Bab 14 - Pengakuan

171 18 2
                                    

Malam ini seperti biasa Bara sedang berkumpul dengan temannya. Nongkrong, menyanyikan berbagai macam lagu yang diiringi petikan gitar yang dimainkan oleh Marvel, mendengar candaan dari Jemian, juga cerita cerita yang dilontarkan dari Zaki. Bara hanya bagian tertawa saja. Untuknya, berkumpul dengan teman berguna untuk melepas penat setelah seharian bekerja.

"Eh kamari urang nganteur lanceuk ka dokter. Alo urang gering, da suami na keur gawe. Pas urang nganteur ka dokter teh, ternyata dokter na si Elio. Babaturan Kalangga."* Zaki menceritakan kegiatannya kemarin. Tanpa sengaja, ia bertemu dengan Elio, teman Kalangga. *(eh, kemarin aku nganter kakak ke dokter. Keponakan aku sakit, suaminya lagi kerja. Pas aku nganter ke dokter, ternyata dokternya si Elio. Temen Kalangga.)

"Wah? Terus terus?" Jemian yang tertarik dengan cerita Zaki langsung semangat mendengar kelanjutannya.

"Nya teu terus terus, urang lain tukang parkir."* Ucap Zaki. *(ya engga terus terus, aku bukan tukang parkir.)

Marvel dan Bara tertawa saat mendengar ucapan Zaki. Jika diibaratkan, Jemian dan Zaki semacam kucing dan anjing. Bertengkar jika dekat.

"Ih si anjir, lain kitu kocak."* Jemian sedikit kesal mendengar jawaban Zaki. *(ih si anjir, bukan gitu kocak.)

"Wkwk, santai atuh bro. Terus urang nanya ke si Teteh. Dari kapan kalo Teteh ke dokter Elio buat cek kesehatan Alena. Terus si Teteh jawab, dari Alena kecil juga udah ke dokter Elio. Kan urang reuwas nya. Dunia teh sempit." Jelas Zaki.

"Ga ada yang tau kehendak Tuhan kaya gimana, maneh kenal Elio semenjak Bara deket sama Kalangga. Eh taunya, lanceuk maneh udah kenal lebih dulu sama si Elio." Marvel sampai berhenti memainkan gitarnya. Betul apa kata Marvel, jika Tuhan sudah mengatur sesuatu, manusia hanya bisa menerima apa yang sudah seharusnya terjadi.

"Di pikir-pikir nya, si Elio cakep juga. Buat ukuran laki-laki, asa teu pantes disebut kasep." Jemian mengakui satu hal yang memang itu ada pada diri Elio. Bukan hanya Elio, Bhanu dan Kalangga pun sama. Sama-sama cantik untuk ukuran laki-laki.

"Awas jadi bogoh ka si Elio." Celetuk Bara diakhiri dengan kekehan.

"Eits, awas mun macem-macem maneh. Urang nu rek ngadekeutan si Elio." Saekas Zaki sembari menunjuk wajah Jemian.

"Wey, kalem bro. Bersaing secara sehat saja hahaha.. Selama janur kuning belum melengkung, tidak ada larangan untuk tidak merebut pacar sahabat aendiri" Ucap Jemian
tidak terima atas Zaki yang menunjuk wajahnya.

"Oh kitu cara maen na. Oke lah, kita liat. Urang yakin, Elio bakal milih Zaki Pramudya Afnan." Zaki menepuk dadanya dengan percaya diri.

Marvel hanya tertawa renyah melihat tingkah Zaki. Jemarinya kembali memetik senar gitar mengalunkan sebuah lagu. Berbeda dengan Marvel, Bara lebih memprovokasi Zaki.

"Jem, ntar urang bantuin nyari tau tentang Elio." Netra Bara melirik Zaki yang sudah membulatkan matanya. Tak disangka, Bara akan bersekongkol dengan Jemian untuk mendapatkan hari Elio?

Sungguh terlalu.

"Lah, anjir ulah atuh euy. Jangan dibantuin lah, curang namanya." Zaki mengeluarkan protesnya langsung.

"Hahahahaha..." Ketiganya tertawa hampir berbarengan. Wajah Zaki berubah menjadi cemberut.

"Udah, udah. Bersaing aja secara sehat. Jangan pake hal hal curang." Marvel menenangkan keributan yang terjadi. Walau masih kesal, Zaki ikut bernyanyi untuk melupakan hal yang baru saja terjadi.

Bandung Dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang