Bab 3 - Nikahin Amira?

402 80 17
                                    

Happy Reading

•••

Asti berjalan sambil bersenandung menuju kamarnya. Ia senang mendengar bahwa kakaknya akan menikah.

"Assalamualaikum teh." Asti membuka pintu kamarnya

"Wa'alaikum salam." Amira segera duduk saat Asti memasuki kamarnya.

"Maaf ya teh ganggu istirahatnya,"

"Engga apa-apa. Kamu Asti ya? Adiknya Asep?"

Asti mengangguk.

"Emang bener ya, teteh itu calon istrinya a Asep?" tanyanya polos

"Hah?" Amira terkejut mendengar pertanyaan Asti.

"Teh ...."

"Eh, iya ... Anu ...." Amira bingung mau menjawab apa.

"Yaudah kalo teteh masih malu-malu. Tapi Asti seneng banget deh." ujarnya sambil tersenyum ke arah Amira. Amira pun ikut tersenyum sambil salah tingkah.

"Oya, nama teteh siapa?"

"Aku, Amira, panggil aja Ami." Amira memperkenalkan diri.

"Oh ... Teh Ami? Cantik, sama kayak orangnya." puji Asti.

"Terima kasih Asti, kamu juga cantik." balas Amira.

"Berarti malam ini teteh tidur sama Asti ya?"

"Iya, boleh kan aku numpang tidur disini Asti?"

"Tentu boleh atuh teh. Asti seneng malah ada temennya. Yaudah Asti mau bantuin emak masak dulu ya? Teteh istirahat aja dulu."

"Makasih ya Asti."

"Sama-sama teteh ipar." jawabnya sambil berlalu keluar kamar meninggalkan Amira yang terbengong sendiri

•••

Amira merebahkan dirinya di ranjang tidur Asti. Pikirannya kembali merana mengingat nasibnya saat ini, di buang oleh orang-orang yang amat ia cintai. Di hamili lalu di tinggal kekasih hati, dan di jauhi keluarga karena aib yang telah ia ciptakan sendiri.

"Oh Tuhan, aku harus bagaimana? Tak mungkin rasanya aku berlama lama disini, kasihan mereka jika harus ikut menanggung malu karna diriku." batin Amira

"Ma, Pa, kenapa kalian tega membuang ku?"

Air mata kembali meleleh membasahi pipi mulus Ami.

Kilasan-kilasan masa lalu kembali melintas di pikirannya. Betapa bodohnya ia karena telah di butakan oleh cinta. Terlena oleh ucapan dan janji manis Firman yang nyatanya hanya bualan belaka. Tiga tahun lamanya menjalin cinta bukan berarti kita telah sangat mengenalnya, tetap saja kita tak boleh mudah percaya. Amira sangat menyesal dengan apa yang telah terjadi pada hidupnya kini. Kadang terlintas ingin mengakhiri hidup, namun ada nyawa tak berdosa dalam tubuhnya, ia berhak hidup. Janin itu tak bersalah, ia yang salah. Jadi Amira berniat akan tetap mempertahankan bayi itu sebagai penebus rasa bersalahnya. Walaupun pada akhirnya anak itu akan selalu mengingatkannya pada masa lalu yang kelam, tapi Amira telah mempersiapkan dirinya untuk itu.

"Teh, di panggil emak, di suruh makan." tiba-tiba Asti datang membuyarkan lamunan kelamnya.

Amira segera menghapus jejak basah di pipinya.

"Eh, iya Ti. Terima kasih."

"Hayuk, teh. Kita makan sama-sama," Asti menarik lengan Amira dan mengajaknya, Amira menurut. Berjalan ke arah dapur, Mak Irah dan Asep sudah duduk menunggu mereka di meja makan yang telah usang.

"Sini makan neng, maaf cuma masakan kampung." ujar Mak Irah.

"Terima kasih mak, maaf sudah merepotkan emak."

"Enggak kok, ayok makan, mumpung masih hangat." Mak Irah dengan ramah memperlakukan Amira, sedang Asep hanya diam menyimak tanpa kata.

"Masakan emak enak." puji Amira.

"Cuma masakan kampung neng,"

"Iya mak, walaupun masakan kampung rasanya enak banget, Ami suka."

"Yaudah kalo suka makan yang banyak mumpung masih disini." ujar Asep menimpali. Amira menunduk tak enak hati.

"Ih, jangan gitu atuh a ngomongnya," protes Asti. Asep hanya diam tak menyahuti.

"Udah, udah lanjutin makannya jangan kebanyakan ngobrol, gak baik." Mak Irah mengingatkan

Selesai makan Amira membantu Asti dan Mak Irah membersihkan meja dan mencuci piring. Hal yang tak pernah Amira lakukan sebelumnya. Padahal Mak Irah sudah melarang, namun Amira tetap lakukan karena ia tak enak hati sudah menumpang.

"Udah teh, simpen disitu aja, nanti Asti aja yang cuci piringnya." ujar Asti saat Amira hendak mencuci piring.

"Tapi, Ti?"

"Gak apa-apa teh, nanti baju teteh malah basah lagi, kan disini mah nyuci piringnya ya begini, sambil duduk teh, kalo di rumah teteh mah sambil berdiri kan?"

Amira mengangguk.

"Yaudah teteh istirahat aja. Biar Asti aja."

"Makasih banyak ya Ti."

Amira berjalan menuju kamar, namun ia sempat melihat ke arah luar, nampak Asep dan Mak Irah sedang berbincang, awalnya ia acuh saja, namun kakinya justru malah melangkah mendekat.

"Mak Asep harus gimana ya? Asep bingung sama rencana Asep ke depan."

"Bingung kenapa Sep?"

"Disini Asep mau kerja apa mak? Kalo Asep gak buru-buru cari kerja gimana kebutuhan kita sehari-hari? Di tambah sekarang anggota keluarga kita bertambah mak." keluhnya.

"Sabar atuh Sep. Baru juga pulang, udah jangan di pikirin dulu, sambil berjalan aja. Emak juga bisa bantu-bantu di sawahnya juragan Hadi kalo buat biaya sehari hari mah." jawab Emak.

"Tapi mak?"

"Udah jangan terlalu mikirin itu. Sekarang kita pikirin gimana neng Ami disini Sep? Apa gak sebaiknya kamu nikahin dia aja Sep, biar gak jadi omongan tetangga,  biar dia dan kita juga tenang disini. Emak kasian sama dia Sep, Emak gak mau kalo dia sampe salah langkah lagi dan kenapa-napa di luar sana." ujar Emak.

"Apa Mak? Nikahin Amira? Emak gak salah?"

•••

Bersambung...




Mari tekan vote nya⭐

Mendadak Jadi Jodohku [ END✓ ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang