Bab 1 Payung Hijau Tua

6 1 0
                                    

Hujan tiba-tiba mengguyur dengan deras begitu saja. Seorang gadis menengadah lalu disusul telapak tangannya yang juga terangkat sebahu. Gadis itu, dengan nama Nei yang tertempel ditanda pengenal didada kirinya. Ini kesekian kalinya, dia berpapasan dengan hujan. Dia menghela napas, lalu mengamati sekitar. Orang lain juga nampaknya terganggu dengan hujan. Lagi-lagi Nei menghela napas, dia tidak suka hujan. Lalu tiba-tiba saja tanpa diduga, seseorang menyodorkan payung padanya. Nei menatap orang itu lalu menatap payung dengan warna hijau tua ditangannya.

"Kamu bisa pakai punyaku jika mau," itu kalimat yang dia keluarkan. Seingatnya, Nei belum pernah melihat pemuda ini.

"Tidak mau?" Tanyanya. Karena melihat Nei diam saja.

"Kamu sendiri bagaimana?" Nei menyuarakan pikirannya.

"Tenang saja, aku bisa berlari, berlari menembus hujan." Begitu katanya.

Nei mengambil payung itu, "Baiklah jika kamu memaksa"

Pemuda itu tersenyum, senyum yang tipis, senyum yang tulus.

Nei melirik tanda pengenal didada kiri pemuda itu.

"Aku duluan," Ujarnya kemudian berlari menembus hujan. Kenapa dia bisa setenang itu berlari dibawah hujan sementara hujan membuatnya basah kuyup?

. . . . .

Nei mengusap rambut dengan handuk seusai keluar dari kamar mandi. Matanya tidak sengaja menatap payung yang tergeletak diwadah payung didalam kamar.

Pikirannya menerawang. Rain. Tertulis ditanda pengenal seragam pemuda itu.

Ini pertama kalinya Nei melihat pemuda itu. Mungkinkah murid dari sekolah lain? Tidak tidak. Pikir Nei. Lagipula seragam yang dia kenakan sama dengan seragam milik Nei.

Dia akan cari tahu besok. Ya besok, karena sekarang dia harus pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang sudah dia pinjam seminggu yang lalu. Ketika dirasa rambutnya agak kering Nei mengambil jaket biru malam didalam lemari. Juga tiga buah buku yang akan dia kembalikan.

Nei mengamati langit, hujan yang tadinya lebat berangsur menghilang. Hanya menyisakan awan hitam yang masih menghiasi langit di atasnya juga genangan air dijalanan. Nei menutup kepalanya dengan topi jaket kemudian meletakkan buku-buku kedalam dekapannya. Jarak perpustakaan tidak terlalu jauh, karenanya Nei memilih berjalan kaki kesana. Dia menghela napas ketika merasa hawa dingin menerpa tubuh, lalu menghirup udara yang menyatu dengan aroma sehabis hujan. Sedikit menenangkan apalagi ditambah tidak ada bising dari kendaraan yang lalu lalang.

Nei mendongak, didepannya sudah terlihat gedung perpustakaan yang dia tuju. Langkahnya melaju agar segera sampai diteras. Begitu tiba disana dia langsung ke arah pustakawan. Nei meletakkan tiga buku keatas meja. Sedikit berbincang untuk berbasa basi lalu Nei berlalu dari sana menuju rak yang menurutnya menarik. Dia menyentuhkan telunjuknya pada barisan buku-buku sembari membaca judul. Tidak ada yang menarik. Pikirnya.

Lalu ketika matanya menatap ke barisan buku diatas, buku dengan sampul biru langit menarik perhatiannya. Dia berjinjit mencoba mengambil namun tidak bisa. Kepalanya menoleh ke kanan dan menemukan tangga setinggi lutut yang khusus disediakan untuk mengambil buku di rak tinggi.

Dia mengambil tangga itu dan berhasil mengambil buku bersampul biru langit. Dia mengamati sampul berjudul Falling Into Place. Novel terjemahan karya Amy Zhang. Kepalanya manggut-manggut, dia akan meminjam buku ini saja. Tanpa sadar Nei menginjak pinggiran tangga, membuat tangga itu oleng dan Nei yakin dia akan jatuh setelahnya.

Nei terpekik dan langsung menutup mata. Bayangan tubuhnya telungkup dilantai sudah memenuhi pikirannya. Namun Nei tak kunjung jatuh, tubuhnya terasa tertahan oleh sesuatu. Matanya yang terpejam dia buka perlahan. Awalnya hanya sebelah, tapi ketika melihat ada sosok dihadapannya dia membuka kedua matanya.

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang