II. Anak baru

136 37 0
                                    

Happy Reading♡

•••

-5 Tahun yang lalu-

Alarm di kamarku berbunyi, menandakan sudah waktunya tubuh ini beranjak dari kasur. Namun, kenyataannya sungguh sulit untuk langsung membangunkan badan yang agak malas ini. Terlebih lagi, kasur yang sangat lembut ini masih terasa sejuk walaupun pendingin ruangan sudah kumatikan.

*Pendingin ruangan=AC.

Tapi aku harus segera bangun karena hari ini aku masih harus bersekolah. Terlebih lagi di jam pertama, aku ada penilaian harian Bahasa Indonesia. Aku pun beranjak dari kasurku yang sangat nyaman, dan merapihkannya dengan cepat sebelum masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah selesai merapikan tempat tidur dan membersihkan diri dengan mandi, aku pun memakai seragamku yang sudah kusiapkan sebelum aku tidur. Aku juga tidak lupa untuk memakan sarapanku yang sudah dibuatkan oleh Mamahku dengan penuh kasih sayang.


"Mah, aku sudah selesai sarapan, aku pamit mau berangkat ke sekolah," ucapku sambil mencium tangan ibuku untuk berpamitan sebelum pergi.

"Hati-hati ya, nak," jawab Mamahku dengan senyuman hangat.

"Baik, Mah," balasku dengan senyuman lebar sebagai balasan.

Aku pun berangkat ke sekolah diantar oleh Ayahku menggunakan motor bebeknya.

"Ayah, aku sepertinya akan telat," ucapku dengan nada santai.

"Hm? Tentu tidak, karena Ayah akan mengantarmu dengan cepat seperti pembalap Messi," jawab Ayahku dengan percaya diri.

"Itu Rossi, Ayah," kataku sambil mencoba menahan tawa.

"Oh? Ayah salah kah? Hahaha," balas Ayahku dengan tawa.

Dan setelah beberapa menit, akhirnya aku sampai di depan gerbang sekolah, dan syukurnya aku tidak jadi telat. Ayahku tidak bercanda dengan kata cepat. Walaupun menggunakan motor bebek, dia tetap berusaha mengantarku dengan cepat.

"Makasih yah, aku tidak jadi telat hehe," ucapku dengan cengiran kecil.

"Sama-sama nak, jangan lupa dimakan bekelnya, dan belajar baik-baik ya," ucap Ayahku sambil mengelus kepalaku.

"Siap 86-!!" ucapku.

Sebelum benar-benar memasuki gerbang sekolah, aku tidak lupa untuk menyalim tangan Ayahku. Setelah itu, aku pun benar-benar memasuki gerbang kelas dan menaiki tangga menuju kelas ku yang berada di lantai 3.

"Haah... tangga sialan, badanku yang jompo ini benar-benar tersiksa rasanya," ucapku sambil menaiki tangga dengan kesal.

Setelah menaiki anak tangga sialan itu, aku pun akhirnya bisa memasuki kelasku yang berada tepat di dekat tangga yang kunaiki tadi. Saat memasuki kelas sudah banyak temanku yang sampai. Hal itu wajar saja karena aku sendiri hampir telat, dan aku hanya beruntung bisa tiba di sekolah sebelum bel berbunyi.

Aku pun mendudukkan diriku di kursi kayu yang tua seperti kursi yang telah ada semenjak zaman majapahit. Tepat saat diriku sudah terduduk, bel sekolah berbunyi. Jujur saja aku kurang menyukai bel sekolahku, karena setiap aku mendengarnya, rasanya bukan seperti bel sekolah, tapi seperti bel peringatan bencana alam.

My Beautiful SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang