Malam ini Wulan kembali menginap di rumah Andar dan Niken, karena Andar mengatakan jika Niken menginap di apartemen pacarnya. Dengan suka cita Wulan mengiyakan meski dalam hati ia masih gamang karena lagi-lagi ia harus berbohong pada papanya.Tepat dini hari saat Wulan dalam pelukan hangat Andar, ia mendengar suara ribut dan barang yang jatuh. Wulan menggeser lengan Andar dari tubuhnya dan hendak bangun dari tidurnya.
"Nggak usah turun, udah tidur aja." Suara serak Andar mencegah Wulan bangkit dari kasur.
"Aku cuman pingin tahu ada apa." Wulan terlihat penasaran. Andar menggeleng.
"Itu Niken, paling lagi-lagi mabuk, biasa, tengkar sama cowoknya, maklum aja cowoknya berondong, anak orang kaya pula ya pasti hidup seenaknya dan nggak bisa jalan hanya dengan satu orang."
Andar terlihat masih memejamkan mata, sedang Wulan melongo, ia tak menyangka Niken yang terlihat elegan dan berkelas hidup dengan cara tak benar. Akhirnya Andar membuka matanya saat suara Wulan tak terdengar.
"Kenapa? Kamu kaget? Ya begitu itu gaya hidup orang kaya, di ibu kota pula, udah tidur aja udah nggak usah dipikirin, kamu yang pusing nanti." Andar menarik lengan Wulan, agar Wulan merebahkan tubuhnya lagi. Wulan menurut lalu memeluk Andar dengan perasaan bimbang.
"Aku khawatir Mas, meski di sini Niken ada yang ngurus, pembantu yang setia sama dia tapi namanya orang mabok kan nggak sadar, takutnya masuk ke kamar Mas, Mas juga nggak sadar lalu ... itu yang aku khawatirkan."
Andar balik memeluk Wulan sambil terkekeh pelan.
"Kebiasaan kamu ini, selalu khawatir pada hal yang nggak jelas, udah ah lanjut tidur, besok kerjaan banyak, Niken kok dipikir, hidup dia memang amburadul sejak dulu, aku tahu itu makanya aku nggak mau dia beneran jadi istriku."
"Lah kenyataannya kan secara negara dan agama dia istri Mas? Aku malah yang hanya sah secara agama kalo ada apa-apa aku yang merana sendiri."
"Udah-udah nggak usah diteruskan, malah semakin nggak jelas obrolan kita."
"Aku hanya berusaha realistis Mas, semua bisa terjadi dan jika suatu benar-benar terjadi aku yakin kamu akan membenarkan ucapan ku!"
"Lah kamu berharap begitu!"
"Nggak gitu, aku hanya ngingatkan saja, apa tak lebih baik Mas tidak tinggal di sini?"
"Ya nggak mungkin lah, kamu jangan bikin aku bingun Wulan, bisa kan kita tidur lagi? Dari tadi kita mendiskusikan hal yang nggak jelas, ujung-ujungnya kita emosi dan bertengkar, kita jarang bareng jadi mari waktu yang sebentar ini kita gunakan hanya untuk kita ... hmm?"
Dan Andar mematikan lampu, kembali memeluk Wulan dalam kehangatan. Tak lama suhu kamarpun menjadi panas.
.
.
."Alhamdulillah kamu sudah pulang Wulan."
Wulan kaget saat bundanya yang menyambutnya pulang.
"Papa mana Bun?"
"Papamu masih bertemu dengan beberapa klien di kantornya, kayaknya pulang agak larut dia."
Wulan mengangguk dan berlalu hendak ke kamarnya. Namun suara Ambar menghentikan langkahnya.
"Akhir-akhir ini papamu sulit tidur karena mikirin kamu Wulan, bahkan terakhir dia sampai ngigau manggil kamu dan mama kamu, ternyata dia mimpi buruk, kamu didekap mama kamu sampai tubuh kamu membiru, bunda bukan orang yang bisa menafsirkan mimpi tapi sejak papa kamu cerita mengenai mimpinya, bunda jadi terus mikirin kamu, kayaknya ini pertanda yang nggak bagus, tapi bunda selalu berdoa agar kamu baik-baik saja, kamu nggak ada apa-apakan di kantor atau mungkin sedang ada masalah lain?"
Wulan terpaku di tempatnya berdiri, ia sadar jika mimpi papanya berhubungan dengan apa yang ia alami sekarang, beresiko dan tidak akan ada jaminan hubungkannya dengan Andar akan baik-baik saja, hubungan yang rumit dan cenderung melemahkan posisinya.
"Wulan, kamu baik-baik saja kan?"
"Eh, iya Bunda, maaf aku sedang nggak fokus, kerjaan di kantor makin numpuk apalagi aku sekarang gantikan posisi Mas Andar dan Mas Andar promosi jabatan ke cabang lain."
"Alhamdulillah akhirnya kalian nggak sekantor, bunda lega, nanti bunda mau cerita ke papamu."
Wulan lagi-lagi diam saja, karena justru ia semakin dekat dengan Andar, dekat dalam arti sebenarnya, meski tak sekantor tapi orang-orang kepercayaan Andar yang terus menjaganya dan menjemputnya jika Ardan membutuhkan dirinya kapan saja.
"Udah sana istirahat dulu, ini sudah malam, kamu terlihat lelah."
Wulan mengangguk lagi-lagi ia ingat bagaimana Niken pagi tadi hanya menggunakan kaos tanpa lengan sepaha, dan tidak menggunakan apa-apa lagi, Wulan benar-benar resah dan khawatir akan terjadi hal yang tak diinginkan jika keadaan seperti itu terus berlangsung, Andar laki-laki normal, dan Niken sering dalam kondisi mabuk, bukankah hal-hal yang tak diperkirakan bisa saja terjadi?
9 September 2023 (04.09)
KAMU SEDANG MEMBACA
BARAT (SUDAH TERBIT)
General FictionCover by @Henzsadewa spin off Timur ke Barat Perjalanan cinta Wulan benar-benar tidak mudah, sejak awal ia sadar akan menemui kesulitan jika saatnya menikah nanti karena kondisi ibu kandungnya yang berada di rumah sakit jiwa, siapa yang mau bermenan...