Setelah menghabiskan infusnya, Fabi pulang bersama dengan kedua orang tuanya. Di perjalanan pulang Fabi hanya menatap kearah jendela mobil. Seakan mobil, dan pepohonan lebih menarik daripada berbicara dengan kedua orang tuanya.
Sampai suara berat dari sang Ayah yang membuat nya menoleh kearah mereka berdua "tadi Tante Maisha bilang, kalo El udah bisa diajak ketemu. Dan rencanannya Ayah sama Mamah mau kesana, Fabi mau ikut?."
Mendengar nama yang selama ini membuat dirinya rindu akan masa kecilnya, membuat Fabi hanya bisa terdiam ,tapi tak lama ia menganggukkan kepalanya. "Mau Yah, Fabi rindu sama El."
"Yasudah besok kita kesana ya, sekalian jenguk eyang sama kakung." Fabi mengangguk pelan, pandangannya kembali beralih kearah luar jendela.
Begitu sampai di rumah, Fabi langsung pergi ke kamar setelah berpamitan pada kedua orangtuanya. "Mas, kamu yakin mau bawa Fabi untuk ketemu sama El? kan mbk Nara udah bilang jangan bawa Fabi dulu." Tanya perempuan paruh baya, bersurai panjang itu.
"Yakin. Mas yakin dengan Fabi kesana, kesehatan mental El bakalan kayak dulu lagi."
"Bagaimana dengan kesehatan mental Fabi mas, dia masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri. Dia masih larut dalam masalalu nya, kamu tau sifat dia udah berubah. Anak kita itu makin jauh sama kita mas, matanya selalu kosong. Raganya memang sama kita, tapi pikiran dan perasaan nya masih berada di 2 tahun yang lalu." Ucap Perempuan yang bernama Amanda Friska Bagaskara, Mamah tiri dari Fabi.
Laki-laki paruh baya itu menatap pintu kamar anaknya yang tertutup rapat. Sejak peristiwa 2 tahun yang lalu pintu itu selalu tertutup rapat. Tidak ada yang berani masuk kesana bahkan dirinya sekalipun.
Aland menghela nafas kasarnya "kamu bener. belum saat nya Fabi kesana, apalagi dia belum bisa memaafkan dirinya bahkan Giza, sahabat kecilnya."
"Apa aku suruh Gilang pulang mas, biar dia bisa jagain, Fabi?."
"Jangan, Gilang masih kuliah disana. Mas gak mau ganggu dia."
"Mas ini ngomong apa, Gilang kakaknya Fabi, sudah seharusnya dia disini."
"Tapi kamu tau Kanada adalah negara impian nya. Aku gak mau menghambat kuliahnya."
"Dia bisa berkuliah disini, lagi pula sama saja pelajaran nya yang membedakan hanya nama universitas nya."
"Jika menurut kamu itu keputusan yang terbaik aku ngikut saja. Tapi jika Gilang tidak mau jangan dipaksa, Mah."
Amanda mengangguk "Iya, mas."
Setelah merundingkan semuanya, Amanda menelfon Gilang, kakak tiri Fabi yang berada di Kanada. Walaupun Gilang kakak tirinya, tapi Gilang sangat menyayangi sang adik, maklum saja ia menginginkan sosok adik perempuan yang bisa ia jaga dan lindungi setiap saat.
"Halo kak."
"Iya halo mah."
"Apa kabar Kamu disana?."
"Baik mah, Ayah, Mamah sama adek gimana kabarnya sehat?."
"Kita sehat kok kak."
"Syukur lah. oh ya, ada apa Mamah nelfon kakak?."
"Emm kak, maaf sebelumnya kalo Mamah minta ini ke kakak."
"Ada apa mah? Disana baik-baik aja kan?."
"Gapapa, cuma Mamah sama Ayah khawatir dengan adek kamu."
"Fabi? Emang dia kenapa mah?."
"Adek kamu habis kecelakaan, kamu tau kan kalo dia kecelakaan, berarti ini ada hubungannya dengan masalalu dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Valaira (END)
ContoDisclaimer!!! 1. Banyak kata kasar 2. Banyak kata 🔞 3. Typo bertebaran. Visual hanya pemanis, jangan disangkut pautkan ke real life. Hidup berdua dengan sang Ayah tidak serta Merta membuat sifat Fabi sapaan akrab nya menjadi dingin dan arogan. Ju...