4. Harapan Itu Tajam

105 16 0
                                    

*

*

*

*

*

Suasana hatinya sedang bahagia, bahkan Kencana tak berhenti menebar senyuman. Ia masih ingat semalam Abang tertuanya Austin mengompres dirinya yang tiba tiba terserang demam.

"Selamat makan semuanya.. hari ini Cana masak spesial buat kalian" ucapnya dengan senyum mengembang.

Cly yang berada di meja makan memandang heran, kenapa anak itu terlihat bahagia? Tidak tidak! Kencana tidak boleh bahagia! Dia harus stres dan depresi.

"Wahh Cana masak Sambal Cumi? Cly pernah dengar kalau Mammy dulu suka masak Sambal Cumi, Cana baik banget pasti kamu sengaja ya buat ini supaya kita bisa selalu teringat dengan Mammy"

Kencana tersenyum lalu mengangguk antusias, memang benar dulu saat Mammy nya bahagia ia selalu memasak olahan Cumi katanya ada suatu alasan kenapa Emlyn memasak Cumi saat bahagia.

BRAKK!

"Ck..anak sialan ini benar benar!" Rich bangun dari duduknya, membawa sup iga yang masih panas lalu menyiramkan nya ke badan Cana, Cana mendesis kala panas menjalar di tubuhnya.

Kini gantian Maleo yang memberikan pukulan untuk Cana.

Bughh

Bughh

"LO SENGAJA HAH?! LO SENGAJA BIAR KITA INGET KEJADIAN ITU IYA?? LO SENENG LIAT KITA TERSIKSA BEGINI HAH!! PSYCHOPATH SIALAN!"

Bughh

Bughh

"Berani beraninya lo pakai cara kaya gini!"

Kencana menunduk takut, ia mengangkat tangannya dan meminta maaf... Sungguh ia tak bermaksud seperti itu.

"Shhh..t-tidak s-eperti itu Abang.. C-Cana tidak bermaksud untuk -

Prangg..

Arthur melempar sebuah piring ke arah Cana sayangnya piring itu pecah tepat saat mengenai kepalanya, jadilah darah keluar dari pelipisnya. Kencana takut? Ia ia sangat takut dan selalu takut saat Keluarganya marah padanya.

"Akhhhss..maaf maaf..hiks..maaf Cana tidak sengaja Daddy..maaf heumm?" Cana menghampiri Arthur kemudian bersujud memeluk kakinya.

"Benar benar sialan!"

Dughh!!

Tendangan itu berhasil melepaskan nya, dikursinya Cly tersenyum samar sampai tak ada yang bisa melihatnya.

"Aaaa senangnya lihat wajah mengenaskan itu! Hahaha"

Cana menangis ia menatap Austin yang masih tenang di tempatnya ia berharap Austin mau menolong nya untuk ke dua kali, namun pandangan itu hanya bertemu sebentar sebelum Austin memutus nya dan memilih tidak perduli.

"Kalian pergilah dan ajak Cly makan di luar, Anak sialan ini biar Daddy yang urus!"

Arthur menyeret rambut Kencana membuat sang empu terseok-seok mengikuti langkah Daddy nya.

Halo Kencana selamat tersiksa yaa..hidupmu kan memang harus menyakitkan hehe..

Arthur membawa langkahnya menuju kamar mandi, mendorong tubuh kecil itu hingga terjerembab ke dalam bathtub yang berisi air. Arthur tak membiarkannya begitu saja ia menekan kepala Cana hingga membuat sang empu kesulitan untuk bernapas karena mungkin traumanya kembali.

Ia mencoba mengalihkan tangan kekar Daddy nya, berharap sedikit saja rasa iba itu singgah di hati Arthur. Sungguh paru parunya sudah terasa penuh dan rasanya akan meledak. Arthur seolah buta ia seolah tak perduli bahwa anak yang sedang ia siksa itu adalah darah daging nya, pikiran dan hatinya hanya dipenuhi dengan kebencian tak berujung.

Jika memang dirinya harus mati di tangan Daddy nya sendiri tentu saja tak apa, lebih baik seperti itu daripada bunuh diri? Tidak akan tenang mungkin juga Tuhan membencinya.

Duakk

Setelah puas Arthur membenturkan kepala Cana membiarkan anak itu mengambil nafas dengan rakus. Ia tak akan jadi pembunuh melihat Cana tersiksa lebih memuaskan bagi Arthur. Wajah nya sudah pucat pasi dan juga nafasnya sudah tersegal segal namun tak ada rasa iba melainkan kepuasan yang memenuhi Arthur.

"K-enapa Daddy gak b-unuh aku? Lebih hahh lebih baik aku nyusul uhukk Mommy kan?? A-ku gak pantas hahh.. hidup!!" Gertaknya, dan pertama kali Cana meninggikan suaranya di hadapan Arthur.

"KAU MEMANG TAK PANTAS HIDUP SIALAN!! TAPI SAYA DAN ANAK SAYA MASIH BUTUH PELAMPIASAN! DAN JANGAN SEBUT ISTRI SAYA DENGAN MULUT KOTOR SIALAN ITU!"

Kencana menangis didepan Arthur, memori saat Arthur Daddynya dulu sangat menyayanginya, memanjakannya, dan selalu lembut padanya berputar seperti kaset rusak. Ia takut..ia takut dengan Daddy nya yang sekarang.

"Hiks...kalian jahat.. hiks...kenapa harus Cana? KENAPA DADDY!! KENAPA?!! Cana buat dosa apa sampai tuhan kasih ujian begitu berat hiks..."

"KAU MASIH BERTANYA HAH?;"

Duakkk

Duakkk

Mammy Cana ikut Mammy aja.. semuanya jahat Mammy...Tuhan kenapa lama sekali?

"Kenapa kau tak mati saja sialan?!"

Kalo ini Kencana benar benar terkekeh pelan, Daddy nya ini memang lucu yaa.. bukankah dirinya sudah bilang untuk membunuhnya saja?

"Tanyain sama Tuhan kenapa aku masih dikasi nafas, aku juga udah capek Daddy! Kalau bisa aku juga pengen pergi jauhhh sekali.. hiks.. Daddy lihat mataku? Apa aku benar benar seorang pembunuh?"

Mata sayu itu sudah benar benar membuktikan semuanya, berapa lelah dirinya.

"Tuhan belom kasih izin buat aku ketemu sama Mammy..jadi Daddy sabar aja sebentar lagi gak lama"

Entah kenapa Arthur merasa sesak di dadanya, melihat wajah pucat dengan mata biru sayu itu membuatnya benar benar mirip seperti Emlyn.

Arthur beranjak meninggalkan Kencana di dalam kamar mandi kemudian menguncinya.

Kencana menangis terisak, sedari tadi ia menahan takut tangannya gemetar sekarang dan perlahan tubuhnya menghilang dibawah air bersama dengan kesadarannya.

Biarkan kali ini dia istirahat, dunia terlalu kejam padanya dan takdir terlalu bermain main. Ia harap tak akan bangun lagi persetan dengan harapan harapan yang selama ini ia simpan, sudah lelah dan ingin menyerah.

'Kau tak akan mati! Belum saatnya kau pergi, keluarga ini harus menyesal'

KENCANA OTTNIEL [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang