Chapter 1

1.2K 127 2
                                    

Terselip satu permintaan yang selalu sama setiap tahun, manusia meminta umur panjang ketika hembusan udara meniup api-api kecil yang sengaja dihidupkan. Namun para pengukir doa itu tau bahwa keinginan itu tidak bisa diganggu dalam waktu yang telah dibagi untuk setiap jiwa. Mereka tau bahwa tak akan ada keabadian merekat erat dalam sebutan nama mereka, sebab kematian adalah lumrah adanya.

Namun tidak untuk dia.

Seseorang yang selalu memohon pada sang waktu untuk masuk ke dalam tubuhnya, melemahkannya dan melenyapkannya. Setiap ulang tahun itu, dia tidak meniup lilin. Tapi hanya duduk dan menyaksikan bulan purnama, sambil memohon tanpa melakukan apa pun. Dia berkata dengan lirih, "Jemput aku, tolong jemput aku." Siapa pun yang mendengarnya, dia harap adalah sang pencabut nyawa.






____________________


Tahun 1689, Kepulauan Bonin, Jepang

Keindahan pulau ini tak terlihat saat malam, hanya daratan saja yang tampak putih karena sinar bulan purnama. Terlihat gelap dan tampak tak ada penghuni saat itu, namun seorang pelayar dengan berani singgah ke pulau itu. Bukan karena disengaja, namun arus laut mengiringinya untuk mengunjungi pulau tanpa manusia tersebut.

Tak ada awak kapal yang selamat, dia melewati samudra yang cukup aneh sebelumnya. Bisikan-bisikan terdengar saat berada di Laut Pasifik itu. Ombak yang tak seharusnya ada tiba-tiba naik dan menghantam kapal miliknya, namun yang tak masuk akal adalah hanya dirinya yang tersisa di atas kapal kayu itu. Sementara kru yang lain seolah ditelan samudra, hilang dan bahkan tak ada teriakan minta tolong dari puluhan manusia tersebut.

Lelaki dari Eropa itu perlahan turun dari kapalnya yang utuh. Benar, tak ada kerusakan yang parah dari kejadian sebelumnya. Kapal hanya basah dan lumpuh sesaat, setelah itu, Harel Josh akhirnya pasrah pada angin yang mengatur arah haluannya. Dia bahkan duduk termenung dengan perasaan berkecamuk dalam hatinya, sebab sekarang dia sendirian, tersisa hidup.

Harel yakin, semua orang sudah mati.

Sebab, laut yang dilalui sebelumnya adalah Laut Iblis, sebuah mitos yang pernah dia dengar dulu, bahwa siapa pun yang melewati lautan itu tak ada yang bisa hidup, kapal akan hancur dan hilang. Tapi para awak tak ada yang sadar, mereka semua mabuk sambil menyindir mitos tersebut. Harel mendengarnya, tapi dia tidak ikut memperburuk keadaan.

Kali ini, dia turun dari kapalnya dan menarik jangkar itu sendiri dan menanamnya di pesisir. Langkah kakinya sedikit bergetar saat menyentuh pasir putih, wajah lelah itu terpampang nyata dalam raut mukanya yang putih. Harel merasa, dia siap mati karena kelaparan. Persediaan tak ada lagi, semua hilang saat ombak menghampiri. Juga, dia tak punya kekuatan untuk menjelajahi hutan ini sendirian.

Tapi tiba-tiba, bisikan itu terdengar lagi. Namun lebih merdu, seolah ada seseorang yang bersenandung.

Harel tertegun, dia melihat sekitaran. Matanya menelusuri hutan yang agak jauh dan hitam, tapi bukan dari sana asal suara itu. Lalu beralih lagi melihat ujung pasir yang berakhir dengan bukit kecil, setelah itu dia melihat samudra. Tidak salah lagi, suara nyanyian itu berasal dari samudra biru yang kelam. Hingga akhirnya suara wanita sangat merdu terdengar, namun suara itu menusuk hatinya, Harel merasa takut dengan apa yang akan terjadi.

Dengan keberanian yang tersisa, dia berjalan sedikit demi sedikit ke arah pantai. Tertatih karena degup jantungnya seakan sadar, itu adalah ancaman. Namun, semua perasaan itu tiba-tiba sirna, saat dia melihat sosok manusia perlahan muncul dari samudra yang kelam itu. Mulai dari kepala, tubuh hingga kaki. Tak mengenakan pakaian sedikit pun. Dia berjalan menuju Harel dengan wajah tak ada senyum, perlahan mendekati dengan kulit dan rambutnya yang basah. Wanita itu menghampiri Harel, lelaki muda yang terpelongo dengan apa yang dia lihat.

DARK OCEAN - FREENBECKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang