8

141 62 18
                                    


Ada kelegaan di hati Wulan, saat mendengar kabar jika mama Andar meninggal dunia, mungkin terdengar jahat tapi itu yang benar-benar ia rasa saat ini. Saat semua orang hadir mengucapkan belasungkawa, Wulan pun hadir tapi rasa di hati tak bisa ia jabarkan yang jelas bukan kesedihan tapi kelegaan yang luar biasa ia rasakan.

Wulan melihat wajah Andar yang luar biasa sedih di sisi makam mamanya yang sudah tertutup bunga. Wulan tahu jika Andar sangat dekat dengan mamanya, hal ini pasti menjadi pukulan hebat bagi Andar. Wulan akan mencari waktu yang tepat untuk membicarakan kelangsungan hubungannya, yang jelas tidak dalam waktu dekat tapi harus disegerakan karena ia semakin melihat hal yang tak ia inginkan di depannya matanya terus terjadi selama proses pemakaman mama Andar. Niken memeluk lengan Andar dan beberapa kali mengusap bahu kekar itu. Yang jelas Wulan sangat tidak rela laki-laki yang ia cintai didekap mesra oleh wanita lain meski kenyataannya mereka memang sah suami istri secara agama dan negara.

Dan saat selesai semua proses penguburan Andar dan Niken pulang semobil, Wulan hanya melihat dari jauh dengan perasaan tak menentu. Dan dalam hati Wulan bertekad jika harus secepatnya ia selesaikan urusan hati ini.

.
.
.

"Kamu kenapa terlihat seperti orang bingung Wulan? Padahal papa lihat hampir dua bulan ini kamu seperti orang sibuk bahkan rela sering tidak pulang, lembur di kantor atau bahkan menginap di rumah teman apa ada masalah lagi?"

Wulan menggeleng. Ia meletakkan sendok yang baru saja ia gunakan untuk menyiapkan nasi ke mulutnya.

"Kali ini Wulan akan bercerita sama papa dan bunda jika Mas Andar akan segera menceraikan istrinya lalu menikahi aku, mereka menikah karena paksaan orang tua, meski mereka menikah dan hidup serumah tapi mereka tak pernah sekamar."

Danu menatap lekat wajah anaknya. Ia menggeleng pelan, ia menyadari jika anaknya tak pernah berhubungan dengan laki-laki manapun dan baru serius dengan Andar, jadi ia tak kaget jika anaknya jadi sangat naif.

"Nak, kamu benar-benar tak tahu laki-laki, apa kamu yakin se yakin-yakinnya jika laki-laki itu selama dua bulan sama sekali tak tidur sekamar dengan istrinya yang sah secara agama dan negara? Apa kamu sudah memastikan itu?"

Wulan mengangguk dengan yakin, dan Danu tertawa pelan.

"Papa berdoa semoga keyakinan kamu benar adanya dan jika ternyata kenyataan lain yang kamu temui papa berharap kamu selalu baik-baik saja."

Wulan diam, ia berusaha menikmati makan malamnya yang semakin tak ada rasa. Telah seminggu lewat setelah hari ketujuh acara doa bersama untuk almarhumah mamanya Andar tak bisa ia hubungi, yang ia tahu dari orang-orang kantor dan Bi Una, jika Andar sedang menghibur diri bersama papanya dan Niken ke sebuah tempat entah di mana.

Pelan-pelan Wulan mengusap perutnya yang masih rata, ia memejamkan matanya dan berharap janin yang masih berusia empat Minggu ini akan segera memiliki kejelasan nasib. Sementara di tempat lain, nun jauh di negeri tak terjangkau Andar berada dalam pelukan Niken, wajah sedih Andar masih jelas terlihat.

"Kita segera pulang, kamu harus menentukan pilihan, aku atau Wulan." Niken mengusap rambut Andar. Andar diam saja ia menempelkan pipinya pada dada Niken.

"Mas, dengar nggak?"

"Aku capek, aku lelah, dan aku sedih. Aku lelah dan capek mendengar rengekan Wulan yang terus minta agar dia segera dinikahi secara resmi dan kita segera bercerai, aku sedih karena ternyata benar apa kata mama, jika wanita seperti Wulan akan selamanya mengejar dan meneror, coba kamu lihat ponselku, baca, isi chat dia sejak mama meninggal, nggak ada rasa ikut berduka sama sekali, sehari setelah mama meninggal dia terus bertanya kapan kita cerai dan kapan dia dinikahi, seolah aku punya hutang padanya."

Niken melepas pelukannya. Ia baru menyadari jika laki-laki yang ia kira tak romantis itu lebih perhatian, lebih manis dan lebih hangat padanya selama mereka menjalani rumah tangga palsu. Satu hal lagi ternyata Andar juga sangat menghargai dirinya sebagai wanita, ia tak pernah membentak atau berperilaku kasar, begitu juga saat Niken bersedih ditinggal Raka, Andar dengan suka rela meski awalnya terlihat terpaksa melayaninya memberi nafkah batin dan sejak itu mereka beberapa kali mengulang hingga Niken yakin saat ini ia tengah berbadan dua.

"Mas harus segera memutuskan memilih siapa karena tanpa ke dokter kandungan pun, aku yakin, saat ini aku sedang hamil anak Mas Andar, sejak bulan lalu aku tidak datang bulan."

Andar kaget, ia terperangah.

"Kamu yakin itu anakku?"

Niken mengangguk dengan mantap, ia tersenyum manja.

"Baru dengan Mas Andar aku merasa yakin untuk tidak menggunakan pengaman."

10 September 2023 (14.33)

Double up


BARAT (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang