"Dan untuk kamu." Nadia menatap Yohan berharap. "Datang ke rumah. Jenguk dia."
***
Setelah dari koperasi Alfiyah dan Yohan berpisah. Awalnya Yohan ingin mengantarkan Alfiyah pulang tapi gadis itu menolaknya — beralasan dijemput ayahnya. Alfiyah ingin ke ruang bimbingan konseling dan bertemu Pak Tirta.
Dari jendela setinggi kepalanya itu Alfiyah bisa melihat Pak Tirta baru ke luar dari ruang BK kelas XII. Di dalam ruang konseling terdapat tiga ruangan lagi. Setiap kelas mempunyai guru BK masing-masing.
Pintu geser aluminium itu Alfiyah ketuk.
"Silakan masuk," ucap Pak Tirta di dalam.
Melihat orang yang masuk Pak Tirta menjadi takut. Murid itu lagi.
"Siang Pak," sapa Alfiyah tersenyum kecil.
"Silakan duduk," ucap Pak Tirta. Sebisa mungkin Pak Tirta tidak menunjukkan rasa takutnya. Alfiyah ini kritis dan pemberani. Pak Tirta takut salah bicara lalu Alfiyah melaporkan semuanya pada orang yang lebih besar.
"Ada apa Alfiyah?" tanya Pak Tirta.
"Maaf sebelumnya Pak. Apa Anggun dan teman-temannya sudah mendapatkan sanksi?" tanya Alfiyah langsung.
"Itu bukan urusanmu, Nak," jawab Pak Tirta.
"Jelas ini urusan saya Pak karena Anggun melapor ke BK sehingga saya menjadi buah bibir semua murid. Mereka berucap yang tidak-tidak," balas Alfiyah.
Pak Tirta menghela napasnya pelan. Alfiyah mudah sekali membalikkan ucapan.
"Apa keinginan kamu?" tanya Pak Tirta.
"Saya hanya ingin Anggun dan teman-temannya mendapatkan sanksi. Tindakan Anggun merugikan saya. Terutama para korban bully seperti Nadia," jawab Alfiyah tegas.
"Apa kamu bisa membuktikan jika Anggun melakukan bully dilingkungan sekolah?" tanya Pak Tirta. Pak Tirta yakin jika Alfiyah tidak bisa menjawab. Namun, kepala muridnya itu mengangguk mantap.
"Bisa," jawab Alfiyah.
"Seharian ini saya cek seluruh kawasan sekolah. Semua cctv hidup. Begitu pula dengan cctv koridor lantai tiga. Tempat Anggun merundung Nadia," ucap Alfiyah tanpa takut.
Hening.
"Cctv dilantai tiga baru dibetulkan," ucap Pak Tirta.
Gantian. Alfiyah yang menghela napas pelan. Senyum tipis gadis itu terbit.
"Saya tau bapak orang baik tapi ada tekanan dari mereka."
Deg
Hati Pak Tirta mencelos dengan ucapan Alfiyah. Tebakan muridnya betul.
"Apa bapak tidak kasihan dengan para korban bully? Sekolah yang harusnya menjadi rumah kedua bagi setiap murid malah seperti neraka bagi para korban."
Pak Tirta hanya diam. Alfiyah berdiri. Rasanya percuma meminta keadilan. Lawannya orang berkuasa dan mempunyai banyak uang. Sementara dirinya hanya orang biasa. Rasanya sulit tapi Alfiyah tidak akan menyerah.
"Saya permisi Pak," ucap Alfiyah.
Pak Tirta menatap kepergian muridnya itu. Tak ada sepatah kata pun yang diucapkan. Pak Tirta hanya menghela napas berat. Sungguh melelahkan.
***
Alfiyah tidak langsung pulang ke rumahnya. Gadis itu berkunjung ke tempat yang dapat membuat hatinya senang dan tenang. Panti asuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita [ON GOING]
Novela Juvenil{FOLLOW SEBELUM MEMBACA!} Ini tentang SMA Angkasa. Sekolah dengan citra begitu baik dimata masyarakat yang kenyataannya berbanding terbalik. Bagaimana tidak? Senioritas serta pembullyan terjadi di dalam sekolah itu secara nyata. Namun, pihak sekolah...