Bab 15 - Ayah, Bunda

159 20 0
                                    

"Maaf baru bisa update. Karena ada sesuatu yang harus di selesaikan." - Oxy

Terhitung sudah enam bulan Bara dan Kalangga berpacaran. Semakin hari semakin lengket. Bak amplop serta perangkonya, sepatu dengan kaos kakinya. Rutinitas pagi Bara akan mengantar Kalangga ke galeri, sore hari Bara akan menjemputnya kembali. Hal yang sudah biasa dilakukan pasangan tersebut. Seperti sore ini, Bara menjemput Kalangga di galeri. Sebelumnya Bara sudah meminta izin kepada Mama Wendy dan Papa Cakra, bahwa Bara akan membawa Kalangga ke rumahnya.

Bara mendapat pesan dari Kalangga. Hanya dengan notifikasi khusus saja Bara sudah mengetahui bahwa kekasihnya yang mengirimi ia pesan. Dengan cepat ia baca pesan yang dikirim Kalangga. Tak lupa ia membalasnya. Usai membalas pesan sang kekasih, Bara dengan sigap langsung meluncur untuk menjemput Kalangga. Dengan kuda besi kesayangannya, helm cadangan pun tak luput ia bawa, Bara menyusuri jalanan sore kota Bandung santai. Padatnya jalanan kota Bandung sudah biasa Bara hadapi.

Bara memarkirkan kuda besinya di halaman depan galeri. Masih ada beberapa mobil yang terparkir. Ia tau, jika mobil yang terparkir itu adalah mobil orang tua murid lukis kekasihnya. Ia membuka helmnya, lalu masuk ke galeri milik Kalangga. Betul saja, para orang tua murid masih membahas tentang anaknya dengan sang guru. Mungkin, menanyakan beberapa progress yang telah dicapai anak-anaknya. Bara memperhatikannya dari jarak yang lumayan dekat, karena kursi yang disediakan tidak jauh dari jarak Kalangga yang sedang berbincang.

"Makasih banyak ya Mister, anak saya happy setiap habis les melukis. Ga sia-sia saya privatin anak saya disini." Ujar salah satu ibu yang menyekolahkan anaknya menjadi murid lukis Kalangga.

"Terimakasih banyak Bu, Adam punya bakat buat lukis. Dari semua murid, Adam paling bisa menorehkan imajinasinya dengan sangat baik." Jawab Kalangga yang dibubuhi senyuman manisnya.

Bara yang memperhatikan kekasihnya tersenyum itu seketika bergumam pelan. Gumamnya yang hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri. Kata 'cantik' terucap saat Bara melihat senyuman Kalangga.

Kini galeri sudah sepi, para orang tua yang menjemput anak-anaknya les melukis sudah meninggalkan galeri sepuluh menit lalu. Bara yang di beri perintah untuk menunggu sebentar lagi oleh Kalangga, karena ia harus merapikan barang bawaannya terlebih dahulu.

"Udah makan belum yang?" Bara yang sedang berada di dekat Kalangga, memperhatikan si manis yang masih sibuk mengemas barangnya bertanya.

"Belum, tadi cuma ngemil doang beli seblak hehe. Makan dulu yuk sebelum pulang." Kalangga menolehkan kepalanya ke arah Bara. Ia selesai mengemas barangnya.

"Masak aja gimana? Di rumah bahan bahan masih banyak." Bara mengulurkan tangannya, mengusap lembut kepala Kalangga.

"Boleh, biar ga sayang juga itu bahan masakan. Yaudah yuk pulang." Saat Kalangga diusap kepalanya, ia mendekatkan diri pada Bara. Memeluk pinggang sang dominan erat. Rasa lelah setelah seharian di galeri menguar begitu saja ketika Kalangga memeluk tubuh Bara. Aroma maskulin dari tubuh sang dominan terhirup oleh hidung bangirnya, membuat dirinya merasa tenang dan nyaman.

"Yuk pulang, biar cepet istirahat juga." Bara mengecup puncak kepala Kalangga, disertai dengan usapan lembut pada punggungnya.

Kalangga melepas pelukannya, meraih tas selempangnya lalu ia sampirkan di pundak kecilnya. Bara keluar dari galeri terlebih dahulu, menunggu Kalangga mengunci pintu galeri. Kini keduanya sudah menggunakan helm yang Bara bawa tadi. Tidak lupa juga Bara mengaitkan kuncian pada helm agar tidak terlepas dan juga aman.

Sore hari di kota Bandung menjadi saksi bisu setiap perjalanan Bara dan Kalangga. Padatnya jalanan karena berbarengan dengan bubarnya para pekerja, tapi itu bukan menjadi masalah besar bagi Bara. Ia malah senang berlama-lama diatas motor bersama si manis. Kalangga memeluk Bara dengan erat. Mungkin yang melihat pun akan merasa iri. Ditambah, suara khas motor milik Bara membuat semua orang menyingkir begitu saja. Memberi jalan untuk Bara.

Bandung Dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang