BAB 17

18.3K 1.1K 26
                                    

Tetaplah kuat, Walaupun terkadang yang merusak mental justru adalah orang-orang terdekat.

****

Faldo
Jangan lupa di transfer.
153-00-2448xxxxx

Lily membaca pesan singkat itu lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku roknya. Kini ia berjalan tanpa arah di tengah kota. Mobil yang dikendarainya, ia tinggal di hotel. Sepertinya membawa mobil dalam keadaan seperti ini tidak baik untuknya hingga ia memilih berjalan kaki.

Hari sudah malam. Tak peduli sudah berapa lama Lily berjalan, ia tak merasakan apapun. Setelah puas menangis, asmanya kambuh hingga lagi-lagi ia harus bergantung pada inhaler.

Kini, Lily hanya berjalan mengikuti kemana kakinya melangkah.

Lalu mata sembab Lily tanpa sengaja menangkap sebuah iklan yang terpampang jelas di balik kaca sebuah toko, mempromosikan produk alat pemanggang yang digunakan sekeluarga untuk berlibur. Bahkan model iklan itu terlihat sangat bahagia.

Lily tersenyum kecut, ia ingat beberapa minggu lalu sebelum ia pergi berlibur ke villa, orangtua nya berjanji untuk mengajaknya berlibur bersama. Tadinya ia sangat menantikan janji itu dipenuhi, tapi sekarang tidak lagi.

Gadis itu kemudian men-dial nomor Intan di ponselnya.

"Halo Ly." Sapa Intan di sebrang telpon.

"Halo ntan. Lo lagi ngapain?" Lily berusaha membuat suaranya terdengar seperti biasa. Kaki nya pun kembali melangkah berjalan.

"Gue lagi kerja nih. Kenapa? Tumben."

Lily tidak menjawab.

"....Lo ada masalah?" Terdengar nada khawatir disana. Lily buru-buru menggeleng meskipun Intan tidak bisa melihat.

"Oh, haha enggak kok. Gue bosen aja, pengen ajak lo jalan. Yaudah deh, lo lanjutin aja. Maaf ya gangguin lo." Lagi-lagi Lily berusaha tersenyum agar suaranya tidak bergetar.

"Oh. It's okey kok Ly. Maaf ya gak bisa nemenin lo jalan. Ntar deh kapan-kapan, okey?"

"Oke deh."

Tut... Telpon pun terputus. Lily pun mencoba menelpon Selin, dan tersambung.

"Halo Ly, ntar aja lo nelpon yakk. Gue lagi di rumah sakit, kakak sepupu gue lahiran."

"Oh oke. Sorry gue ganggu." Ucap Lily tidak enak.

"Gak papa kok. Ntar gue telpon yaa beb. bye."

Tut...

Kemudian jarinya ingin men-dial nomor Abian, tapi langsung ia urungkan. Sepertinya ia akan merasa canggung karena kejadian tadi pagi.

Kini Lily tidak tahu harus menelpon siapa. Ia bahkan tidak punya banyak teman. Menelpon Asher pun sepertinya percuma, cowok itu tidak pernah mengangkat telpon dari Lily.

Tiba-tiba Lily merasa sendiri. Ia merasa sepi dan hampa. Lagi-lagi matanya mulai berkaca-kaca.

Langkah Lily pun terhenti, tanpa ia sadari kakinya melangkah, membawanya ke depan sebuah kedai ramen. Gadis itu tersenyum kecut, bisa-bisanya tanpa sadar ia malah ke sini.

Lily pun berbalik, ingin pergi dari sana, namun suara seseorang menghentikan langkahnya.

"Lily?"

Gadis itu menoleh ke belakang, dapat ia lihat Asher berdiri di depan kedai dengan tangan yang membawa kantong sampah.

Asher berjalan mendekat kearah Lily, lalu kantong sampah itu ia letakkan di samping tempat sampah, tak jauh dari tempat Lily berdiri.

"Mau masuk?" Tawarnya, tentu dengan wajah datarnya seperti biasa.

MEMORIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang