09. Ketakutan Alfiyah dan Perubahan Sikap Satria

29 3 2
                                    

"Apa bisa kalau kita bersatu melawan perundungan di sekolah ini?" tanya Alfiyah.

Satria menatap Alfiyah. Perempuan ini sedang apa? Mengajaknya melawan perundungan?

"Sulit," jawab Satria singkat.

Alfiyah mengernyit. "Apanya yang sulit?" tanya Alfiyah refleks. Anggun dan Satria bukan kah setara? Mereka sama-sama memiliki kekuasaan dan uang, kan? Satria takut dengan Anggun?

Tanpa menjawab pertanyaan Alfiyah, Satria berdiri. Laki-laki itu meninggalkan taman belakang.

"Aneh," gumam Alfiyah menatap kepergian Satria.

***

Semerbak harum apel menyergap indera penciuman Satria begitu pintu dibuka. Bau apel itu berasal dari Rafa yang duduk pada sofa dan mengisap pods-nya.

"Sat," sapa Rafa.

Satria mengangguk. Melewati Rafa dan berjalan ke dapur. Satria mengambil gelas paling besar dirak dan mengisi air dingin pada dispenser. Air itu ditenggaknya sampai tersisa sedikit. Satria menaruh gelasnya pada meja dapur. Langkahnya ke kulkas. Rupanya dalam kulkas banyak sekali bahan makanan dan buah-buahan. Satria mengambil melon yang terbungkus dengan plastik wrap dan dua buah apel. Satria menatap kulkas di sebelahnya.

"Astaga," gumam Satria. Kulkas itu penuh dengan makanan instan dan minuman kaleng. Stoknya sisa sedikit. Tentu bukan Satria yang makan atau minum. Makanan dan minuman yang Satria suka hanya makanan rumahan, air putih dan jus. Bagi Satria kesehatan itu investasi. Ya, meski pun dirinya merokok tapi itu pun jarang. Satria merokok saat pikirannya kalut.

"Ngapain nih?" tanya Rafa menghampiri Satria ke dapur. Rafa duduk dikursi makan.

Buah melon diletakkan pada meja.

"Wah! Mau bikin salad buah?" tanya Rafa antusias.

"Gak," jawab Satria.

"Terus mau bikin apa?" tanya Rafa.

Satria mencuci apel dengan air mengalir.

"Liat nanti," jawab Satria setelah mencuci apel.

Rafa bertanya lagi.

"Ngapain sih Sat?" tanya Rafa penasaran. Rafa tahu jika Satria suka semua jenis buah-buahan, kecuali, apel karena rasa apel kecut kata Satria. Maka dari itu Rafa bingung.

Tangan laki-laki tampan itu lihai mengupas kulit apel dengan pisau lalu memotongnya. "Potong buah," jawab Satria.

"Ck! Gue tau!" decak Rafa malas.

"Maksudnya ngapain potong buah? Buat siapa?" tanya Rafa.

"Lo." Satria menjawab pertanyaan Rafa tanpa penjelasan lebih lanjut. Untungnya Rafa paham maksud manusia irit bicara itu.

"Apelnya buat gue?" Rafa menunjuk dirinya dengan kening mengernyit. Satria membalasnya dengan gumaman singkat.

"Perhatian banget sih kakak ku ini." Rafa terkekeh.

Diantara pertemanan mereka berlima Satria paling dingin dan jarang berbicara tapi love language laki-laki itu act of service. Satria memperhatikan teman-temannya dalam diam. Seperti sekarang. Bukan tanpa sebab Satria memotong apel untuk Rafa. Sedari pagi Rafa selalu mengisap pods-nya. Satria memperhatikan itu.

Swastamita [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang