3

199 76 13
                                    


"Mas Andar! Ih ditungguin tahu! Sini, sini duduk dekat aku."

Andar hanya tersenyum, ia tahu jika Niken dan keluarganya masih ada, tadi saat baru datang di halaman rumahnya yang luasnya ia melihat mobil papa Niken masih terparkir dengan nyaman.

"Sini Andar dekat Tante Menik, ada yang ingin kami bicarakan."

Andar melangkah pelan lalu duduk di dekat wanita yang sudah ia anggap seperti mamanya sendiri.

"Saya nggak mungkin pindah ke perusahaan Om Parwoto, Tante, di perusahaan tempat saya bekerja, saya sudah merasa nyaman."

"Bukan, bukan itu Andar, tadi Tante sudah bicara pada Ratni, mamamu, juga pada papamu.  Iya kan Gandi?"

Papa Andar mengangguk tanpa senyum.

"Lalu?" Andar sebenarnya sudah tahu ke mana arah pembicaraan itu.

"Begini, kalian pernah mencoba tapi tak ada kelanjutan, karena kalian berdua sama-sama sibuk, Niken dengan beberapa usahanya di bidang klinik kecantikan dan kamu yang seolah-olah nggak ada waktu untuk berdua jadi ..."

"Bentar Ma." Niken tiba-tiba saja memotong pembicaraan mamanya.

"Kita langsung aja Ma, aku tahu ke mana arah pembicaraan ini, tapi kami nggak bisa dipaksa Ma, Mas Andar dan aku sudah punya pilihan hidup."

"Dan kalian sama-sama memilih pilihan hidup yang salah, kamu dengan laki-laki kere yang jauh lebih muda sedang Andar juga aku sudah dengar dari Ratni yang maaf rasanya tak pantas kita bahas. Jadi intinya kami ingin kalian menikah!"

"Maaa!"

Niken berteriak dengan keras pada mamanya, sementara Andar menatap mamanya yang juga sedang menatapnya tapi Andar memilih melihat ke sisi lain.

"Maaf Tante, saya rasa ini sudah tidak benar, artinya saya dan Niken sama-sama tidak ingin menikah, perlu mama dan Tante tahu, dulu saat mama dan Tante mencoba mendekatkan kami ya kami hanya pura-pura pacaran, kami tidak punya rasa apapun lagi pula kami sudah punya orang lain yang kami cintai jadi kalau kami dipaksa menikah ok kami akan menikah tapi kami tetap akan menjalin hubungan dengan orang yang kami cintai, mama dan Tante hanya butuh status kan?"

Dan semua berteriak saat tiba-tiba saja mama Andar, Ratni ambruk seketika, terjatuh dari kursi dan kepalanya membentur meja.

.
.
.

Di rumah sakit semuanya resah, mama Andar masuk di IGD lalu tak lama segera dipindahkan ke ruang ICU karena kondisinya yang semakin mengkhawatirkan.

"Kamu lihat akibat ulahmu, mamamu jadi kayak gini? Demi wanita yang nggak jelas keturunannya kamu sampai mengorbankan mamamu."

Papa Andar terlihat kesal dan menahan marah.

"Sejak awal papa, mama, Tante Menik dan Om Parwoto tahu kalau kami tak saling tertarik tapi karena demi kelangsungan persahabatan dan perusahaan kalian aman-aman saja maka kami yang ditumbalkan, nggak Pa, apapun yang terjadi kami nggak akan pernah menikah."

"Sekalipun nyawa mamamu taruhannya?"

Dan Andar diam sambil menggeleng pelan, ia benar-benar bingung.

.
.
.

"Kita seharusnya tak bertemu lagi Mas, aku sudah tahu arah perjalanan kita, Mas menikah dengan wanita pilihan orang tua Mas, karena mama Mas sakit, cerita klise yang terus berulang, tak apa mungkin memang seperti ini jalannya."

Wulan dan Andar makan malam berdua di sebuah rumah makan sederhana langganan mereka yang letaknya tak jauh dari kantor tempat mereka bekerja.

Andar menghentikan makannya, sejujurnya ia merasa kenyang, tapi keinginannya berlama-lama dengan Wulan yang membuat ia rela makan meski sebenarnya tak ingin.

"Mungkin iya aku akan menikahi Niken yang sejak awal memang tak aku cintai dan diapun tak mencintai aku, karena kami sama-sama punya pilihan hidup, tapi sekali lagi kami akan tetap berjalan dengan kemauan kami, aku akan tetap menikahi kamu dan Niken yang juga akan terus berhubungan dengan laki-laki pilihannya."

Wulan menggeleng, ia tak mau dianggap wanita yang tak tahu aturan hidup rasanya akan sangat memalukan jika ia memaksakan diri tetap menikah dengan Andar sementara Andar sudah menikah dengan Niken.

"Aku nggak mungkin menjadi istri kedua Mas, apa kata papa dan bunda, apa kata orang-orang yang mengenal kita?"

"Kamu masih peduli dengan mereka? Sementara kita bahagia menjalaninya berdua?"

"Karena kita hidup dalam masyarakat yang maunya kita terus hidup dalam aturan normal Mas, nggak bisa kita hidup seenaknya."

"Aku nggak mau tahu, bahkan kalo perlu aku curi kamu dari keluarga kamu dan kita hidup berdua jauh dari keluarga kita, kita hidup di tempat baru, aku sudah menyiapkan dana cukup untuk itu, asal kamu tahu itu sudah aku rencanakan jika kita menemukan jalan buntu, aku sudah tak peduli lagi, karena keadaan, keluarga dan lingkunganku pun sering tak peduli pada keadaan dan perasaanku."

6 September 2023 (01.35)

BARAT (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang