Raidan's pov
***Lima menit usai kesadaran dia, Dokter menyuruh kami semua menunggu di luar. Entah apa maksudnya, hanya Papah yang diperbolehkan masuk dan melihat dia selama pemeriksaan berlangsung. Sedangkan aku dan lainnya berada di luar, menunggu dengan cemas bagaimana hasil dari ananmesis dokter.
"Kenapa lama banget?" keluh Julia, adik bungsu dia yang nampak tidak sabar untuk mengetahui keadaan dia di dalam.
"Sabar, Li. Kita tunggu dokter periksa keadaan Ka Saski dulu ya," kata Niki, istri Sina yang menenangkan Julia di sana.
"Gue takut Ka Saski kenapa-napa, Ka. Seumur hidup Ka Saski gak pernah kecelakaan parah kayak gini, Ka. Gue takut kalau dia sampai—"
"Lia, itu gak bakalan terjadi." Aku langsung memotong ucapan Julia dengan cepat. Tidak akan kubiarkan ia melanjutkan perkataanya yang seakan tidak memiliki harapan lagi untuk dia. Aku yakin, dia pasti sadar dan sepenuhnya akan pulih seperti sedia kala.
Julia hanya memandangku dengan datar. Tidak ada yang ia ucapankan setelahnya, hanya memberikan reaksi yang teramat jelas tidak suka saat mendapatiku memotong ucapannya.
Kemudian, tidak selang waktu yang lama, pintu ruangan tempatnya berada terbuka, memunculkan dokter yang keluar sendirian tanpa Papah yang rupanya masih berada di dalam. Dokter menyuruh kami semua masuk dengan raut wajah yang harusnya menunjukan kelegaan di sana, namun masih terkesan abu-abu bagiku karena nampaknya dokter masih perlu menjelaskan apa yang terjadi dengan dia saat ini.
Maka, aku segera masuk ke dalam ruangan rawat dia. Aku melihat Papah tengah memandang dia dengan lirih, tetapi perhatianku tidak begitu terpaku dengan Papah, aku lebih memilih untuk memusatkan perhatianku pada dia yang ternyata sudah membuka mata sepenuhnya dan seratus persen dalam keadaan sadar.
Senyum di bibirku mengembang melihat dia telah sadar. Bahkan kontak mata kami bertemu di saat ia menoleh untuk melihatku yang berada di depan pintu. Aku segera menghampiri dia dengan perasaan yang sangat lega.
"Sask—"
"Ka Saski!" Julia lebih dulu berseru memanggil namanya. Perempuan itu tidak bisa menahan tangisnya lagi saat melihat kakak perempuannya telah bangun dari tidurnya selama dua hari.
Aku membiarkan Julia menghabiskan tangisnya dahulu. Aku tahu jika perasaan perempuan memang lebih sensitif dan tidak mungkin aku bersikap egois untuk mendahului Julia, begitu pula Sina yang nampaknya akan memberikan waktu untukku berbicara lebih dahulu dengan dia.
"Ka, lo gak papa, 'kan? Gue cemas banget lo bakalan hampir mati kayak Bang Sina dulu!" tangis Julia yang pecah saat itu juga.
Aku hanya melirik Sina yang nampak menahan sabar atas ucapan Julia barusan. Memang, pria itu sempat sekarat sama halnya dengan dia dulu. Karena itu Julia semakin takut jika mendapatkan musibah seperti ini, terlebih ini adalah dua kakaknya.
"Gak, Li. Gue gak kenapa-napa, ini udah bangun, 'kan?" balas dia yang tidak kusangka akan semudah ini, seakan dia tidak sedang dalam keadaan sakit.
"Tetap aja. Dua sodara gue beneran hobi banget uji nyali sama nyawa sendiri!" lanjut Julia lagi masih menangis, dan Papah menenangkannya di sana.
"Itu namanya musibah, Li. Dan harusnya lo bersyukur kalau dua kakak lo masih dikasih kesempatan hidup," tukas Sina.
"Ya tapi tetap aja buat gue sama papah jantungan tau gak!"
Sina yang biasanya akan menjawab kali ini hanya bisa diam, mencoba mengalah dengan adiknya itu. Begitu pula dia yang hanya memberikan senyum tipis melihat Julia yang masih menangis di pelukan Papah. Aku masih membiarkan keluarga kecil itu menumpahkan segala rasa kecemasan serta kelegaan mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/253730007-288-k639993.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Forget Me Not
Romance[3rd] books Kehidupan rumah tangga Raidan dan Saski yang hampir berakhir di usia pernikahan mereka yang dua tahun. Permasalahan yang muncul usai kehilangan anak pertama mereka juga hadirnya orang ketiga yang digadang-gadang menjadi masalah paling ut...