5

163 67 10
                                    


Wulan sejatinya tak ingin menjalani hidup penuh liku tapi ia tak ada pilihan, seolah hidupnya dalam hal asmara memang harus berjalan penuh tantangan. Sejak awal ia telah menjaga diri agar tak jatuh cinta karena tahu riwayat wanita yang melahirkannya akan banyak penolakan dari pihak manapun, tapi saat cinta memanggil apa yang bisa Wulan lakukan, lebih-lebih saat ia dihadapkan pada pilihan ketakutan Andar akan tertarik pada Niken yang cantik, putih, bersih, berkelas dan cenderung hidup bebas. Maka akhirnya Wulan menerima ajakan Andar untuk menikah diam-diam, ia tahu ini tak benar baik dari segi agama ataupun pendapangan masyarakat karena ia masih punya ayah sebagai wali tapi ia malah menikah diam-diam, tapi mau bagaimana lagi, sekali lagi ia tak punya pilihan.

Bahagia? Pasti karena akhirnya ia bisa menjadi pendamping Andar meski secara diam-diam, tapi di sisi lain ia jadi sering kebingungan menjawab pertanyaan papanya saat Andar ingin ia menginap di rumah yang ditempati Andar dan Niken. Akhirnya tak ada jalan lain, Wulan berbohong dengan alasan bermacam-macam, mulai diajak teman kuliah reunian di puncak sampai lembur di kantor.

Sebagai orang tua, Danu jelas curiga karena Wulan orang yang sangat tak nyaman menginap di luar rumah sekalipun menginap biasanya selalu sering berkabar.

"Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu dari kami kan Wulan?" Danu mencegat Wulan saat dua hari baru pulang ke rumah. Wulan mengangguk cepat tapi terlihat jika wajahnya menyimpan kegelisahan.

"Aku jadi sering ke rumah teman baruku Pa, ia orang baru di kantor, belum tahu betapa nggak ramahnya ibu kota."

Danu mengangguk, meski ragu, ia hanya menyesalkan orang yang ia percaya untuk memata-matai anak semata wayangnya tiba-tiba sulit ia hubungi, meski bisa, biasanya selalu berasalan sibuk urusan kantor, padahal ia sudah menjanjikan bayaran yang tak sedikit.

"Papa hanya heran saja, kamu papa kenal sejak kecil, orang yang sangat tidak mudah menginap di rumah orang, tapi akhir-akhir ini sudah dua kali ini papa amati kamu kayak nyaman-nyaman saja, papa jadi kayak nggak kenal anak papa."

Wulan diam saja, ia berlalu namun Danu memegang bahunya. Wulan tetap dalam posisi menunduk.

"Jangan kamu beri papa kejutan yang nggak enak, papa selalu berdoa yang terbaik untuk kamu, tapi sekali lagi keputusan terakhir ada di kamu, jadi jika suatu saat kamu memutuskan untuk berkata jujur jangan sampai terlambat setelah semuanya rusak dan kamu jadi remuk tak berbentuk secara kejiwaan. Ingat apapun yang terjadi kamu anak papa, papa sayang kamu, Wulan."

Wulan mengangguk, ia bergegas ke kamarnya, menutup pintu dan menangis tersedu, ia terduduk, menangis dalam diam dan menghapus air mata yang terus mengalir.

Alangkah berat berbohong, sekali ia berbohong ternyata terus berbohong untuk menutupi kebohongan yang ia lakukan. Wulan bangkit, membuka seluruh bajunya dan masuk ke kamar mandi, air dari shower ia biarkan terus membasahi tubuhnya, bercampur dengan air mata yang terus saja mengalir.

"Aku sangat mencintai papa, tapi aku juga nggak mau kehilangan laki-laki yang aku cinta papa, aku harap ini segera berakhir, Mas Andar bercerai dengan Niken dan kami bisa segera menikah. Mungkin aku kejam berharap mama Mas Andar segera meninggal tapi itu jalan satu-satunya kami bisa bersatu, berharap segera selesai dan ada ujung."

.
.
.

Di dalam kamar, Danu dan Ambar sama-sama sulit terpejam. Mereka sudah merebahkan diri di kasur tapi tak juga terpejam.

"Kok nggak tidur Mas?"

"Kamu ya kok sama, kenapa nggak tidur? Mikir apa?"

"Mikir Mas yang akhir-akhir ini kayak resah, sulit tidur, bahkan ngigau lagi kan kelihatan kalau Mas mikir Wulan terus."

"Dia anakku, pasti aku pikir, apa lagi dia berubah akhir-akhir ini."

"Yah, aku juga merasakan perubahan itu, aku mengasuhnya sejak bayi jadi aku tahu jika ada yang berubah dari anak itu. Aku juga sama seperti Mas sebenarnya tapi nggak sampai kayak Mas yang terbawa mimpi, Mas mimpi apa kemarin kok teriak-teriak manggil Wulan dan ..."

Danu menoleh pada Ambar, ia menatap tajam wajah istrinya.

"Dan siapa? Dewi?"

Ambar mengangguk pelan.

"Mas mimpi apa kalo boleh aku tahu?"

Sejenak Danu diam. Lalu menghela napas berat.

"Aku merasa jika Wulan didekap erat oleh Dewi hingga ia kehilangan napas, tubuhnya membiru dan aku tak bisa menyelamatkannya."

8 September 2023 (15.45)

BARAT (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang