224

224 ; 33

𝟸𝟸𝟺 ; ᴀᴋᴛɪғ

Hari ini hari dimana mereka harus jemput bunda, iya loh bunda di kampung mau hyunjin jemput. Katanya sih ngajak liburan.

Iya nih, hyunjin dapat job model kemaren. Manager nya sama sekarang? Iya, bininya.

Gak kerasa kehamilan jeongin udah masuk bulan ketiga, loh. Sebentar lagi toge punya nangka. Alias riki bakal beneran punya adek.

Riki masih planga plongo, dikasih tetek ya nenen. Nenennya di rebut ya tempeleng ayahnya. Tapi gimana kalau ada adek nanti? Apakah riki harus tempeleng adeknya juga?

"Nunggu aja masuk base, heran"

Hyunjin yang lagi fokus bawa mobil sambil menoleh, mengecup tangan si manis "kenapa, dek?"

Jeongin menggeleng dengan dengusan sebal, balik memberikan riki roti bayi untuk di cemil walau berakhir di makan sendiri.

Riki di pangkuan bundanya ngeliat doang bundanya yang makan dengan raut kesal, bahkan sesekali bersin karena remahan roti jatuh ke wajahnya.

Jeongin sendiri peluk riki erat, masih sesekali melihat ponsel. Sebenarnya tak pernah terbayang oleh jeongin kalau hyunjin itu pernah menjadi model.

Bayangkan saja, awalnya mereka hanya dua orang yang dijodohkan. Jeongin anggap hyunjin rendah karena pekerjaannya hanyalah seorang kuli bangunan, perbedaan sosial yang membuat jeongin  terkesan untuk menyepelekan.

Di pikirannya tak pernah berfikir sedikitpun suaminya akan terkenal begini, bahkan melebihi dirinya sendiri. Jeongin tak iri— uhm sedikit, tapi juga cemburu karena banyak model model cantik yang mengirim pesan pada hyunjin.

Hyunjin tak pernah balas sih, jeongin yakin. Hyunjin bukan dirinya yang cepat terbuai akan sesuatu, tapi jeongin tetap cemburu.

Lihat lah, apa yang hyunjin lakukan akan masuk ke base. Asal ketahuan saja, masuk base. Jeongin aja gak pernah!

"Abang capek gak bawa mobil, kalau capek gantian sini"

"Engga lah, baru juga jalan kok udah capek. Bentar lagi sampai kok ini" Memang mereka sudah berangkat dari pagi tadi, perjalanan 4 jam lalu berhenti di supermarket untuk mengisi perut dan buang air kecil.