Bab 3 Lyno: Sang Pembaca Hati Manusia

34 1 0
                                    


BERBEDA dari kebanyakan orang pada umumnya. Setelah perut terisi penuh, Lyno tidak serta-merta merasakan kantuk, sedangkan pada malam itu hujan turun dengan derasnya. Hujan malam yang membawa hawa dingin masuk ke ruang kamar melalui celah-celah jendela yang kemudian menempel pada kain selimut yang digunakan tidur. Terasa dingin yang menyegarkan pada ujung kaki. Pelukan udara sejuk pada malam hari seakan memaksa jiwa manusia terlelap dalam genangan mimpi yang panjang. Suara tetes hujan yang menabrak atap rumah menutupi rungu dengan iramanya yang acak dan tak tertebak. Mungkin itu yang dirasakan oleh Utaka yang tertidur pulas dan mungkin alam pikirannya sudah berada dalam mimpi panjang yang di janjikan oleh hujan malam.

Walaupun Lyno sudah mencoba berbaring dengan posisi tidur yang paling nyaman menurutnya, akan tetapi ia tetap saja tidak bisa terlelap seperti Utaka. Apa ada yang salah dengan diriku? Batin Lyno. Aku ingin tidur, tapi tak bisa. Apa sebabnya? Apa karena sesuatu? Mungkin saja. Tapi aku sama sekali tidak tahu apa itu. Apa yang aku pikirkan? Padahal sama sekali tidak memikirkan apa-apa. Menyadari perkataannya sendiri, Lyno semakin di buat tak nyaman. Ia memutuskan untuk keluar rumah dan duduk dikursi teras sambil memandangi hujan dalam gelapnya malam tanpa rembulan. Kursi rotan yang keras dan dingin terasa tidak begitu nyaman ketika di duduki. Tidak ada pilihan lain, pikir Lyno.

Hujan masih terus berlanjut dengan derasnya. Tidak tahu sampai kapan. Sesekali kilat dengan cepat berkelabat di langit kemudian di ikuti dengan gemuruh dari kejauhan. Mungkin disuatu tempat sudah muncul genangan karena hujan lebat ini. Cahaya remang-remang dari lampu teplok yang di nyalakan Lyno tidak terlalu redup untuk menerangi teras rumah. Walaupun demikian, cahaya yang di pancarkan lampu teplok tersebut dapat di lihat dari kejauhan. Layaknya secercah harapan dalam keputusasaan seorang penjudi yang telah kehabisan semua uangnya dan hanya mengandalkan keberuntungan untuk memenangkan permainan.

Tidak ada hal lain di hadapannya selain gelapnya malam. Sama seperti pendengarannya yang hanya mendengar derasnya hujan. Lyno duduk termenung mengingat kembali segala kejadian yang di alaminya hari ini. Ia membayangkan pagi yang dingin dan gelap. Jika di bandingkan dengan malam ini, tentu saja malam ini lebih dingin dan lebih gelap. Ia memikirkan suasana pasar yang begitu ramai. Orang-orang mengantri untuk membeli wortel dan labu. Seorang Nenek yang memberikan kue labu kukus hangat kepada Utaka. Lyno memperkirakan umur sang nenek antara 60 sampai 65 tahun. "Nenek sudah tua begini, tapi masih bisa berjualan seperti biasa" Lyno memikirkan perkataan Utaka yang tidak sopan kepada sang nenek. Tapi yang di ucapkan Utaka ada benarnya juga, pikirnya. Lyno kemudian beralih memikirkan si gadis yang berparas seorang putri kerajaan dari suatu negeri. Ia tak ingin memikirkan gadis itu panjang lebar, tapi ia malah membayangkannya. Tapi seandainya si gadis ada disini, entah apa yang akan kulakukan. Mungkin membangunkan Utaka, dia tahu banyak topik untuk dibicarakan.

Bagaimana dengan Ryu dan adik perempuannya? Apa yang menyebabkan dia datang kemari? Liburan? Tidak mungkin mereka datang untuk liburan, pasti ada tujuan lain. Tahun lalu, pada awal kedatangannya Ryu pernah mengatakan kalau asalnya bukan dari daratan timur. Pasti dari tempat yang jauh, di manapun itu. Bagaimana dengan kabar sihir yang di bawakan Ryu? Apa zaman benar-benar telah berubah? Apa benar kedamaian sudah tercipta?

Lyno merenung cukukp lama dengan pikiran yang penuh pertanyaan. Matanya hampir tidak berkedip sama sekali. Ia benar-benar hanyut dalam arus pikirannya yang sederas hujan. Tanpa di sadari, bibi Nanami duduk disampingnya. Lyno terkejut dengan kehadiran yang tiba-tiba. Sama seperti Lyno, bibi Nanami juga duduk memandangi hujan malam. Dia mengenakan sweater berwarna cream dengan lengan berjumbai dan rok merah panjang. Ia seorang ibu rumah tangga yang memiliki wajah cantik berkulit putih dengan tinggi sedang dan tubuh ramping. Dia memiliki mata hitam kecokelatan, sama seperti Utaka anaknya. Rambut hitam panjang di ikat longgar, tergantung di belakang punggungnya dengan poni di setiap sisi dan hanya beberapa rambut pendek yang dibiarkan tergerai di dahinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hissei-yo (Ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang