya lah senyum tipis tanpa jawaban apapun, sebelum laki-laki itu ikut duduk bersamaku.

Aku mulai menyantap makanan buatan Raidan yang aku pikir akan sebanyak yang aku kira, namun ternyata hanya ada satu lauk di sini dan nasi. Jadi, apa yang membuat Raidan begitu sibuk bolak-balik dari dapur jika hanya menyiapkan ayam goreng dan nasi putih? Entah lah, aku pun tidak begitu penasaran untuk menanyakannya.

Tidak ada obrolan yang kami ciptakan selama makan malam. Raidan terkesan tenang menghabiskan makanannya, begitu pula aku. Sejujurnya aku merasa bersalah pada laki-laki itu karena membuatnya harus bekerja di dapur malam ini untuk membuatkanku makanan. Mungkin, biasanya aku yang menyiapkan makan malam untuknya, hanya kemungkinan, aku pun tidak tahu apakah aku sudah bisa memasak selama aku menikah dengannya.

Makananku pun telah habis. Begitu pula Raidan yang lebih cepat beberapa detik dariku. Aku menawarkan untuk membereskannya, tetapi Raidan menolak dan segera menyuruhku kembali ke ruang tengah sembari menunggunya menyiapkan obat.

Well, makan malam pertamaku setelah aku amnesia dengan Raidan sebagai suami istri cukup terkesan kaku rupanya. Apakah memang seperti ini biasanya? Kenapa sangat berbeda dengan vibe di mana aku dan Raidan saat masih berteman. Entah lah.

Aku pun menuruti Raidan untuk kembali ke ruang tengah. Menunggunya sambil menonton tv. Tidak lama kemudian, Raidan datang dengan membawa segelas air putih dan kotak obat yang telah ia pisahkan dari kemasan. Berbagai macam obatku sudah ia atur sesuai dengan jumlah dan waktu minumnya itu untuk mempermudah agar obatku tidak tercecer dan tepat waktu saat meminumnya.

"Kenapa malam ini obatnya makin nambah?" komentarku melihat jumlah pil yang lebih banyak dari tadi siang.

"Ada tambahan dua vitamin yang diminum tiap malam. Kalau vitamin gak bakalan pahit, kok."

Aku menggerutu sambil mengambil pil berwarna oranye itu dari kotak obat yang disiapkan Raidan. "Tapi sama aja harus ditelan." Walau begitu aku tetap menghabiskan beberapa butir pil itu.

Kegiatan setelahnya ialah Raidan kembali ke belakang, sementara aku kembali menonton tv yang kurasa sama sekali tidak menarik perhatianku. Aku pikir Raidan akan cepat kembali untuk menemaniku menonton tv, tapi ternyata cukup lama laki-laki itu berada di belakang hingga membuatku akhirnya beranjak berdiri dari sofa, bukan berniat mendatangi Raidan melainkan aku ingin menjelajahi rumah yang katanya menjadi tempat tinggalku bersama Raidan selama dua tahun.

Rumah yang aku yakin adalah hasil dari campur tangan Raidan sendiri ini memiliki interior yang cukup unik dan terkesan nyaman untuk ditinggali. Desain model tropis yang menunjukan rumah ini terlihat nyaman saat dilihat. Aku ingat jika Raidan ingin menjadi Arsitek, ia melanjutkan study dan intership Arsitekturnya di Belanda, berpisah denganku selama dua atau tiga tahun. Setelahnya aku tidak mengingat apa-apa lagi, yang jelas yang aku tahu saat ini Raidan telah berhasil meraih mimpinya.

Aku kembali memperhatikan figura yang berisi foto pernikahan kami. Aku tidak akan menyangkal jika memang aku lah yang berada di foto itu. Walau aku masih belum bisa mengingatnya, tapi aku bisa melihat bagaimana raut wajah bahagia kami di foto tersebut. Well, apakah berarti pernikahanku berjalan dengan baik dan bahagia?

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang