19 Oktober 2009
Keadaan hening sore kala itu, hanya ada dua orang dewasa di rumah yang begitu luas. Di sebuah dapur pada meja yang terbentang, terdapat paper bag yang dihiasi pita serta kue ulang tahun coklat dengan lilin yang berbentuk angka tujuh. Nampak pada kue itu, terdapat tulisan 'selamat ulang tahun Jeandra'
Tapi, ada pemandangan yang begitu menyiksa di samping meja makan itu. Seorang lelaki berjas dipenuhi peluh di sekujur wajahnya, napasnya sedikit tergopoh, tangannya menggenggam sebuah pisau yang sudah dibaluti banyak noda merah. Ternyata itu berasal dari seorang perempuan yang sudah terbaring tak berdaya di depannya. Kulit perut perempuan itu sedikit tersayat, darah bersimbah mengelilingi tubuhnya.
"Pa-papa." Suara lirih nan terbata-bata itu mengalihkan atensi laki-laki tadi, dia menolehkan kepalanya ke belakang dan mendapati seorang anak lelaki yang berdiri kaku dan menatapnya penuh kejut.
"Bu-bunda ke-kenapa?" Tanya anak itu yang masih berdiri diam di tempat, matanya sudah dikerumuni cairan bening, sekujur tubuhnya bergetar hebat akibat takut.
"Kamu bisa melihat sendiri." Lelaki itu menatapnya nyalang.
"Nggak, itu nggak mungkin." Anak lelaki itu menggelengkan kepalanya gusar, mencoba menolak bayangan pelik di kepalanya.
Anak lelaki itu berjalan cepat dan terburu-buru meninggalkan area dapur, membiarkan apa yang dilihatnya tadi, harap-harap itu hanyalah mimpi. Tepat setelah dia membuka pintu utama, dia bertemu dengan seorang anak kecil yang usianya terpaut 3 tahun lebih muda darinya, dia hendak masuk.
"Kak, Jean udah beli--" belum juga selesai Jean menunjukkan paper bag kardus berisi topi ulang tahun, tapi perkataannya sudah dipotong oleh kakaknya yang nampak tergesa-gesa.
"Jean, ayo pergi dari sini." Anak lelaki itu menutup pintu kembali dan berusaha membawa Jean, adiknya, untuk pergi dari kawasan rumah.
"Ada apa, kak?" Jean bertanya.
"Pokoknya kita harus pergi sekarang."
"Lepasin Jean, kak!" Jean berusaha melepas tangannya yang sedari tadi dicekal oleh kakaknya.
"Kamu nggak denger kakak?! Kita harus pergi sekarang!"
"Memangnya kenapa?! Jean mau ketemu Bunda?!"
"Bunda nggak ada, Jeandra!"
Anak lelaki itu membulatkan matanya saat dia mendengar suara derap langkah kaki yang semakin mendekat. Mau tidak mau, dia harus menarik paksa adiknya untuk pergi dari tempat itu.
"Ayo pergi sekarang."
"Kak, tunggu dulu!"
Tepat di tengah jalan raya yang luas, anak itu menghentikan langkahnya kala Jean tiba-tiba kembali menarik tangannya paksa.
"Lepas, kak! Bunda udah nunggu di rumah!"
"Kakak udah bilang, Bunda nggak ada di rumah, Jeandra!"
"Ya memang kenapa kalau Bunda nggak ada di rumah?! Jean nggak boleh pulang?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSA JEANDRA | Park Jisung
Novela JuvenilTak heran kalau Jeandra menyebut dunianya sudah tak layak lagi untuk dihuni. Badai dimana-mana, hujan tidak pernah berhenti, petir tak jarang bergemuruh. Tapi itu hanya ibarat, seolah semesta sudah benar-benar membencinya kala itu. Senyumnya bisa me...