4.

3.1K 361 6
                                    

Winar melangkah masuk kedalam kelasnya, tak ada seorangpun disana karena memang semua siswa dan siswi kini tengah beristirahat, kebanyakan dari mereka pergi ke kantin.

Winar yang merasa kurang enak badan, lebih memilih untuk diam di dalam kelas, memejamkan matanya dan meletakkan kepalanya diatas meja dengan beralaskan kedua tangannya. Kepalanya begitu berat, wajahnya tampak lemas dan pucat. Sudah biasa Winar seperti ini, hanya kelelahan.

"Eh, Win!" Winar mengangkat kepalanya dan menatap tiga orang perempuan kini tengah berjalan kearah mejanya.

"Kenapa?" Winar bertanya pelan. "Bayar kas dong." Ujar Somi, si bendahara kelas yang terkenal suka menilap uang kas.

Dahi Winar berkerut, "Kasnya kan udah berhenti dari lama, Som?" Somi menatap Winar kesal, "Ya sekarang tuh udah ada lagi, ayo buruan bayar!"

"Yang lain udah bayar?" Winar kembali bertanya, "Ah, banyak nanya lo! Tinggal bayar aja sih." Ujar Denis.

"Iya, bayar kok. Tapi mau ngebuktiin bener atau enggaknya dulu, kalau memang iya, besok aku bawain uangnya." Jelas Winar.

"Loh, kok malah besok sih? Sekarang lah, gila." Somi terus memaksa, Winar diam sebentar, "Memangnya berapa?"

"Dua puluh ribu sehari, dan Lo udah nunggak seminggu." Ucapan Somi sukses membelalakkan mata Winarsa.

"Hah? Kok ga ada konfirmasi sebelumnya kalau uang kasnya dinaikin segitu banyak?" Winar yang tidak terima akan hal itu mulai protes.

"Banyak ngomong lo, ya. Udah bisa nyolot dia sekarang, backingannya Karina, iya?!" Somi meninggikan suaranya. "Enggak, Som.."

"Yaiyalah enggak, mana mungkin juga Karina mau sama modelan kucel kayak lo. Untung aja lo itu wangi, kalau enggak, ya cocok lah lo duduk di deket tong sampah sana." Winarsa menunduk mendengar cemoohan dari Somi.

"Lah, malah diem ini bocah kucel. Ayo, bayar!" Somi kembali meninggikan suaranya.

"Dia gak bakalan bayar." Mereka berempat langsung menoleh ke sumber suara yang berasal dari pintu masuk kelas.

"Eh, kak Karina? Kok disini, kak?" Somi dan kedua temannya tersenyum kikuk, Karina hanya menatap mereka bertiga tak suka secara bergantian.

"Pergi. Sekali lagi gue lihat lo bertiga gangguin Winarsa, urusannya sama gue." Karina menekan perkataannya yang sukses membuat ketiga kurcaci tadi pergi meninggalkan mereka keluar kelas.

Winarsa hanya menatap Karina, begitupun Karina yang juga tak mengeluarkan sepatah katapun. Ia menatap Winarsa dengan tatapan yang sulit diartikan, Karina kemudian pergi meninggalkan kelas Winar, Winar tak mencegah, tak juga melakukan apapun, ia kembali meletakkan kepalanya di meja dengan tangannya sebagai tumpuan.

.

"Win? Kamu gapapa?" Minju menggoyang-goyangkan tubuh Winarsa guna membangunkannya.

"Hmm? Kenapa, ju?" Winar menatap Minju yang kini tengah menunjukan wajah paniknya, "Lagi sakit ya, Win? Tadi pas tidur kamu kayak ngelindur sama menggigil gitu."

Winarsa tersenyum, ia menggeleng pelan, "Enggak, kok. Cuma lagi capek dikit aja." Winar berujar sembari sedikit menggigil.

"Ke UKS aja ya, Win? Ini gurunya enggak ada, daripada makin parah disini? Nanti cari obat di sana." Minju masih setia menggenggam lengan Winar.

Winar diam sejenak, kemudian ia tersenyum dan mengangguk. Ia segera bangun dan berjalan perlahan keluar kelasnya, Winar merasakan badannya yang begitu dingin, matanya terasa pedas, tenggorokannya sakit, juga kepalanya yang terasa sangat berat seakan ditimpa beras 10kg.

Dunia Kita Berbeda - WinRina ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang