CHAPTER 8-.

349 30 0
                                    

"DIPERTEMUKAN KEMBALI DIUJUNG PERPISAHAN"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"DIPERTEMUKAN KEMBALI DIUJUNG PERPISAHAN"

~🖤~

Saat sampai di rumah Diana tak henti-hentinya tersenyum. "Sadar na lo udah kayak orang gila tau dari tadi" gumamnya pada diri sendiri.

"Gue nggak nyangka banget rasanya bisa liat dia lagi. Sumpah dia berubah drastis, mana makin ganteng" lanjutnya kegirangan sendiri.

"Astagfirullah na. Istighfar-istigfar tarik nafas. Lo nggak boleh kayak gini jangan jatuh lagi ke dia."

"Tapi setelah sekian lama kenapa harus ketemu dan gue baru sadar satu sekolah lagi sama dia setelah kelas 12 kemana aja lo selama ini na" dia masih saja berbicara sendiri sampai ada suara ketukan di pintu kamarnya.

"Diana makan dulu. Jangan main hp terus" panggil mamanya dari luar.

"Iya ma. Diana ganti baju dulu sebentar" sahutnya padahal sejak tadi dia bergumam sendiri mana ada main hp.

Saat ingin beranjak dari tempat tidur suara pesan masuk menghentikan nya sejenak. Ketika ia melihat notifikasi ternyata pesan spam di grup. "Pasti bahas musikalisasi puisi" tebaknya. Ia tak membukanya, lebih memilih untuk segera berganti pakaian sebelum mama nya mengamuk. Bisa terancam kesehatan telinga Diana saat mamanya sudah habis kesabaran.

***

Malam hari, tepatnya setelah sholat isya Diana baru membuka pesan-pesan di WhatsApp nya. Terlihat ratusan pesan dari teman-temannya. Mereka sedang bingung menentukan puisi apa yang akan dibawakan untuk ujian praktik Bahasa Indonesia nanti. Sebab besok mereka disuruh mengumpulkan bait puisi oleh guru penguji untuk menghindari kesamaan isi puisi dengan kelompok lain. Diana membaca satu persatu pesan yang berisi keluhan para teman-temannya. Sampai pada akhirnya Dara memulai panggilan grup. Diana memutar bola mata malas, pasti dia akan mendengar ceramah cempreng dari mulut teman-temannya karena baru saja muncul.

"Halo guys, daripada kita capek ngetik mending kita telponan gini" sapa Dara alay di sebrang sana.

"Assalamualaikum" salam Diana menimbulkan keheningan.

Satu...dua...tiga...

"Woi na lo kemana aja baru muncul" cempreng Sisi refleks membuat Diana menjauhkan ponselnya.

"Salam gue dijawab dulu".

"Waalaikkumsalam" ujar mereka berlima serempak.

"Pinter" puji Diana santai.

"Ini anak santuy bener hidupnya. Gak tau apa temen-temennya lagi depresi" protes Dara.

"Kalian sendiri yang bikin diri kalian tertekan".

"Puisi kita belum ada na, gimana kami nggak tertekan" dramatis Sisi.

"Gue tebak Meira ni lagi makan" si pelaku terkekeh diseberang sana dengan kunyahan mulut yang terdengar.

"Parah emang kalian nih" sahut Elena baru terdengar.

"Gue dari tadi nggak nyimak karena lagi nyari referensi sama Meira" terang Diana.

"Yang kita dapat di sekolah tadi bagus sih cuma menit nya kurang" sambung Tika. Ya sebenarnya di sekolah saat istirahat Diana, Meira, dan Tika mencari beberapa referensi musikalisasi puisi di YouTube tetapi hampir semuanya sudah ada yang membawakan. Mereka menemukan satu puisi dengan bait yang tak terlalu sulit. Sangat mudah dihafal namun instrumen nya hanya berkisar 2.58 menit sedangkan minimal tampil musikalisasi yang diperkenankan adalah 3 menit.

"Gue ada solusinya" ucap Diana tiba-tiba.

"Apa?" tanya Meira.

"Yang tadi cuma kurang 2 detik kan biar 3 menit?".

"Hooh, memang mau lo apain" penasaran Tika.

"Bentar" ujar Diana mengotak-atik ponsel nya mencari instrumen yang diperlukan lalu memperlambatnya sedikit agar bisa menjadi 3 menit.

"Selesai" ujarnya tersenyum puas melihat rencananya berhasil. Ia mengirim instrumen tersebut ke grup untuk meminta pendapat yang lain.

"Gue ada kirim contoh lirik musikalisasi sama instrumen nya coba kalian buka" pinta Diana. 

"Wah kok bisa jadi 3.02 detik" ucap Meira terkejut.

"Tinggal diperlambat doang. Jangan lupa lo print liriknya ra" suruh Diana.

"Siap na".

"Yang lain setuju aja kan musikalitas puisi kita yang itu. Daripada bikin lirik dari kemarin nggak selesai-selesai" tanya Diana memastikan.

"Setuju. Lagipula lirik nya simpel jadi nggak susah buat dihafal" sahut Dara.

"Gue ngikut" ucap Elena.

"Yes sih gue" lanjut Sisi.

"Oke kalau yang lain udah pada setuju tinggal latihan" terang Diana.

"Pulang sekolah besok ke tempat gue aja kita latihan sebentar" ajak Sisi.

"Ide bagus" sahut Meira.

***

Hari itupun tiba. Tepat di hari mereka musikalisasi puisi ternyata guru-guru menyelenggarakan bazar untuk pengambilan nilai siswa siswi kelas 11 yang tidak lain adalah adik kelas Diana dan teman-temannya. "Malu gue" cicit Sisi.

"Kayak sengaja banget ya ni guru-guru bikin bazar" keluh Dara.

"Mana dipanggung lagi suara kita semua kayak tikus kejepit gerobak" pasrah Meira.

"Gimana tu lagi tikus kejepit gerobak" bengek Diana sendiri. Ia paham sahabatnya satu ini membuat lelucon agar mereka semua tidak terlalu gugup.

Sambil mendengar celotehan dari teman-temannya, pandangan Diana kembali menangkap sosok itu lagi. Ia sedang duduk di kursi depan kelasnya sambil memainkan ponsel. Laki-laki berkemeja hitam dengan tatapan teduh itu adalah sosok yang bahkan hingga saat ini belum Diana ketahui namanya. Sosok masa lalu yang kembali muncul dalam pandangan Diana. Hanya bisa melihat dari kejauhan bahkan tanpa melakukan apapun sosok itu mampu membuat Diana tersenyum.

~🖤~

"Pengagum tanpa nama"

Info update dan spoiler chapter baru bisa lihat di sosmed aku ya, see you next time semua👋👋👋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Info update dan spoiler chapter baru bisa lihat di sosmed aku ya, see you next time semua👋👋👋

Pengagum tanpa nama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang