chapter 9

257 16 2
                                        

Raidan's Pov

***

Aku terhenyak dalam diam saat menyadari Saski berada di sebelahku, menyandarkan kepalanya di lenganku. Sudah lama rasanya aku tidak melihat Saski yang kembali bertingkah manja padaku, semenjak permasalah itu Saski benar-benar menjadi perempuan pendiam, dan begitu pun aku. Aku tahu, saat ini Saski tidak mengingat apa yang menimpa pernikahan kami, tetapi bisakah aku jujur jika aku merindukan moment-moment seperti ini. Aku merindukan Saski yang ceria, yang selalu mengutarakan semua keluhannya padaku, selalu bertingkah seperti anak kecil padaku, selalu ingin diperhatikan, dan banyak lagi hal yang telah lama kulewati. Dan aku tidak menyangka akan mendapatkan hal itu saat ini, saat perempuan itu tidak mengingat apa-apa tentang hubungan kami. Entah apakah aku harus bersyukur atau tidak.

Agak lama aku menunggu Saski mengambil pesanan pizza-nya, hingga aku berpikir jika perempuan itu sedang mengobrol dengan kurir pizza karena aku sedikit mendengar percakapan di depan pintu. Kuputuskan untuk menghampiri Saski, namun yang kudapatkan adalah hal yang tak terduga.

Ada Arias di sana. Laki-laki itu datang ke rumah kami.

"Dan, Ari makan Pizza di rumah dulu ya sebentar. Aku udah lama gak ketemu dia, boleh, 'kan?"

Aku tidak langsung menjawab. Hanya menatap Saski seakan mengatakan jika aku tentu tidak mengijinkan laki-laki itu masuk ke rumah kami.

"Gak usah Ki, aku harus--"

"Boleh."

Tetapi aku malah menjawabnya dengan jawaban yang berkebalikan dengan hatiku. Membuat Saski langsung tersenyum lebar sementara Arias terdiam sembari menatapku tidak percaya.

"Kamu sama Ari boleh makan di rumah, tapi aku gak bisa ikut dulu, Ki. Kerjaanku harus aku selesaikan siang ini, jadi..." kini mataku teralih pada Arias, akan melanjutkan ucapanku untuk laki-laki itu. "Gue titip Saski sebentar, Ri."

***

Aku menatap layar Macbook dengan pandangan tidak fokus. Perhatianku selalu teralih pada dua orang yang sedang makan bersama di teras depan. Saski dan Arias memilih menikmati pizza di teras depan dengan alasan tidak ingin mengusik waktu kerjaku. Ingin menyangkal rasanya, bahkan sampai saat ini aku tidak bisa fokus bekerja karena memikirkan kedua orang itu. Mendengar suara tawa Saski dari luar sana entah semakin membuat dadaku berdenyut nyeri. Lama sekali tidak mendengar tawa perempuan itu, kini tawa itu kembali namun bukan aku lah penyebab tawa itu kembali. Adalah orang dari masa lalu Saski.

Aku menaruh macbook di atas meja. Tidak berniat melanjutkan perkerjaanku, karena rasanya percuma dengan pikiran yang selalu teralih kepada hal lain. Hal yang kulakukan selanjutnya adalah bangkit dari posisiku, melangkah mengikuti kata hatiku yang ternyata berakhir di teras depan, tempat di mana Saski dan Arias sedang duduk bersama.

"Loh, Aidan udah selesai kerjanya?" tegur Saski saat menyadari kehadiranku.

Aku mengangguk tanpa mengeluarkan suara sembari menarik kursi dan mendudukinya tepat di sebelah Saski.

"Pizzanya enak?" tanyaku basa-basi.

"Enak. Ternyata Arias juga beli di tempat pizaa yang kamu pesan. Jadi, datangnya double, nih!" jawab Saski.

"Oh iya?" Aku merespon seraya melirik Arias, "makasih Ri, udah repot-repot bawain makanan buat Saski." Aku tidak habis pikir aku bisa berterima kasih pada laki-laki itu sementara dalam hati ingin aku ingin menendang laki-laki itu dari rumah kami.

"Iya sama-sama, Dan." Arias membalasnya singkat, "Ya udah kalau gitu aku pamit ya, Ki. Aku harus balik ke kantor," lanjut Arias memutuskan untuk pamit.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang